HWMI.or.id

Friday, 27 June 2025

Gerakan Wakaf NU di Malang Diperkuat, Lowokwaru Jadi Percontohan dengan 120 Sertifikat

Dokumen : Acara sosialisasi Percepatan Sertifikasi Aset Wakaf PCNU, MWCNU Lowokwaru Ranting NU se-Kecamatan Lowokwaru 
Malang, 28 Juni 2025- Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (NU) Kota Malang menggelar sosialisasi wakaf di kantor MWC NU Lowokwaru, Jumat (27/6/2025). Acara ini bertujuan mempercepat sertifikasi aset wakaf dan meningkatkan kesadaran hukum masyarakat.

Rangkaian Kegiatan
Kegiatan diawali dengan shalawat, dzikir, dan Riyadhoh Jumat Wekasan sebagai tradisi NU untuk memperkuat spiritualitas. Kemudian, Ketua Tanfidziyah MWC NU Lowokwaru, Kyai Zainal Arifin al-Nganjuki, menyampaikan laporan perkembangan pembangunan kantor MWC dan mengajak warga NU aktif berdonasi.

Pentingnya Hijrah Ruhiyah dan Komitmen Wakaf
KH. Dr. Isyraqun Najah, M.Ag, Ketua PCNU Kota Malang, menekankan pentingnya hijrah ruhiyah (perubahan spiritual) dan komitmen menjadi umat terbaik. Beliau juga mendorong percepatan sertifikasi wakaf untuk melindungi aset-aset NU.

Lowokwaru Jadi Pelopor Sertifikasi Wakaf
Dr. H. Supriyadi, SH, M.Hum, M.Kn., Ketua Lembaga Wakaf dan Pertanahan (LWP) NU Kota Malang, mengapresiasi MWC NU Lowokwaru sebagai wilayah dengan pengurusan sertifikat wakaf terbanyak (120+ sertifikat). Beberapa poin penting yang disampaikan:  

  1. Perlindungan Hukum: Sertifikat wakaf menjamin keamanan aset NU dari sengketa.
  2. Administrasi Tertib: Pendokumentasian aset wajib dilakukan untuk transparansi.
  3. Gerakan Kolaboratif: Ajak seluruh lembaga NU se-Kota Malang segera mengurus sertifikat wakaf.
Tindak Lanjut
PCNU Kota Malang akan memperluas sosialisasi ke MWC lain dan membuka pendampingan gratis melalui LWP NU untuk percepatan sertifikasi.

Tuesday, 24 June 2025

Felix Siauw yang Culas: Membongkar Kesesatan Berfikir Felix Soal Iran dan Palestina

Ada yang lebih menyakitkan dari kebohongan musuh: kekeliruan sahabat. Dan jika kekeliruan itu diulang-ulang, dibingkai dengan dalil, disebarkan dengan percaya diri oleh seorang ustaz, maka ia tak lagi jadi kekeliruan. Ia menjelma jadi ideologi.

Felix Siauw, seorang dai yang dulu menggemakan anti-imperialisme, kini justru meminjam narasi Zionis. Tentang Iran, tentang sejarah Persia, tentang Palestina. Semuanya dibungkus dalam satu kesimpulan: Iran bukan Islam. Dan karenanya, ia bukan bagian dari barisan umat.

Ini bukan sekadar kesalahan, tapi keruntuhan nalar. Ia membaca sejarah dengan mata sebelah. Yang tampak hanyalah mazhab, bukan sikap. Yang terdengar hanyalah perbedaan, bukan perlawanan.

Pertama, mari kita buka lembar sejarah. Iran hari ini adalah Republik Islam yang lahir dari Revolusi 1979. Sebuah revolusi anti-Syah Pahlevi, anti-Amerika, dan anti-Israel. Ia bukan penerus kerajaan api, bukan kelanjutan dari Persia kuno. Ia adalah patahan.

Ayatollah Khomeini memimpin revolusi itu dengan satu semangat: bahwa Islam tidak tunduk pada imperialis. Dan sejak itu, Iran memutus hubungan dengan Israel dan Amerika Serikat. Kedutaan besar Israel di Teheran diubah menjadi kantor perwakilan Palestina. Sebuah simbol.

Pada tahun 1982, Iran mendukung pendirian Hizbullah di Lebanon Selatan sebagai respons atas invasi Israel ke Beirut. Kelompok ini menjadi kekuatan utama perlawanan di kawasan itu, dan hingga kini menjadi sekutu utama Iran di garis depan konfrontasi dengan Israel.

Iran tidak hanya mengutuk, ia membentuk front. Ia tidak hanya berdiri di mimbar, ia hadir di medan perang. Tapi Felix menghapus semua itu hanya dengan satu frase: "Iran menyerang karena diserang."

Lalu mengapa Felix menyeret nama Cyrus Agung ke dalam kritiknya terhadap Iran? Dengan enteng ia berkata: "Cyrus adalah penyembah api, dan ia membangunkan kuil untuk Yahudi." Seolah Iran hari ini adalah reinkarnasi Cyrus. Seolah sejarah berjalan linear, tanpa pertobatan politik.

Apakah benar Cyrus membangun kuil? Tidak. Yang ia lakukan hanyalah memberi izin kepada bangsa Yahudi yang diasingkan di Babilonia untuk kembali ke Yerusalem dan membangun sendiri Bait Suci mereka. Ia tidak ikut membangun. Ia tidak menyembah Tuhan Israel.

Kebijakan Cyrus adalah taktik kekaisaran: memperbolehkan rakyat taklukannya menjalankan agama agar stabilitas terjaga. Itu bukan solidaritas. Itu manajemen kolonial. Dan itu terjadi ratusan tahun sebelum Islam turun.

Menggunakannya untuk menuduh Iran hari ini sebagai pewarisnya adalah lompatan logika yang menyesatkan. Lebih fatal lagi, itu berarti mengadopsi cara pikir para pemimpin Israel: bahwa Iran harus dikembalikan ke era Syah.

Netanyahu dalam berbagai pidatonya selalu mengajak rakyat Iran untuk menumbangkan pemimpin mereka sendiri. Ia mengenang masa lalu saat Israel punya hubungan diplomatik dan dagang dengan Iran. Dan Felix, entah sadar atau tidak, mengulang narasi yang sama.

Padahal, masa Syah adalah masa ketika Mossad bercokol di Teheran. Ketika rakyat Iran dibungkam dan Zionis bersorak. Ketika para ulama dibuang, dan rezim bersulang anggur bersama diplomat Israel.

Iran pasca 1979 adalah kebalikannya. Menolak Israel, menolak Amerika. Memilih blok perlawanan. Memilih jalan sunyi yang disesaki sanksi dan sabotase. Tapi juga jalan yang membawa suara Palestina ke panggung dunia.

Felix menyebut Iran tidak membantu Palestina. Tapi fakta berkata lain. Setiap kali Gaza dibombardir, Iran adalah negara pertama yang menawarkan bantuan medis, keuangan, dan logistik. Bahkan saat dihina oleh sebagian faksi Arab, Iran tetap memberi.

Dalam sebuah wawancara pada 2022, Ismail Haniyeh menyebut Iran sebagai satu-satunya negara yang konsisten mendukung Palestina sejak 1979. Tak ada jeda. Tak ada syarat. Dan saat rudal Fajr-5 menghantam Tel Aviv, itu bukan datang dari doa-doa Arab Saudi. Tapi dari teknologi militer Iran. Dari pabrik kecil yang dibangun diam-diam di terowongan Gaza. Dari keberanian sebuah republik yang terus dijatuhkan oleh embargo.

Jika Iran hanya reaktif, seperti kata Felix, lalu mengapa bantuan itu mengalir bahkan saat Israel belum menyerang? Mengapa pelatihan dilakukan jauh sebelum rudal ditembakkan? Mengapa solidaritas dibangun bahkan saat Palestina sedang "sepi" di media?

Logika Felix runtuh di hadapan fakta. Tapi ia tetap bersandar pada asumsi. Ia berkata, Iran menyerang Israel hanya karena diserang. Bukan karena Palestina. Tapi ia lupa: sejak 1979, Iran menyebut pembebasan Palestina sebagai prinsip negara.

Setiap tahun, di hari Jumat terakhir Ramadhan, Iran memperingati Hari Al-Quds. Bendera Zionis dibakar. Jalan-jalan penuh poster. Bukan sekadar retorika. Tapi pesan: bahwa Palestina bukan isu Arab semata. Ia adalah luka Islam.

Felix bisa saja membenci Syiah. Tapi menyamakan seluruh gerak Iran hari ini dengan masa lalu kerajaan Persia adalah penyederhanaan sejarah yang brutal. Ia menghapus revolusi, menertawakan pengorbanan, dan menyamakan mimbar dengan monarki.

Kita bisa berbeda mazhab. Tapi kita tidak bisa berbeda soal penjajahan. Israel menjajah Palestina. Iran melawan Israel. Maka posisi Iran, suka atau tidak, berada di sisi yang benar.

Felix tak pernah mempertanyakan diamnya negara-negara Sunni. Padahal Saudi, UEA, Bahrain, bahkan Sudan telah menormalisasi hubungan dengan Tel Aviv. Mengapa yang diserang justru negara yang berani menentang? Dan disinilah sangat terlihat wajah sektarianisme Felix: lebih cepat menuduh Syiah daripada menyalahkan kolaborator Zionis. Lebih curiga kepada yang menentang Israel, daripada kepada yang diam dan berdagang.

Iran tidak sempurna. Tapi ia hadir. Ia tidak netral. Ia memihak. Dan di dunia yang bingung oleh kompromi, keberpihakan adalah bentuk tertinggi dari keberanian.

Ketika rudal Israel menghantam Gaza, dan hanya Iran yang merespons lewat Hizbullah dan Yaman, pertanyaannya bukan lagi: apakah Iran Syiah? Tapi: siapa lagi yang masih punya keberanian?

Logika Felix tidak berdiri di atas fakta, tapi di atas ketakutan. Ia takut Syiah memengaruhi umat. Ia takut solidaritas lintas mazhab merusak batas-batas ideologis. Maka ia hancurkan jembatan, dan menggali parit.

Padahal musuh kita bukan Syiah. Bukan Sunni. Tapi Zionis, yang menjajah bumi suci dan mengusir penduduknya. Jika ada satu negara yang berani berkata lantang melawan Israel, mengapa kita malah menyerangnya?

Sejarah tak akan mencatat siapa yang paling lantang menuduh sesat. Tapi ia akan mencatat siapa yang mengirim bantuan saat Gaza terbakar. Dan dalam catatan itu, Iran hadir.

Iran hadir bahkan ketika sekutunya diserang. Ketika pangkalan militernya disabotase. Ketika jenderalnya dibunuh. Dan tetap mengangkat bendera Palestina. Ia hadir di Damaskus, di Baghdad, di Beirut, dan bahkan di pinggiran Sinai, dalam bentuk sinyal, logistik, dan jaringan intelijen. Kehadirannya bukan simbolis. Ia substansial.

Sementara itu, negara-negara yang mengaku pembela Islam sibuk membuka jalur dagang, mencetak visa bisnis, dan membangun hotel bersama pengusaha Tel Aviv.

Felix menyebut Iran bukan Islam. Tapi bagaimana mungkin sebuah negara yang mendirikan Hari Al-Quds secara resmi, yang konstitusinya menolak Israel, yang rakyatnya mengarak bendera Palestina tiap Jumat, disebut di luar barisan umat?

Mungkin karena bagi Felix, Islam bukan soal keberpihakan. Tapi soal warna mazhab. Dan di situlah kesalahannya menjadi luka. Karena umat tak pernah menanyakan kamu Ja'fari atau Syafi'i ketika anak-anak mati di Gaza. Mereka hanya bertanya: siapa yang datang? Siapa yang melawan?

Ia tidak datang dari Riyadh. Tidak dari Abu Dhabi. Tidak dari Amman, apalagi Mesir. Ia datang dari Teheran, Dari Lebanon, dan saat ini dari Yaman, membawa rudal dan doktrin yang tak tunduk.

Bahkan dalam serangan langsung Iran ke Israel pada 2024—yang pertama dalam sejarah modern—alasan utama bukan hanya pembalasan, tapi pesan simbolik bahwa penjajahan tidak akan dibiarkan tanpa jawaban.

Serangan itu, dengan lebih dari 300 drone dan rudal, menjadi alarm paling keras bagi Tel Aviv sejak 1948. Dan itu bukan dari negeri Arab. Itu dari negeri Syiah, yang selalu dikucilkan dari forum-forum Sunni.

Apakah itu bukan pembelaan terhadap Palestina? Apakah itu hanya soal basis militer Iran yang diserang? Jika ya, mengapa serangan diarahkan ke wilayah Israel, bukan hanya fasilitas militer Amerika?

Felix melewatkan ini. Atau memilih melewatkannya. Karena mengakuinya berarti menyamakan musuh bersama. Dan itu terlalu berat bagi agenda sektarian.

Ia menyebut Syiah sebagai musuh, tanpa menyebut normalisasi UEA dan Bahrain. Ia menyebut Teheran sesat, tapi diam atas Riyadh yang menyambut kunjungan Menlu Israel bagai budak menyambut tuannya.

Dan ini lebih dari sekadar bias sejarah, logika yang culas, ini adalah pengkhianatan terhadap kebenaran. Bahwa di antara para penyeru tauhid, ada yang justru membela yang membantai tauhid di tanah suci Palestina.

Kita tak butuh pembela yang setengah-setengah. Kita butuh kejelasan. Bahwa musuh utama umat bukanlah perbedaan mazhab, tapi penjajahan yang terus dibiarkan oleh dunia Islam sendiri.

Dalam buku sejarah yang akan ditulis ulang kelak, nama Felix mungkin tak akan tercantum. Tapi kata-katanya akan tetap menjadi jejak: bahwa pernah ada seorang dai yang lebih percaya pidato Netanyahu ketimbang suara rakyat Gaza.

Dan jika itu bukan ironi paling getir dalam sejarah dakwah modern, entah apa lagi yang lebih layak disebut sebagai kemunduran akal umat.

Barangkali bukan hanya sejarah yang akan menghakimi. Tapi juga para anak yang mati tanpa selimut di Gaza. Mereka tak akan bertanya kamu Syiah atau bukan. Mereka hanya akan bertanya: mengapa kamu diam?

Mereka yang menjawab pertanyaan itu bukanlah mereka yang paling fasih berceramah. Tapi yang datang, mengirim, menolong, dan berdiri di sisi yang tertindas. Dan Iran ada di sana. Seperti yang ditulis Goenawan Mohamad: kadang yang paling terang tak butuh teriak. Ia hanya perlu hadir, ketika yang lain pergi.

Karena kebenaran, pada akhirnya, bukan milik yang paling nyaring. Tapi yang paling konsisten. Dan suara Iran, untuk Palestina, masih tetap terdengar. Meski kadang dari bawah tanah, kadang dari langit malam.

Kita semua akan ditanya kelak, bukan tentang mazhab. Tapi tentang keberpihakan.

***

Di tahun-tahun ketika dunia Arab sibuk membangun pencakar langit dan membungkam suara ulama, Iran diam-diam menyuplai drone ke Gaza. Bukan untuk dipamerkan, tapi untuk bertahan.

Di waktu yang sama, banyak dai memilih diam. Mereka mengutuk Israel tapi memeluk tangan para normalisator. Mereka mengangkat spanduk Palestina, tapi menolak berbicara soal Teheran.

Karena bagi mereka, kebenaran harus datang dari satu mazhab. Selebihnya dianggap ancaman. Selebihnya dianggap bukan bagian dari jamaah.

Tetapi para pejuang di Gaza, di Rafah, di Khan Younis, tak menanyakan itu. Mereka tahu dari mana senjata datang. Mereka tahu siapa yang mengirim sinyal komunikasi saat Israel memutus jaringan.

Dan tak ada satu pun dari mereka yang menyebut Riyadh. Yang mereka sebut adalah nama-nama dari Quds Force, dari Lebanon, dari Damaskus dibawah kepemimpinan Bashar. Dan, mereka semua terhubung dengan Iran.

Felix mungkin belum pernah mendengar bahwa ketika pemimpin Hamas bertemu Ayatollah Khamenei, mereka tak membahas fiqih. Mereka membahas logistik. Mereka bicara perbatasan, bukan perbedaan.

Karena saat peluru menembus dinding rumah, yang dibutuhkan bukan khutbah sektarian, tapi dukungan konkret. Dan itu yang datang dari negeri yang ia sebut bukan bagian dari Islam.

Iran menyuplai sistem navigasi, melatih komunikasi elektronik, mengajari pembuatan drone murah. Dan semua itu berlangsung diam-diam. Tanpa siaran. Tanpa perlu disebut dalam khutbah Jumat.

Sejak 1979, lebih dari 20.000 warga Iran gugur dalam perang melawan Irak yang didukung Amerika dan negara Arab. Tapi Iran tidak berhenti. Ia tetap kirim rudal ke Lebanon. Ia tetap buka jalur rahasia ke Gaza.

Sementara itu, negeri-negeri Sunni sibuk membangun stadion, menyelenggarakan konser, dan menyambut turis Israel. Palestina dijadikan simbol di poster, tapi dikubur di meja perundingan.

Adakah yang lebih kejam dari menuduh orang yang menolong sebagai bukan saudara? Adakah yang lebih culas dari menyamakan penjajah dengan pembebas hanya karena beda doktrin?

Dalam sejarahnya, Iran tidak pernah menjajah negeri Muslim lain. Tapi beberapa yang kini mengklaim Islam justru melapangkan jalan bagi penjajah dengan dalih investasi.

Ketika Qassem Soleimani dibunuh oleh drone Amerika, banyak pejuang di Gaza menangis. Mereka tahu siapa jenderal itu. Mereka tahu siapa yang membuat terowongan mereka tak runtuh.

Felix tidak tahu. Atau pura-pura tak mau tahu. Ia sibuk membaca kitab yang ia putar sesuai kebutuhan, bukan medan yang penuh darah dan serpihan.

Bahkan Presiden Mahmoud Abbas—yang sering dikritik terlalu lunak—pernah mengakui bahwa tanpa Iran, perlawanan bersenjata di Gaza akan lumpuh. Itu pengakuan yang tak keluar dari siapapun. Melainkan dari pemimpin Palestina.

Orang-orang seperti Felix mungkin lebih nyaman bicara bid’ah daripada bicara Zionisme, lebih nyaman membahas negara Islam sebagai cita-cita. Bahkan, mereka lebih seru debat sesat-menyesatkan ketimbang memperdebatkan negara-negara arab melakukan kontrak dagang dengan Israel. 

Dan di antara semua absurditas itu, Felix berdiri, mengutip musuh, menyalahkan kawan, dan menukar keberpihakan dengan propaganda.

Dan sejarah, seperti biasa, tidak akan mencatat semua nama. Tapi ia akan menggarisbawahi beberapa—bukan karena ketokohannya, tapi karena keterlanjurannya. Felix, dalam hal ini, bukan sekadar dai yang keliru. Ia adalah simbol dari betapa rendahnya keberanian intelektual bisa jatuh, ketika nalar lebih memilih sektarianisme daripada kebenaran.

Ia menjadi suara yang menyerang pembela Palestina, dan diam terhadap penjajahnya. Ia mengutip musuh umat untuk menyerang sesama umat. Ia lebih percaya pada propaganda Netanyahu daripada fakta-fakta yang hidup dan berdarah di Gaza. Di situ, Felix tak lagi sekadar keliru. Ia menjadi aib sejarah. Ia menjadi poster dari logika jongkok yang malu mengaku siapa musuh sebenarnya.

Dan entah ia sadar atau tidak, mulutnya kini menjadi corong bagi mereka yang menindas. Ucapan-ucapannya bukan sekadar salah, tapi berbahaya. Karena mengaburkan peta kebenaran di tengah perang yang butuh ketegasan. Ia tidak sedang memperjuangkan Islam, tapi sedang meminjam bendera Islam untuk melawan para pejuangnya. Itu bukan sekadar ironi. Itu tragedi.

Penulis:  M. Fazwan Wasahua


Tuesday, 10 June 2025

Hari Tasyrik: Saat Kita Bersenang dengan Tenang

Setelah Idul Adha tibalah kita pada tiga hari yang sering luput dari sorotan: Ayyāmut-Tasyrīq. Hari setelah pengorbanan, ada tiga hari yang dikhususkan untuk kita, untuk bersenang-senang dengan tenang.

Nabi bersabda, “Hari-hari tasyrik adalah hari makan, minum, dan mengingat Allah.” (HR. Muslim). Bukan hari untuk menahan diri, apalagi berpuasa—melainkan hari untuk merayakan, bukan dalam euforia, tapi dalam kesadaran dan syukur.

Itulah mengapa selama tiga hari ini umat Islam dilarang berpuasa. Ini waktunya bersenang-senang—dengan makanan yang halal, pertemuan yang hangat, dan takbir yang mengalir dari hati yang penuh cinta.

Dalam fiqh, tasyrik adalah pelengkap ibadah haji. Jamaah melempar jumrah, sementara umat Muslim di luar Mina dianjurkan memperbanyak takbir setelah salat. Imam Nawawi menyebutnya “hari-hari lapang”—waktu untuk menyimpan, memasak, dan membagi daging, sembari mengendapkan makna kurban dalam hati.

Para sufi melihat lebih dalam. Bagi mereka, hari-hari ini adalah waktu menjemur luka batin di bawah matahari zikir—seperti daging yang diasapi, bukan untuk dibuang, tapi dijaga agar awet: jadi bekal di musim sulit.

Zikir tasyrik bukan sekadar ucapan; ia adalah kehadiran jiwa. Al-Ghazali menulis, “Zikir sejati adalah mengingat Allah bahkan saat bersama makhluk yang dicintai.” Maka, tetaplah terhubung pada-Nya—bahkan saat tertawa, makan bersama, atau berbagi cerita sederhana.

Di dunia modern yang menuntut kecepatan, tasyrik adalah undangan lembut untuk melambat. Karena tak semua ibadah hadir lewat kecepatan dan ketepatan. Ada juga yang datang melalui pelukan, makan-makan, tawa, dan rasa cukup atas nikmatNya.

Jika kau tanya padaku, sayang, apa makna tasyrik?

Aku akan jawab begini:

Ia adalah waktu untuk mencintai—dengan tenang, dengan sadar, dan dengan mentakbirkan cinta kita dalam setiap helaan napas, seolah tiap “Allāhu Akbar” adalah bisikan rindu yang tak ingin cepat usai.

Tabik,

Nadirsyah Hosen

Saturday, 31 May 2025

Pelatihan JUSNU: Mencetak Kader Profesional dalam Penyembelihan Hewan Qurban Sesuai Syariah

Dokumen : Peserta serius mengikuti Pelatihan JUSNU bersama MWC NU LOWOKWARU dan Halal Centre UIN Maliki Malang
Malang, 31 Mei 2025– Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWC NU) Lowokwaru bekerja sama dengan Halal Center UIN Maliki Malang, Jaringan Santri NU (JUSNU), dan Lembaga Pengembangan Pertanian Nahdlatul Ulama (LPPNU) PC Kota Malang menyelenggarakan Diklat JUSNU (Juru Sembelih Nahdlatul Ulama).

Kegiatan ini dilaksanakan pada Sabtu, 31 Mei 2025, pukul 07.30 WIB hingga selesai, bertempat di Aula MWC NU Lowokwaru, Kota Malang.

Tujuan dan Latar Belakang

Pelatihan ini bertujuan untuk mencetak kader JUSNU yang kompeten dalam penyembelihan hewan qurban sesuai syariat Islam. Dengan meningkatnya permintaan penyembelihan hewan qurban yang halal dan thayyib, dibutuhkan sumber daya manusia yang terlatih secara fikih dan teknis.

Materi Pelatihan

1. Kajian Fikih Qurban,

Disampaikan oleh Lembaga Bahtsul Masail (LBM) MWC NU Lowokwaru.

Membahas hukum qurban, syarat hewan, tata cara penyembelihan, dan masalah kontemporer seputar qurban. 

2. Pengenalan Billah, Tutorial Mengasah Billah, dan Penyembelihan Hewan Qurban Sesuai Syariah.

Dipandu langsung oleh Tim JUSNU, Peserta diajarkan teknik penggunaan billah (pisau sembelih) yang benar, cara mengasahnya, serta tata cara menyembelih yang memenuhi standar syar'i. 

3. Praktik Penyembelihan Hewan Qurban,

Dilakukan secara langsung oleh peserta dibimbing ahli dari JUSNU, dan Menggunakan miniatur hewan qurban sebagai bahan latihan untuk memastikan kompetensi peserta.

Peserta dan Respon

Kegiatan ini diikuti oleh 90 peserta yang terdiri dari santri, mahasiswa, dan masyarakat umum yang tertarik menjadi juru sembelih profesional. Para peserta antusias mengikuti seluruh rangkaian acara, terutama sesi praktik yang menjadi highlight pelatihan.

Harapan ke Depan

Ketua Panitia Pelaksana, Muhammad Arifin, menyatakan bahwa pelatihan ini diharapkan mampu mencetak kader JUSNU yang siap melayani umat dalam penyembelihan hewan qurban secara syar'i.

"Dengan adanya diklat ini, kami berharap semakin banyak kader terlatih yang bisa memastikan hewan qurban disembelih sesuai syariat, sehingga daging yang diterima masyarakat benar-benar halal dan thayyib," ujarnya.

Kolaborasi Strategis

Kerja sama antara MWC NU Lowokwaru, Halal Center UIN Maliki Malang, JUSNU, dan LPPNU PC Kota Malang menunjukkan sinergi yang kuat dalam pengembangan SDM di bidang halal industry. 

Tindak Lanjut

Setelah pelatihan, para peserta akan mendapatkan sertifikat kompetensi dan akan didata sebagai kader JUSNU siap tugas.

 Mereka diharapkan dapat terlibat dalam penyembelihan hewan qurban pada Idul Adha 1446 H/2025 mendatang. 

Dengan adanya diklat ini, diharapkan kualitas penyembelihan hewan qurban di Kota Malang semakin meningkat dan sesuai dengan prinsip syariah Islam.

Kongres II PERGUNU Kota Malang Sukses Digelar, Dr. H. Samsudin Terpilih sebagai Ketua Periode 2025-2030

Dokumen : Kongres PERGUNU Kota Malang 2025
Malang, 31 Mei 2025 – Pengurus LP Ma’arif MWC NU Lowokwaru turut berpartisipasi dalam Kongres II Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (PERGUNU) Kota Malang, yang dilaksanakan pada Sabtu, 31 Mei 2025, di Aula PSBB MAN 2 Kota Malang. Kegiatan ini bertujuan untuk menyusun Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) Pengurus Lama sekaligus memilih Pengurus Baru PERGUNU Kota Malang untuk periode 2025-2030.  

Tema Kongres: "Guru Mulia, Membangun Peradaban Dunia" 

Kongres kali ini mengusung semangat pengabdian guru NU dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dan membangun peradaban yang unggul. PERGUNU sebagai Badan Otonom (Banom) NU yang mewadahi guru dari berbagai jenjang pendidikan—mulai dari RA/TK, MI/SD, MTs/SMP, hingga MA/SMA/SMK berkomitmen untuk terus meningkatkan kualitas, kesejahteraan, dan advokasi bagi para anggotanya.  

Dr. H. Samsudin, M.Pd. Terpilih sebagai Ketua PERGUNU Kota Malang 2025-2030

Dalam proses pemilihan yang berlangsung demokratis, Dr. H. Samsudin, M.Pd. terpilih sebagai Ketua PERGUNU Kota Malang untuk masa jabatan lima tahun ke depan. Beliau menyampaikan visi-misi untuk:  

1. Meningkatkan kompetensi guru melalui pelatihan dan sertifikasi.  

2. Memperkuat advokasi terkait tunjangan dan hak-hak guru.  

3. Memperluas jaringan kerjasama dengan lembaga pendidikan dan pemerintah.  

4. Memajukan pendidikan berbasis Aswaja (Ahlussunnah wal Jama’ah) di lingkungan NU. 

Dukungan LP Ma’arif Lowokwaru dan Peran Strategis PERGUNU

Sebagai mitra strategis, LP Ma’arif NU turut mendorong peningkatan mutu pendidikan di lingkungan Nahdlatul Ulama. Ustadz Fauzi, Ketua LP Ma’arif MWC NU Lowokwaru menyatakan, "PERGUNU memiliki peran vital dalam memajukan pendidikan yang berkarakter kebangsaan dan keislaman. Kami siap bersinergi untuk mewujudkan guru yang unggul dan sejahtera."

Respons Peserta dan Harapan ke Depan 

Kongres ini dihadiri oleh puluhan perwakilan guru NU se-Kota Malang. Sejumlah peserta menyampaikan harapan agar PERGUNU dapat menjadi wadah yang lebih inklusif, terutama dalam pemberdayaan guru honorer dan peningkatan kesejahteraan.

Dalam konteks global, tantangan pendidikan pasca-COVID-19 yang diangkat OECD 2020—seperti kesenjangan digital dan kebutuhan reskilling guru—juga menjadi perhatian PERGUNU. Dr. Samsudin menegaskan, "Kami akan adaptif terhadap perubahan, termasuk pemanfaatan teknologi untuk pembelajaran, sebagaimana rekomendasi OECD."

Penutup

Kongres II PERGUNU Kota Malang menandai babak baru perjuangan guru NU dalam membangun pendidikan berkualitas. Dengan kepemimpinan baru, diharapkan PERGUNU semakin progresif dalam menjawab tantangan zaman. 

Reporter : Tim Media LP Ma’arif NU Lowokwaru 

Catatan Redaksi:

Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Sekretariat PERGUNU Kota Malang atau kunjungi media sosial resmi LP Ma’arif NU Lowokwaru.

LAZISNU PCNU Metro Gelar Pelatihan “Kang Jalal” untuk Tukang Jagal Halal se-Lampung

Dokumen : Pelatihan Tukang Jagal Halal Lazisnu PCNU Metro Lampung
Metro, Lampung — Dalam rangka menyambut momentum Idul Adha dan meningkatkan kompetensi penyembelih hewan kurban, Lembaga Amil Zakat, Infak, dan Sedekah Nahdlatul Ulama (LAZISNU) Pengurus Cabang Kota Metro menyelenggarakan Pelatihan Kang Jalal (Tukang Jagal Halal) pada Sabtu, 31 Mei 2025.

Kegiatan ini dilaksanakan di Kampus Universitas Ma’arif Lampung (UMALA), Metro Utara, dan diikuti oleh 223 peserta dari berbagai daerah, yakni Kota Metro, Mesuji, Lampung Tengah, Lampung Timur, dan Lampung Selatan.

Ketua LAZISNU PCNU Metro, Kiai Markaban, dalam sambutannya menyampaikan apresiasi dan ucapan terima kasih kepada seluruh peserta yang hadir.

"Kami ucapkan selamat datang kepada seluruh peserta Kang Jalal. Alhamdulillah, peserta mencapai 223 orang, sesuai harapan Ketua PCNU Metro. Peserta tidak hanya berasal dari Kota Metro, tetapi juga dari Mesuji, Lampung Tengah, Lampung Timur, dan Lampung Selatan,” ujar Kiai Markaban.

Sementara itu, Wakil Ketua PCNU Metro, Kiai Mufid Arsyad, menegaskan bahwa pelatihan ini bertujuan untuk membekali masyarakat dengan ilmu dan keterampilan penyembelihan hewan sesuai dengan syariat Islam.

 “Dengan pelatihan ini, kita ingin memastikan bahwa proses penyembelihan hewan kurban dilakukan secara halal, profesional, dan memperhatikan aspek kesejahteraan hewan,” jelasnya.

Ustadz Arman Mashduqi selaku inisiator program Kang Jalal Lampung menjelaskan bahwa materi pelatihan mencakup teknik merobohkan hewan, cara mengasah pisau dengan benar, praktik penyembelihan sesuai tuntunan syariat, fiqih kurban, serta aspek kesehatan hewan.

 “Peserta juga mendapatkan berbagai fasilitas seperti modul pelatihan, sertifikat, kaos ‘Kang Jalal’, snack, dan makan siang dari panitia,” jelas Ustadz Arman.

Dalam sesi materi fiqih kurban, Kiai Abdul Hamid selaku Wakil Rais PCNU Metro menegaskan pentingnya sembelihan halal bagi umat Islam, tidak hanya dari sisi agama, tetapi juga kesehatan, etika, dan spiritualitas.

Ia mengutip Surat Al-Baqarah ayat 173, yang secara tegas melarang konsumsi hewan yang tidak disembelih atas nama Allah. Ia juga menekankan pentingnya memperlakukan hewan dengan baik sebelum disembelih, seperti tidak menyiksanya, memberi makan dan minum, serta menggunakan alat tajam untuk menghindari penderitaan hewan.

"Memilih makanan dari sembelihan halal adalah bentuk nyata ketaatan seorang Muslim dalam menjalankan ajaran Islam, bahkan dalam hal yang tampak sederhana seperti makanan sehari-hari,” tegasnya.

Perwakilan dari Dinas Ketahanan Pangan, Peternakan, dan Perikanan Kota Metro, drh Ruri Aw, M.Sc, juga turut memberikan materi dari sisi kesehatan hewan.

"Hewan yang akan dijadikan kurban harus sehat agar daging yang dihasilkan higienis, bersih dari penyakit dan bakteri, serta lebih tahan lama,” jelasnya.

Kegiatan pelatihan ini menjadi langkah strategis PCNU Metro dalam memastikan pelaksanaan ibadah kurban tahun ini berjalan dengan baik, sesuai syariat, dan memenuhi standar profesionalisme serta kesehatan masyarakat.

Friday, 30 May 2025

Syi’ar Jum’at Wekasan, MWC NU Lowokwaru Gelar Gema Sholawat dan Ngaji Kitab KH. Hasyim Asy’ari

Dokumen: Mahallul Qiyam Sebelum mengawali ngaji rutin Jumat Wekasan

Malang – Jumat, 30 Mei 2025. Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWC NU) Lowokwaru kembali menggelar kegiatan keagamaan dalam rangka menyemarakkan syi’ar Islam Ahlussunnah wal Jama’ah An-Nahdliyah. 

Bertempat di kantor MWC NU Lowokwaru, gema sholawat Nabi Muhammad Saw. berkumandang membahana, mengiringi pembacaan dzikir, shalawat, dan doa bersama. 

Acara yang berlangsung pada pukul 20.00 hingga 21.30 WIB ini menjadi bagian dari rangkaian kegiatan Syi’ar Jum’at Wekasan yang rutin diadakan oleh MWC NU Lowokwaru.

Acara utama malam itu adalah pengajian kitab Adabul ‘Alim wal Muta’allim karya Hadratusy Syaikh KH. Hasyim Asy’ari, pendiri Nahdlatul Ulama.

Ustadz Asyhari saat menyampaikan ngaji kitab Adabul ‘Alim wal Muta’allim

Dengan tema “Keutamaan Ilmu dan Guru”, kajian ini menggugah kembali pentingnya adab dalam menuntut ilmu dan memuliakan guru, sebagaimana menjadi warisan nilai dalam tradisi pesantren dan ke-NU-an.

Kegiatan ini dihadiri oleh para pengurus Syuriah, Tanfidziyah, dan unsur ranting NU se-Lowokwaru. Sebagai bentuk komitmen dalam menjaga dan mengembangkan tradisi keilmuan serta kebudayaan Islam Nusantara, kegiatan ini dikoordinasikan oleh Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia (Lesbumi) MWC NU Lowokwaru.

MWC NU Lowokwaru sendiri merupakan salah satu struktur organisasi NU tingkat kecamatan yang aktif dalam menyebarkan ajaran Ahlussunnah wal Jama’ah di wilayah Lowokwaru, Kota Malang. Melalui kegiatan seperti ini, MWC NU Lowokwaru terus memperkuat identitas ke-NU-an di tengah masyarakat serta mempererat silaturahmi antar warga NU.

Dengan suasana yang khusyuk dan penuh semangat kebersamaan, acara malam itu menjadi momentum penting dalam meneguhkan nilai-nilai keislaman, keindonesiaan, dan kebudayaan yang menjadi ciri khas Nahdlatul Ulama. Kegiatan syi’ar seperti ini diharapkan terus berlanjut dan menjadi ruang perjumpaan spiritual yang menguatkan ukhuwah Islamiyah, ukhuwah wathaniyah, dan ukhuwah insaniyah.

Tuesday, 20 May 2025

240 Peserta Ikuti Pelatihan Tukang Jagal Halal (Kang Jalal) di Ponpes Nasyrul Ulum Trimurjo

Dokumen : Peserta Pelatihan Tukang Jagal Halal (Kang Jalal) LTM NU Lampung Tengah
Trimurjo, Lampung Tengah – Sebanyak 240 peserta dari berbagai daerah mengikuti Pelatihan Tukang Jagal Halal (Kang Jalal) yang digelar oleh LTM NU Lampung Tengah di Pondok Pesantren Nasyrul Ulum 12 A, Kecamatan Trimurjo. Kegiatan ini dihadiri oleh peserta dari Lampung Tengah, Kota Metro, Pesawaran, Pringsewu, hingga Tulang Bawang.

Ketua PCNU Lampung Tengah, KH. Ngasifudin, M.Pd.I, dalam sambutannya menegaskan pentingnya pelatihan ini bagi warga Nahdliyyin. Ia menyebut bahwa program "Kang Jalal" merupakan wadah resmi di bawah NU untuk mengayomi dan meningkatkan kompetensi para tukang jagal.

"Sebagai warga NU, kita harus mengikuti pelatihan resmi yang diselenggarakan oleh NU. Kang Jalal adalah wadah yang tepat untuk itu. Di masa depan, kompetensi tukang jagal halal akan semakin dibutuhkan oleh masyarakat luas. Kami berharap pelatihan ini bisa menjadi contoh bagi PCNU lainnya di Provinsi Lampung dan bahkan bisa go nasional," ujarnya.

Hal senada disampaikan oleh Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Lampung Tengah, Dr. (Cand) H. Maryan Hasan, M.Pd.I. Ia menyebut bahwa penyembelihan hewan bukan sekadar keterampilan teknis, tetapi juga bagian dari ibadah yang memiliki ketentuan syariat yang ketat.

"Pelatihan ini sangat penting agar masyarakat memiliki tukang jagal yang memahami dan menerapkan kaidah syariat. Hal ini tidak hanya berlaku di Rumah Potong Hewan (RPH), tapi juga dalam penyembelihan di rumah, masjid, atau saat acara hajatan," jelasnya.

Salah satu peserta dari Kota Metro, H. Markaban Ilyas, menyambut baik pelatihan ini. Ia mengaku datang ke Lampung Tengah karena di wilayahnya belum ada pelatihan serupa. "Insyaallah, setelah ini kami akan mendorong agar kegiatan serupa dapat diselenggarakan oleh PCNU Kota Metro," katanya.

Sementara itu, Edi Sutoko, peserta dari MWC NU Kecamatan Bekri, menilai pelatihan ini sangat bermanfaat. "Pelatihan ini seharusnya dilakukan secara berkala agar para tukang jagal terbiasa dengan standar kompetensi yang sesuai syariat dan ketentuan pemerintah," tuturnya.

Sekretaris LTM NU Lampung Tengah, Kiai Arman Masdhuqi, menjelaskan bahwa kegiatan ini merupakan bagian dari pelatihan zona tengah. "Jumlah peserta mencapai 240 orang, dan ini menunjukkan antusiasme yang tinggi dari berbagai daerah di Lampung," ungkapnya.

Dengan pelatihan ini, diharapkan semakin banyak tukang jagal halal yang kompeten, berstandar syariat, dan siap melayani masyarakat dengan profesional.

PKL Golden Ansor Sampang: Menyiapkan Kader Perwira yang Siap Berkhidmat

Dokumen : Peserta Pelatihan Kader Lanjutan (PKL) Golden Sampang Jawa Timur
Sampang – Pimpinan Cabang Gerakan Pemuda (GP) Ansor Kabupaten Sampang kembali menggelar Pelatihan Kepemimpinan Lanjutan (PKL) Golden sebagai bagian dari proses kaderisasi tingkat menengah. Kegiatan ini berlangsung di Hotel Wisata Camplong pada Kamis–Ahad, 15–18 Mei 2025, dan diikuti oleh para kader terpilih yang siap ditempa menjadi Perwira Ansor yang tangguh, militan, dan berintegritas.

Ketua PC GP Ansor Sampang, Gus Amin Syafi’, menegaskan bahwa pelatihan ini bertujuan untuk memperkuat pemahaman kader terhadap nilai-nilai dan visi organisasi, sekaligus mempersiapkan mereka sebagai pemimpin masa depan.

“Sahabat-sahabat ini digembleng agar memahami GP Ansor secara lebih mendalam. Jika lulus, mereka akan menjadi Perwira Ansor. Maka dari itu, penting untuk mengikuti setiap materi dengan sungguh-sungguh,” ujarnya.

Dukungan penuh datang dari Ketua PCNU Sampang, KH. Itqon Busiri. Dalam sambutannya, ia mengapresiasi kemandirian Ansor yang semakin berkembang dan mampu menunjukkan eksistensinya sebagai Banom NU yang solid.

“Ansor hari ini semakin jaya. Tidak lagi bergantung pada ‘orang tuanya’, yaitu NU. Saya doakan semoga Ansor terus tumbuh dan dilimpahi keberkahan,” ungkapnya.

Wakil Bupati Sampang, Lora H. Ach. Mahfud Abdul Qodir, juga turut hadir memberikan semangat kepada peserta. Ia bahkan mengungkapkan keinginannya untuk bergabung dalam PKL.

“Insya Allah saya juga ingin ikut PKL. Ansor adalah organisasi pemuda yang penuh nilai-nilai kebaikan dan semangat pengabdian. Semoga Ansor Sampang terus memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat,” harapnya.

Pembukaan PKL dilakukan secara resmi oleh Wakil Ketua Bidang Kaderisasi PW GP Ansor Jawa Timur, Sahabat Samsul Mashudi, yang hadir mewakili Ketua PW GP Ansor Jatim, Sahabat Musaffa Safril. Dalam sambutannya, ia menyampaikan permohonan maaf karena Ketua PW tidak dapat hadir secara langsung, karena menghadiri agenda Pembentukan Patriot Ketahanan Pangan di Jember.

“Kaderisasi berjenjang dari PKD ke PKL bukan sekadar formalitas atau pemenuhan akreditasi. Ini adalah bentuk keseriusan kita dalam mencetak kader-kader militan yang siap berkhidmat dan menggerakkan roda organisasi,” tegasnya.

Salah satu peserta PKL, R. Achmad Habibullah, melaporkan bahwa kegiatan berjalan lancar dan penuh semangat. Ia berharap pelatihan ini benar-benar menjadi titik awal bagi para peserta untuk berkontribusi lebih luas dalam kehidupan sosial keagamaan di Sampang.

Dengan dukungan para tokoh dan semangat peserta yang membara, PKL Golden GP Ansor Sampang diyakini akan melahirkan kader-kader unggulan yang siap menjadi garda terdepan dalam mengemban misi keumatan dan kebangsaan melalui jalur organisasi.

PW GP Ansor Lampung Siap Gelar Pelantikan Kepengurusan Baru, Gaungkan Semangat Regenerasi dan Inovasi

Bandar Lampung — Pimpinan Wilayah Gerakan Pemuda (GP) Ansor Provinsi Lampung akan menggelar pelantikan kepengurusan baru masa khidmat 2024–2028 pada akhir Mei 2025. Lebih dari sekadar seremoni, pelantikan ini menjadi momentum penting regenerasi kader muda Nahdlatul Ulama (NU) sekaligus ajang penguatan visi dan gagasan segar bagi organisasi, masyarakat, dan bangsa.

Ketua PW GP Ansor Lampung, Budi Hadi Yunanto, menyebutkan bahwa pelantikan ini merupakan tonggak awal kebangkitan baru bagi Ansor Lampung.

“Hari ini kita memiliki presiden baru, gubernur baru, dan tentu saja kepengurusan baru. Ini bukan kebetulan. Ini saatnya Ansor menyusun ulang langkahnya, menyelaraskan gerak dengan kebutuhan zaman,” ujar Budi dalam keterangan persnya, Rabu (14/5/2025).

Pelantikan akan berlangsung selama empat hari, dirangkai dengan berbagai kegiatan bermakna. Di antaranya tahlil dan doa bersama untuk keselamatan bangsa, bedah buku, napak tilas sejarah perkembangan NU di Lampung, serta ziarah ke makam tokoh-tokoh NU di Kabupaten Tanggamus.

Sebagai puncak acara, pelantikan resmi akan dilangsungkan untuk jajaran pengurus PW GP Ansor Lampung, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) PW Ansor, serta Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Pemikiran Hukum Islam (LP3H) Ansor.

Lebih lanjut, Budi menegaskan bahwa ke depan Ansor Lampung akan difokuskan sebagai laboratorium kaderisasi yang progresif.

"Kita ingin Ansor bukan hanya kuat secara struktural, tapi juga substantif. Kader-kader kita harus mampu menjawab tantangan zaman—dari isu ekonomi hijau, digitalisasi, moderasi beragama, hingga keberpihakan kepada masyarakat kecil,” ungkapnya.

Salah satu gebrakan yang akan dikenalkan dalam pelantikan ini adalah peluncuran PT Erindo (Energi Residu Indonesia), sebuah badan usaha milik Ansor yang bergerak di bidang energi terbarukan. Inisiatif ini menjadi langkah nyata Ansor dalam merambah sektor strategis demi mendorong kemandirian ekonomi dan inovasi sosial.

“Ansor ke depan bukan hanya bicara soal ideologi dan tradisi, tapi juga harus menjadi lokomotif perubahan sosial yang konkret di tengah masyarakat,” pungkas Budi.

Pelantikan ini dijadwalkan dihadiri oleh sejumlah tokoh penting, seperti Ketua PWNU Lampung, Gubernur Lampung, Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), dan Ketua Umum PP GP Ansor. Acara juga akan diwarnai penyematan tanda kehormatan kepada ketua demisioner serta penyerahan simbolis sertifikat halal sebagai bagian dari penguatan peran kelembagaan GP Ansor.

RMI NU Jatim Gelar Rakorwil Bertepatan dengan Harlah ke-71, Bahas Strategi Memajukan Pesantren

Dokumen: Rakorwil RMINU Jawa Timur di Kantor PWNU Jawa Timur
Surabaya, Selasa 20 Mei 2025 — Bertepatan dengan Hari Lahir ke-71 Rabithah Ma’ahid Islamiyah Nahdlatul Ulama (RMI NU) yang berdiri sejak 20 Mei 1954, Pengurus Wilayah RMI NU Jawa Timur menggelar Rapat Koordinasi Wilayah (Rakorwil) di Surabaya. Kegiatan ini dihadiri oleh perwakilan RMI dari berbagai kabupaten/kota, termasuk dari Kota Malang.

RMI NU Kota Malang diwakili oleh Ketua, Dr. Halimi Zuhdy, dan Sekretaris, Ahmad Zain Fuad, M.Pd. Rakorwil ini membahas berbagai agenda strategis untuk penguatan dan pemberdayaan pesantren di Jawa Timur. Beberapa agenda yang disoroti antara lain percepatan wakaf pesantren, program beasiswa santri PWNU Jatim, serta pengembangan ekonomi berbasis pesantren.

Dalam sambutannya, Ketua RMI NU PWNU Jatim, Gus Hakim, menegaskan pentingnya sinergi antar-PC RMI se-Jawa Timur dalam menyukseskan program-program prioritas. “Kita ingin RMI menjadi pendorong utama kemandirian pesantren. Karena itu, sinergi dan kolaborasi antar daerah menjadi kunci utama,” ujarnya.

Dokumen : Ketua PWRMINU Jawa Timur, Gus Hakim bersama Pengurus RMINU Kota Malang
Selain itu, Rakorwil juga memaparkan sejumlah program unggulan, seperti layanan hotline bantuan hukum bagi pesantren, percepatan layanan EMIS/IJOP, digitalisasi literatur turats, penguatan media digital pesantren, hingga program penyediaan air bersih bagi pondok pesantren. Pemaparan dilakukan langsung oleh para penanggung jawab program dari pengurus RMI NU PWNU Jatim.

Menanggapi ajakan sinergi tersebut, Ketua RMI NU Kota Malang, Dr. Halimi Zuhdy menyatakan kesiapannya: “Kami siap bekerjasama dan berkoordinasi dengan PWNU Jatim demi kemajuan pesantren. Ini sejalan dengan semangat RMI Digdaya: Menuju Pesantren Mandiri dan Unggul.”

Hal senada juga disampaikan Sekretaris RMI NU Kota Malang, Ahmad Zain Fuad, M.Pd. Ia menyambut baik forum silaturahim antar-RMI se-Jawa Timur: “Ini adalah ruang strategis untuk membangun koneksi dan kolaborasi lintas daerah. InsyaAllah, bersama kita bisa mendorong kemajuan pesantren secara lebih luas.”

Rakorwil ini menjadi momentum penting untuk memperkuat jaringan kerja RMI NU di tingkat wilayah, sekaligus mengokohkan posisi pesantren sebagai pilar pendidikan dan peradaban Islam di Indonesia.