Dikutip dari AKURAT.CO, Sejumlah komunitas mengadukan Pakar Telematika Roy Suryo ke Polda DIY dengan tudingan telah membuat gaduh publik, Rabu (2/3/2022).
Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) tersebut dianggap telah memotong video penjelasan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas alias Gus Yaqut tentang aturan pengeras suara masjid.
Setidaknya ada tujuh perwakilan komunitas yang mengadukan Roy ke Polda DIY hari ini. Mereka adalah Pejuang Indonesia Nusantara Bersatu (PNIB), Komunitas Pejuang Indonesia Joyo (Kopijo), Komunitas Jaga Jogja (KJI), Sekretariat Bersama (Sekber), Jaringan Moderat Indonesia (JMI), Merkids, dan Garda Songsong Buwono (GSB).
Aliansi sebatas mengadu lantaran Roy sudah terlebih dahulu dipolisikan GP Ansor ke Polda Metro Jaya.
"Iya pengaduan, karena kalau pelaporan itu kemarin di Polda Metro Jaya sudah ada pelaporan jadi itu tidak bisa ada dua pelaporan. Jadi yang di sini kita pengaduan tapi tetep ini kita tetap diterima sama Direskrimsus Polda DIY," kata Ketua DPW PNIB Timi Hidayat di Polda DIY, Depok, Sleman, Rabu.
Timi menjelaskan, aliansi mengadukan Roy lantaran dianggap sudah membuat gaduh usai memotong video Gus Yaqut yang menerangkan soal aturan pengeras suara masjid dengan mengambil contoh gonggongan anjing untuk gangguan suara.
Video termaksud adalah konten yang diunggah Roy ke akun Twitter miliknya, @KRMTRoySuryo2, pada 23 Februari lalu. Timi yakin, Gus Yaqut tak berniat menganalogikan suara azan layaknya gonggongan anjing.
"Padahal di situ kita tahu kalau secara utuh video itu sebenarnya itu tidak membandingkan antara azan dengan gonggongan anjing," sambung Timi.
Timi percaya, apa yang disampaikan Menag Yaqut lewat Surat Edaran penggunaan pengeras suara di masjid dan video penjelasannya yang mengambil contoh gonggongan anjing itu adalah demi menjaga toleransi di masyarakat.
"Itu kan sangat berbeda sekali, sedangkan di situ (video) juga tidak ada yang menyebutkan masalah azan," paparnya.
Di lain sisi, lanjut Timi menerangkan, sebetulnya pengaturan tentang penggunaan pengeras suara di masjid dan musala sudah diatur sejak tahun 1978 oleh Dirjen Bimas Islam. Kemudian diperkuat lagi melalui Surat Edaran Dirjen Bimas Islam Nomor B. 3940/DJ III/HK 007/08/2018 Tentang Pelaksanaan Instruksi Dirjen Bimas Islam Nomor. Kep/D/101/1978 Tentang Tuntunan Penggunaan Pengeras Suara di Masjid, Langgar dan Mushalla.
"Mungkin di sini lebih diperjelas lagi menteri agama yang sekarang, sebenarnya itu sudah ada. Kalau mau membuka kembali dan mau lebih teliti dan tidak mudah terpancing pasti akan cari, pasti akan ketemu itu di undang-undang di tahun 78 itu," imbuhnya.
Aliansi menuding perbuatan Roy telah memicu kegaduhan dan berpotensi memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa dengan menciptakan persepsi yang keliru di tengah masyarakat. Aliansi menuntut Roy dengan Pasal 28 ayat 2 undang-undang ITE nomor 19 tahun 2016.
"Kalau mau menjelaskan, dijelaskan secara detail bahwa video ini seperti ini harusnya arahnya toleransi ya harusnya disampaikan betul-betul itu arahnya masalah toleransi. Bukan malah dibuat seolah-olah membandingkan antara azan dengan gonggongan anjing," ungkapnya.
Dengan pengaduan ini, kata Timi, aliansi masih akan melihat tindak lanjut dari Polda DIY.
"Kita akan menunggu proses dari reskrimsus. Kita menunggu proses hukum mau seperti apa, yang jelas kita di sini menyampaikan kemasyarakatan ke seluruh Indonesia, bahwasanya pemotongan video itu sangat meresahkan. Karena akan menimbulkan kegaduhan yang berbau SARA," pungkasnya.