HWMI.or.id

Wednesday 17 April 2024

Fakta Sejarah Pendirian NU Oleh Ulama Nusantara

Latar Masalah 

Memperhatikan isi ceramah dari seorang habib yang menjelaskan sejarah didirikannya NU dengan mengaitkan peran Habib Muhammad bin Ahmad al-Mukhdor Bondowoso, sang habib dari Hadramaut Yaman yang hijrah ke Nusantara dan meninggal pada 4 Mei 1926 setelah tiga bulan Jam'iyah Nahdlatul Ulama didirikan pada 31 Januari 1926.

Oknum Habib itu dengan jelas mengatakan bahwa " Habib Muhammad bin Ahmad al-Mukhdor adalah pencetus dan penggagas Nahdlatul Ulama, menunjuk KH Hasyim Asy'ari untuk jadi ketua Nahdlatul ulama, karena al-Habib Muhammad bin Ahmad al-Mukhdor adalah orang Arab, orang luar asing yang oleh Belanda tidak diperbolehkan mendirikan firqoh atau perkumpulan" lalu oknum Habib itu juga mengatakan bahwa " KH. Hasyim Asy'ari awalnya menolak karena hormatnya pada para habaib, hingga tiga kali diminta baru beliau mau jadi ketua NU ". 

Analisa Sejarah 

Begini, Habib Muhammad bin Ahmad al-Mukhdor seorang menantu dari Habib Muhammad Idrus al-Habsy adalah imigran Yaman datang ke Indonesia dan tinggal di Bondowoso, ia lahir 1859 Masehi di Quwaireh Hadramaut, Yaman dan wafat di Bondowoso pada 4 Mei 1926 dan dimakamkan di Surabaya samping mertuanya Habib Idrus al-Habsy.

Umumnya habib yang dari Yaman itu adalah berasal dari sadah Ba'Alawi, mereka mukim di Indonesia dan berkegiatan dagang juga berdakwah, itu berlangsung dari awal abad 19 Masehi hingga sampai berakhirnya masa penjajahan Belanda. 

Mereka ada yang tinggal di Kwitang Jakarta, ada juga yang bermukim di Surabaya dan beberapa daerah di Indonesia.

Sementara Ulama pesantren di Jawa berkegiatan mengajar ilmu-ilmu agama Islam, hingga dikatakan ulama karena kealimannya, rerata ulama tersebut sebagian mesantren di Mekkah Al-Mukarramah di bawah bimbingan masyayikh, muallifin dan mushonifin terutama mengaji di bawah bimbingan Sayyid ulama Hijaz Syaikh Nawawi al-Bantani dan Syaikh Mahfudz Termas, Syaikh Hatib Minangkabau.

Bisa saja telah terjadi interaksi antara para habaib dengan ulama pesantren, atau bisa jadi Habib Muhammad bin Ahmad al-Mukhdor mendatangi Hadrotusyaikh KH Hasyim Asy'ari di Tebuireng Jombang, tetapi apakah bicara tentang jam'iyah, apakah bicara tentang kesadaran kebangkitan atas penjajahan, apakah bicara tentang ide mengorganisir seluruh ulama dan Habaib hingga terbentuknya  suatu organisasi atau perserikatan?.

Era penjajahan yang terpikirkan kemungkinan besarnya adalah bagaimana hidup, bagaimana ibadah, karena itu sedikit yang bicara soal kesadaran kebangkitan, hanya sedikit yang memikirkan nasib tanah airnya. 

Lahirnya Boedi Oetomo 1908 oleh kaum aristokrat seperti Dr. Wahidin Sudirohusodo, dr. Cipto Mangunkusumo adalah sekian kecil dari para bangsawan Jawa yang tergugah untuk melakukan sikap perlawanan atas penjajah.

Lahirnya SDI juga karena melihat ketidakadilan,  pendirinya yakni Husni Thamrin dan H.O.S Cokroaminoto, H. Agus Salim beberapa tokoh yang memiliki sense of responsibilities karena sudah muak melihat aturan kolonial yang berakibat meningkatnya kesengsaraan kaum pribumi.

Semua perkumpulan atau perserikatan yang didirikan kaum pribumi merupakan antiklimaks dari sikap perlawanan pribumi untuk mengusir penjajah Belanda, lain tujuan itu sama sekali tidak, muaranya adalah bagaimana caranya mengusir penjajah.

Sejarah Lahirnya NU

Menurut KH. As'ad Syamsul Arifin, ulama NU yang kharismatik dari Asembagus Situbondo yang juga adalah saksi sejarah lahirnya Jam'iyah Nahdlatul Ulama telah menceritakan ( sumber dari rekaman pidato KH. As'ad Syamsul Arifin), begini.

" Kira-kira tahun 1920, waktu saya ada di Bangkalan Madura, di pondok Kiai Kholil. Adalah Kiai Muntaha Jengkebuan menantu Kiai Kholil, mengundang tamu para ulama dari seluruh Indonesia. 

Secara bersamaan tidak dengan berjanji datang bersama, sejumlah sekitar 66 ulama dari seluruh Indonesia, masing masing-masing ulama melaporkan, dengan kata-kata bagaimana kiai Muntaha? tolong sampaikan kepada Kiai Kholil, saya tidak berani menyampaikannya, ini semua sudah berniat untuk sowan kepada Hadrotusyaikh, tidak ada yang berani kalau bukan anda yang menyampaikannya ". 

Di luar dugaan, ketika Kiai Muntaha hendak menghadap kepada Kiai Kholil di Bangkalan, tiba-tiba kiai Muntaha dan 66 orang kiai itu didatangi oleh Kiai Nasib, suruhan Kiai Kholil dengan menyampaikan ayat yang ke 32 dari al-Quran surat al-Taubat.

Semua dibuat tercengang karena Kiai Kholil justru sudah tahu maksud mereka mau sowan kepadanya, hingga 66 kiai yang di jungkeban tidak jadi sowan kepada Kiai Kholil di Bangkalan, karena mereka sudah puas ada jawaban ayat yang disampaikan oleh kiai Nasib, atas perintah Kiai Kholil.

Pada ahun 1921, dilanjutkan di tahun 1922 ulama ahli Sunnah wal Jama'ah berjumlah 46 orang yang semuanya pengasuh pesantren mengadakan musyawarah di rumah Mas Alwi di Kawatan Surabaya, diantara 46 ulama itu adalah ayahnya Kiai As'ad Syamsul Arifin yaitu Kiai Syamsul Arifin, ada pula Kiai dari pondok Sidogiri, Kiai Hasan Genggong. 

Sementara dari Kudus ada Kiai Raden Asnawi, sisanya dari Jombang, namun musyawarah tersebut tidak menemukan kesimpulan ( sumber rekaman pidato KH. As'ad Syamsul Arifin).

Masih penuturan KH. As'ad Syamsul Arifin, bahwa pada tahun 1924 ia dipanggil gurunya yakni Syaikhona Kholil untuk menemui KH. Hasyim Asy'ari di Tebuireng Jombang, agar membawakan sebuah tongkat dan diberikan kepada KH. Hasyim Asy'ari, disertai pula tugas untuk menyampaikan ayat Al-Qur'an ( 17-21) surat Thoha.

Sesampainya di pesantren Tebuireng, tongkat Syaikhona Kholil diterima oleh KH. Hasyim Asy'ari, dan Kiai Hasyim mengatakan kepada As'ad Syamsul Arifin " alhamdulillah nak, saya ingin mendirikan Jam'iyah ulama, saya teruskan kalau begini dan tongkat ini tongkat Nabi Musa yang diberikan Kiai Kholil kepada saya ".

Masih di tahun yang sama yakni tahu  1924, hanya beda bulan Kiai As'ad Syamsul Arifin ditugaskan kembali oleh gurunya untuk datang kembali ke pesantren Tebuireng, kata Syaikhona Kholil kepada As'ad Syamsul Arifin" As'ad, kesini ! Kamu tidak lupa rumahnya Hasyim, ini tasbih antarkan " lalu disuruh pegang ujung tasbihnya, kemudian Syaikhona Kholil mengucapkan " ya Jabbar ya Jabbar ya Jabbar, ya Qohhar ya Qohhar ya Qohhar ".

Sesampainya di Tebuireng, Kiai As'ad Syamsul Arifin menyerahkan tasbih dan mengucapkan ya Jabar ya Qohhar sesuai yang diperintahkan syaikhona Kholil gurunya, kemudian KH. Hasyim Asy'ari mengatakan kepada kiai As'ad ketika akan menerima tasbih tersebut " Masya Allah, Masya Allah saya diperhatikan betul oleh guru saya, mana tasbihnya ?". 

Lalu KH. Hasyim Asy'ari berucap" siapa yang berani pada jam'iyah ulama akan hancur, siapa yang berani pada ulama akan hancur ".

Pada 31 Januari 1926, bertepatan 16 Rajab 1344 H, pukul 11:15 WITA bertempat di gedung Bubutan Surabaya, Jawa Timur Jam'iyah Nahdlatul Ulama telah lahir sebagai organisasi para ulama yang bermadzhab Ahli Sunnah wal Jama'ah, sekaligus wadahnya kiai-kiai pesantren. 

Meski sebelumnya melalui proses panjang niatan para ulama untuk mendirikan Jam'iyah ulama dari runtutannya sejak tahun 1920, 1921, 1922, 1923 hingga 1924.

Jadi kelahiran Nahdlatul Ulama tidak kala itu langsung jadi di tahun 1926, akan tetapi melalui proses panjang. 

Itupun diinisiasi, digagas, dan digerakan oleh kiai-kiai pesantren seluruh Jawa. Terutama peran KH. Wahab Hasbullah, KH. Ridwan Abdullah, Mas Alwi Abdul Aziz ( kiai ini yang mengusulkan nama Nahdlatul di depan kata Ulama), KH. Dahlan, KH. Raden Asnawi, KH. Maksum, KH. Hasan Genggong, KH. Nawawi Sidogiri.

Diantara para ulama tersebut, figur sentralnya yaitu KH. Hasyim Asy'ari, ulama besar yang ahli hadits, mutafannin, pendiri dan pengasuh Pesantren Tebuireng yang oleh seluruh ulama di Jawa menggelarinya dengan Hadrotusyaikh. 

Berdasarkan restu dan do'anya Syaikhona Kholil Bangkalan, maka Hadrotusyaikh KH. Hasyim Asy'ari memimpin pendirian Jam'iyah Nahdlatul Ulama.

Dengan demikian tidak ada sama sekali peran Habaib di dalam proses pendirian Jam'iyah Nahdlatul Ulama. 

Meskipun ada yaitu Habib Hisyam Pekalongan, buyut Maulana Habib Lutfi Pekalongan itu hanya pada restu beliau kepada Hadrotusyaikh KH. Hasyim Asy'ari dan ikut mendoakannya. Lain itu tidak ada. 

Struktur Awal

Untuk lebih jelas bahwa Jam'iyah Nahdlatul Ulama didirikan oleh para ulama Ahli Sunnah wal Jama'ah, maka saya tuliskan struktur pengurus NU di tahun 1926, yaitu. 

Syuriah

Rois Akbar : Hadrotusyaikh KH. Hasyim Asy'ari

Wakil Rois : KH.  Ahmad Dahlan ( Surabaya )

Katib Awal : KH. Abdul Wahab Hasbullah

Katib Tsani: KH. Abdul Halim Leuwimunding 

A'wan : 

KH. Mas Alwi Abdul Aziz

KH. Ridwan 

KH. Said 

KH. Bisri Sansuri

KH. Abdullah Ubaid

KH. Nachrawi ( Malang)

KH. Amin

KH. Masyhuri 

KH. Nachrawi ( Surabaya)

Mustasyar

KH. Raden Asnawi Kudus

KH. Ridwan ( Semarang)

KH. Mas Nawawi ( Sidogiri)

KH. Muntaha ( Madura)

Syaikh Ghanaim al-Misri 

KH. Raden Hambali

Tanfidziyah

Ketua : H. Hasan Gipo ( Surabaya)

Sekretaris: H. Sidiq ( Pemalang)

Bendahara:

H. Burhan

H. Saleh Syamil

H. Ichsan 

H. Djafar Aiwan

H. Usman 

H. Achzab

H. Nawawi

H. Dahlan 

H. Mangun 

Struktur Pengurus awal Jam'iyah Nahdlatul Ulama tahun 1926 diambil dari sumber buku karya Abu Bakar Atjeh yaitu " Sejarah Hidup KH.A. Wachid Hasyim ", dan dari buku karya Muhammad Rifai yaitu " KH. Hasyim Asy'ari, Biografi Singkat 1871-1947 ". 

Kesaksian Orang Barat 

Adalah Prof. Benhard Dahm dalam bukunya " History of Indonesia in the twentieth Century " telah menjelaskan mengenai figur keulamaan Hadrotusyaikh KH Hasyim Asy'ari Tebuireng. 

" At the same time as the traditional authorities declined in public estimation a new elite came into prominence the hajis and the kyais " 

Sementara Peter Mansfield menggambarkan gerakan ilmiah yang dilakukan oleh KH Hasyim Asy'ari dan ulama lainnya dalam upaya menghadapi bahaya ekspansionisme Eropa, ia mengatakan. 

" The burden of their calls was that they should unite in a great pan islamic movement to face the common danger of Europe pean expansionism"

Jadi dalam kesejarahan di awal abad 20, pergolakan yang tengah terjadi, dan pergulatan dalam upaya kebangkitan tanah air yang digerakkan oleh Hadrotusyaikh KH Hasyim Asy'ari mendapat sorotan dari para sejarawan Barat yang hidup sekurun dengan Hadrotusyaikh. Figur ulama besar tanah Jawa bahkan Nusantara umunya, ada pada sosok Hadrotusyaikh KH Hasyim Asy'ari. 

Kesaksian Orang Barat tersebut kita pahami bahwa derajat Hadrotusyaikh KH Hasyim Asy'ari pasca meninggalnya syaikhona Kholil Bangkalan yang tertinggi dari sekian ulama yang ada di Nusantara, karena kealimannya, kesalehannya, akhlaqnya, dan spiritualitasnya. 

Kita pun tentu tahu bahwa Hadrotusyaikh KH Hasyim Asy'ari adalah keturunan Kanjeng Sunan Giri, Syaikh Sayid Ainul Yaqin bin Syaikh Sayyid Maulana Ishak II, dan itu artinya Kanjeng Sunan Giri berdasarkan Naqob internasional tersambung pada jalur keturunan Saidina Hasan bin Sayyidah Fatimah Az-Zahra binti Nabi Muhammad Rosulillah S.a.w. 

Kesimpulan

Berdasarkan sejarah yang benar dan valid, bahkan sesuai bukti, informasi dari saksi sejarah berdirinya Jam'iyah Nahdlatul Ulama yaitu KH. As'ad Syamsul Arifin tidak disebutkan Habib siapapun dari marga manapun yang ikut mendirikan Jam'iyah Nahdlatul Ulama. 

Penulis : Hamdan Suhaemi

Wakil Ketua PW GP Ansor Banten

Ketua PW Rijalul Ansor Banten

Idaroh Wustho Jatman Banten

Friday 5 April 2024

Membantah Syubhat W4h4b1

Praktik Bid'ah Hasanah para Sahabat Setelah Rasulullah Wafat

Para sahabat sering melakukan perbuatan yang bisa digolongkan ke dalam bid'ah hasanah atau perbuatan baru yang terpuji yang sesuai dengan cakupan sabda Rasulullah SAW:

مَنْ سَنَّ فِى اْلاِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ غَيْرِ اَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُوْرِهِمْ شَيْئًا

Siapa yang memberikan contoh perbuatan baik dalam Islam maka ia akan mendapatkan pahala orang yang turut mengerjakannya dengan tidak mengurangi dari pahala mereka sedikit pun. (HR Muslim)

Karena itu, apa yang dilakukan para sahabat memiliki landasan hukum dalam syariat. Di antara bid'ah terpuji itu adalah:

a. Apa yang dilakukan oleh Sayyidina Umar ibn Khattab ketika mengumpulkan semua umat Islam untuk mendirikan shalat tarawih berjamaah.

Tatkala Sayyidina Umar melihat orang-orang itu berkumpul untuk shalat tarawih berjamaah, dia berkata: "Sebaik-baik bid'ah adalah ini".

Ibn Rajar al- Asqalani dalam Fathul Bari ketika menjelaskan pernyataan Sayyidina Umar ibn Khattab "Sebaik-baik bid'ah adalah ini" mengatakan:

"Pada mulanya, bid'ah dipahami sebagai perbuatan yang tidak memiliki contoh sebelumnya. Dalam pengertian syar'i, bid'ah adalah lawan kata dari sunnah. Oleh karena itu, bid'ah itu tercela. 

Padahal sebenarnya, jika bid'ah itu sesuai dengan syariat maka ia menjadi bid'ah yang terpuji. Sebaliknya, jika bidطah itu bertentangan dengan syariat, maka ia tercela. 

Sedangkan jika tidak termasuk ke dalam itu semua, maka hukumnya adalah mubah: boleh-boleh saja dikerjakan. Singkat kata, hukum bid'ah terbagi sesuai dengan lima hukum yang terdapat dalam Islam".

b. Pembukuan Al-Qur'an pada masa Sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq atas usul Sayyidina Umar ibn Khattab yang kisahnya sangat terkenal.

Dengan demikian, pendapat orang yang mengatakan bahwa segala perbuatan yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah adalah haram merupakan pendapat yang keliru. 

Karena di antara perbuatan-perbuatan tersebut ada yang jelek secara syariat dan dihukumi sebagai perbuatan yang diharamkan atau dibenci (makruh).

Ada juga yang baik menurut agama dan hukumnya menjadi wajib atau sunat. 

Jika bukan demikian, niscaya apa yang telah dilakukan oleh Abu Bakar dan Umar sebagai­mana yang telah dituliskan di atas merupakan perbuatan haram. 

Dengan demikian, kita bisa mengetahui letak kesalahan pendapat tersebut.

c. Sayyidina Utsman ibn Affan menambah adzan untuk hari Jumat menjadi dua kali. Imam Bukhari meriwatkan kisah tersebut dalam kitab Shahih-­nya bahwa penambahan adzan tersebut karena umat Islam semakin banyak. 

Selain itu, Sayyidina Utsman juga memerintahkan untuk mengumandangkan iqamat di atas az-Zawra', yaitu sebuah bangunan yang berada di pasar Madinah.

Jika demikian, apakah bisa dibenarkan kita mengatakan bahwa Sayyidina Utsman ibn Affan yang melakukan hal tersebut atas persetujuan seluruh sahabat sebagai orang yang berbuat bid'ah dan sesat? 

Apakah para sahabat yang menyetu­juinya juga dianggap pelaku bid'ah dan sesat?

Di antara contoh bid'ah terpuji adalah mendirikan shalat tahajud berjamaah pada setiap malam selama bulan Ramadhan di Mekkah dan Madinah, mengkhatamkan Al-Qur'an dalam shalat tarawih dan lain-lain. 

Semua perbuatan itu bisa dianalogikan dengan peringatan maulid Nabi Muhammad SAW dengan syarat semua perbuatan itu tidak diboncengi perbuatan-perbuatan yang diharamkan atau pun dilarang oleh agama. 

Sebaliknya, perbuatan itu harus mengandung perkara-perkara baik seperti mengingat Allah dan hal-hal mubah.

Jika kita menerima pendapat orang-orang yang menganggap semua bid'ah adalah sesat, seharusnya kita juga konsekuen dengan tidak menerima pembukuan Al-Qur'an dalam satu mushaf, tidak melaksanakan shalat tarawih berjamaah dan mengharamkan adzan dua kali pada hari Jumat serta menganggap semua sahabat tersebut sebagai orang-­orang yang berbuat bid'ah dan sesat.

Oleh:

Dr. Oemar Abdallah Kemel

Ulama Mesir kelahiran Makkah al-Mukarromah

Dari karyanya "Kalimatun Hadi’ah fil Bid’ah" yang diterjemahkan oleh PP Lakpesdam NU dengan "Kenapa Takut Bid’ah?"

Wallahu a'lam

Sumber: NU Online

Monday 1 April 2024

Keberkahan Waktu Pagi

Dokumen : Membiasakan anak-anak berktifitas Pagi hari agar kelak terbiasa sampai dewasanya

Waktu pagi merupakan waktu yang berkah, hidup yang membawa kenerkahan adalah hidup yang senantiasa membawa kebaikan, dan kebaikannya cederung bertambah, dan mampu dirasakan kemashlahatanya bagi dirinya maupun orang lain. 

keberkahan waktu pagi, khususnya dalam mengawali aktifitas disebut oleh Allah swt pada salah satu firman-Nya. 

وَإِذْ غَدَوْتَ مِنْ أَهْلِكَ تُبَوِّئُ الْمُؤْمِنِينَ مَقَاعِدَ لِلْقِتَالِ وَاللّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

"Dan (ingatlah), ketika kamu berangkat pada pagi hari dari (rumah) keluargamu akan menempatkan para mukmin pada beberapa tempat untuk berperang." (QS Ali Imran [3]: 121)

Waktu pagi adalah momen paling berkah yang apabila seorang melewatkannya begitu saja maka ia akan kehilangan banyak kebaikan. 

Dari 'Aisyah radhiyallahu 'anha, Nabi shallallhu 'alaihi wa sallam bersabda: "Dua rakaat sholat Fajar (sebelum Subuh) lebih baik dari pada dunia dan seisinya." (HR Muslim)

Ketika Rasulullah pulang sholat Shubuh dari Masjid Nabawi, beliau menasihati putrinya Fathimah Az-Zahra radhiyallahu 'anha. 

Beliau bersabda: "Wahai anakku, bangunlah. Saksikanlah rezeki Tuhan-mu dan janganlah kamu termasuk orang yang lalai, karena Allah memberi rezeki kepada hamba-Nya antara terbit fajar dengan terbit matahari." (HR Imam Ahmad dan Al-Baihaqi)

Rasulullah SAW sangat menaruh perhatian di waktu pagi hingga beliau memanjatkan doa kepada Allah:

اللَّهُمَّ بَارِكْ لأُمَّتِى فِى بُكُورِهَا

"Ya Allah, berkahilah umatku di waktu paginya."

Waktu pagi, waktu yang menggoda untuk merebahkan anggota badan, tidur, bermalas-malasan. Apalagi momen puasa Ramadhan, waktu pagi seakan menjadi waktu yang tepat untuk "balas dendam " karena malamnya habis untuk beribadah. 

Aktifitas apapun itu, semoga kita semua dalam kehidupan kita senantiasa diliputi keberkahan kemaslahatan bagi sesama Makhluq-Nya. Amiin

Allohu A'lam

Thursday 21 March 2024

Fatwa Ulama Salafi Menjawab Ustadz Basalamah Tentang Imsak

Tiap Ramadan selalu muncul pernyataan ustaz-ustaz Salafi yang membid'ahkan Imsak. Hal ini berawal dari Fatwa Syekh Utsaimin. 

Tapi memang para pengikutnya di Indonesia kurang baca kitab-kitab sesama mereka, akhirnya kebenaran hanya dianggap datang dari 1 Syekh saja.

Ada seorang ulama Salafi yang fatwa-fatwanya sering mengutip pendapat Syekh Bin Baz dan lainnya, takhrij hadisnya banyak mengambil dari Syekh Albani. 

Tapi giliran masalah Imsak sebelum azan Subuh justru menilai bukan bid'ah. Karena beliau memakai pendekatan Ilmu Ushul Fikih. Berikut fatwa Syekh Abdullah Al-Faqih:

ﻭﺃﻣﺎ ﻛﻮﻥ اﻹﻣﺴﺎﻙ ﻗﺒﻞ اﻷﺫاﻥ ﺑﺪﻋﺔ ﻓﻠﻴﺲ ﺫﻟﻚ ﺑﺼﺤﻴﺢ ﻷﻥ اﻷﻣﺮ ﻋﻠﻰ اﻹﺑﺎﺣﺔ ﻭﻟﻴﺲ ﻋﻠﻰ اﻟﻮﺟﻮﺏ ﺃﻥ ﻳﺄﻛﻞ ﻭﻳﺸﺮﺏ ﺣﺘﻰ ﻳﻄﻠﻊ اﻟﻔﺠﺮ.

ﻭﻗﺪ ﻛﺎﻥ اﻟﺼﺤﺎﺑﺔ ﻣﻨﻬﻢ ﻣﻦ ﻳﻤﺴﻚ ﻗﺒﻞ اﻟﻔﺠﺮ ﻭﻗﺪ ﺟﺎء ﻓﻲ ﺻﺤﻴﺢ اﻟﺒﺨﺎﺭﻱ ﻋﻦ ﺯﻳﺪ ﺑﻦ ﺛﺎﺑﺖ ﺃﻧﻬﻢ ﻛﺎﻧﻮا ﻳﺘﺴﺤﺮﻭﻥ ﻣﻊ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺛﻢ ﻳﻘﻮﻣﻮﻥ ﻟﻠﺼﻼﺓ ﻓﺴﺌﻞ ﻛﻢ ﻛﺎﻥ ﺑﻴﻦ ﺫﻟﻚ ﻓﻘﺎﻝ: (ﻣﻘﺪاﺭ ﺧﻤﺴﻴﻦ ﺁﻳﺔ.)

"Imsak sebelum azan subuh dianggap bid'ah adalah tidak benar. Sebab perintah dalam ayat adalah kebolehan, bukan kewajiban untuk makan dan minum hingga terbit fajar. Sungguh para Sahabat ada yang sudah Imsak (tidak makan dan minum) sebelum subuh. 

Sudah dijelaskan dalam hadis Bukhari dari Zaid bin Tsabit bahwa mereka sahur bersama Nabi shalallahu alaihi wasallam lalu melaksanakan salat. Setelah ditanya berapa jarak antara makan sahur dan salat subuh, maka dijawab "sekitar 50 ayat" (Fatawa Syabakah Islamiyah, no 1817)

○ Dalil Imsak ada, Ustaz. Anda saja yang tidak tahu.


Penulis : KH. Ma'ruf Khozin

Wednesday 20 March 2024

Dalil Imsak

 Fatwa Syekh Hasanain Muhammad Makhluf, Mufti Agung Mesir. 

Tertanggal: Ramadhan 1368 H/Juni 1949

السؤال

 جرت عادة الناس أنه لا يكفون عن تناول الأكل والشرب وسائر المفطرات ليلا حتى أذان الفجر ومعلوم أن هناك إمساك والفرق بينه وبين الفجر عشرون دقيقة فهل يمسك الصائم حسب الإمساك أم حسب الفجر.

وهل ما كان يفعله الرسول ﷺ من قراءة خمسين آية بعد الإمساك ويؤذن بعد ذلك للفجر هل هذا من الفضائل أم دليل قاطع على عدم إباحة تعاطى مفطر فى هذه الفترة

Pertanyaan:

Tradisi masyarakat bahwa mereka tidak menghindari makan, minum, dan melakukan hal-hal yang membatalkan puasa di malam hari hingga adzan fajar. Dan sebagaimana diketahui bahwa di sana terdapat waktu imsak, yang perbedaannya dengan waktu fajar (subuh) 20 menit. Lantas apakah orang yang berpuasa itu menahan diri berdasar waktu imsak atau waktu fajar? 

Dan apakah yang dilakukan Rasulullah ﷺ seperti pembacaan 50 ayat setelah imsak, lalu adzan fajar dikumandangkan setelah itu, apakah aktifitas itu termasuk fadhilah (keutamaan) atau dalil pasti untuk tidak boleh melakukan hal-hal yang membatalkan puasa di waktu tersebut?

الجواب

Jawab:

 إن الأكل والشرب فى ليلة الصيام مباح إلى أن يتبين الخيط الأبيض من الخيط الأسود من الفجر وهو سواد الليل وبياض النهار كما بينه رسول الله ﷺ فى حديث عدى بن حاتم وعن عائشة رضى الله عنها

Makan dan minum di malam ramadhan itu masih diperbolehkan hingga jelas terbit fajar sebagaimana dijelaskan Rasulullah ﷺ dalam hadis riwayat Adi bin Hatim dari Sayyidah Aisyah Radhiyallahu 'anha

 أن بلالا كان يؤذن بليل فقال رسول الله ﷺ كلوا واشربوا حتى يؤذن ابن أم مكتوم فإنه لا يؤذن حتى يطلع الفجر

Bahwasanya Bilal itu senantiasa adzan di waktu malam. Lalu Rasulullah ﷺ bersabda: Makan dan minumlah hingga Ibnu Ummi Maktum adzan, karena dia tidak adzan kecuali setelah fajar terbit. 

 فأفاد ذلك أن غاية إباحة الأكل والشرب هى طلوع الفجر وهو الفجر الصادق فيحل له أن يأكل ويشرب إلى قبيل طلوعه بأيسر زمن ويحرم عليه الأكل والشرب إذا طلع الفجر 

Faedah hadits ini adalah bahwa akhir diperbolehkan makan dan minum adalah terbitnya fajar shadiq. Oleh karena itu, ia diperbolehkan makan dan minum hingga menjelang terbit fajar, dan diharamkan makan dan minum ketika telah terbit fajar. 

فإن أكل وشرب على ظن عدم طلوعه ثم ظهر أنه كان قد طلع فسد صومه وعليه القضاء فقط عند الحنفية

Oleh karena itu, jika dia makan dan minum atas dasar dugaan bahwa fajar belum terbit, kemudian nyata bahwa fajar telah terbit, maka puasanya batal dan ia diwajibkan mengqadha (mengganti puasanya) saja menurut Ulama Hanafiyyah. 

 ويستحب تأخير السحور بحيث يكون بين الفراغ منه وبين الطلوع مقدار قراءة خمسين آية من القرآن كما فى حديث زيد بن ثابت رضى الله عنه قال تسحرنا مع النبى ﷺ ثم قام إلى الصلاة وكان بين الآذان والسحور قدر خمسين آية

Sementara itu, disunnahkan mengakhirkan makan sahur dimana jeda selesainya sahur dan terbitnya fajar itu kira-kira sekadar pembacaan 50 ayat al-Quran sebagaimana tersebut dalam hadits riwayat Zaid bin Tsabit Radhiyallahu 'anhu, beliau berkata: Kami makan sahur bersama Nabi ﷺ kemudian beliau berdiri untuk shalat, saat itu antara adzan dan sahur sekira 50 ayat. 

 قال الحافظ ابن حجر فى الفتح (وهذا متفق عليه فينبغى العمل به وعدم العدول عنه لكونه أفضل وأحوط)، وقال صاحب البدائع إنه يستحب تأخير السحور وأن محل استحبابه إذا لم يشك فى بقاء الليل فإن شك فى بقائه كره الأكل فى الصحيح.

Al-Hafidz Ibn Hajar dalam Fathul Bari berkata:

Hadits ini disepakati Bukhari-Muslim, oleh karenanya seyogyanya diamalkan dan tidak ditinggalkan karena hal itu lebih utama dan lebih hati-hati.¹

Sedangkan Penulis kitab Badâ-i'ush shanâ-i' berkata: disunnahkan mengakhirkan makan sahur. Dan posisi kesunnahan itu ketika tidak ragu-ragu masih berlangsungnya waktu malam, sehingga jika ia ragu-ragu masih berlangsungnya waktu malam, maka hukumnya makruh makan dalam pendapat yang shahih. 

ومن هذا يعلم أن الإمساك لا يجب إلا قبل الطلوع وأن المستحب أن يكون بينه وبين الطلوع قدر قراءة خمسين آية ويقدر ذلك زمنا بعشر دقائق تقريبا ومن هذا يعلم الجواب عن السؤال حيث كان الحال كما ذكر به والله أعلم

Dari sinilah diketahui bahwa imsak itu tidak wajib kecuali sebelum (la'alash shawab: setelah) terbitnya fajar dan bahwasanya disunnahkan antara (selesainya makan sahur) dan terbit fajar itu kira-kira sekadar pembacaan 50 ayat yang lamanya kira-kira 10 menit. 

Dari sini, diketahui jawaban atas pertanyaan diatas dimana keadaannya sebagaimana tersebut. 

Wallahu a'lam

NB:

¹ Redaksi di atas tidak saya temukan dalam kitab Fathul Bari karya Ibnu Hajar al-Asqalani, tetapi tersebut dalam al-Fath al-Rabbani karya Syekh Ahmad bin Abdirrahman al-Sâ'ati

Penulis: Nur Hasim -

Monday 18 March 2024

Hadis Keutamaan Tarawih Di Kitab Durrotun Nashihin

Kok bisa kitab ini dikaji di sebagian pesantren tapi isinya ada yang ditolak? Ah, kayak kurang 'debatnya' di Bahtsul Masail. 

Beberapa teman LBM pernah menyampaikan dalil di Bahtsul Masail dengan rujukan Kitab Fiqhus Sunah, ternyata ditolak oleh mayoritas musyawirin. Inilah gambaran ada sebuah kitab yang isinya tidak sepenuhnya diterima.

Kitab Durroh ini sudah dikaji takhrij hadisnya oleh kiai-kiai kalangan kita sendiri. Kiai Najih Sarang, putra Kiai Maimun Zubair, memberi catatan pada hadis keutamaan Tarawih ini dengan penilaian "Tidak kami temukan rujukan/ sumber haditsnya". 

Ada lagi disertasi almarhum Dr. Lutfi Fathullah tentang hadis-hadis dalam kitab Durroh dengan kesimpulan, 30% dari 839 hadis di dalamnya ternyata berkategori palsu. 

Temuan beliau sudah disidangkan di hadapan para ulama yang membimbing disertasinya. Kalau bisa silahkan anda membantah balik dengan menemukan sanad hadisnya.

Ilmu hadis ini lebih njlimet dan ruwet dari pada ilmu lainnya. Al-Baihaqi misalnya, beliau sudah berjanji tidak akan mencantumkan perawi pendusta di kitabnya. 

Tapi oleh Al-Hafidz As-Suyuthi masih dijumpai perawi pendusta tersebut. Di kitab kitab lainnya ternyata perawi pendusta ini masih dicantumkan oleh As-Suyuthi. 

Kok tahu? Ya, saya sedang mengkaji hadis-hadis kitab Al-Jami' Ash-Shaghir karya Imam As-Suyuthi. Menurut Syekh Albani ada 1000 hadis palsu. Menurut Syekh Al-Ghummari ada sekitar 400 hadis palsu.

Meski demikian Syekh al-Ghummari masih berhusnuzan:

بل من الاحاديث التي ذكرها فيه ما جزم هو نفسه بوضعه إما بإقراره حكم ابن الجوزي بوضعه وهو في اللألي المصنوعة .... اما سهوا او نسيانا وهو الغالب على الظن به واما لتغير رأيه ونظره

Bahkan di antara hadis yang disebutkan ada hadis yang diakui sendiri oleh As-Suyuthi sebagai hadis palsu, ada kalanya dengan menerima penilaian palsu oleh Ibnu Jauzi.... As-Suyuthi adakalanya karena lupa atau lalai, ini yang jadi prasangka kuat, atau karena berubah pendapatnya (Al-Mughir, 32)

Kalau saya pribadi tawaquf, tidak mau menerima hadis yang belum bisa dibuktikan jalur sanadnya. Malu kawan, kemana-mana ngaku punya sanad, giliran hadis keutamaan Tarawih tidak ada sanadnya tapi masih disebarkan. 

- KH. Ma'ruf Khozin -

Sunday 17 March 2024

KH Ma'ruf Khozin : Catatan Penting Ngaji Muhadzab karya Syekh Abu Ishaq al-Syirazi (w. 476 AH/1083 AD)


Alhamdulillah saya menikmati betul ngaji Muhadzab ini. Sampai membatin di dalam hati "Andai mereka yang mempunyai slogan kembali ke Qur'an dan Hadits mau baca kitab Muhadzab ini bersama Syarahnya, niscaya mereka akan tahu bagaimana Mazhab Syafi'i ini juga dibangun di atas pondasi Qur'an dan hadits".

Berikut penekanan Imam Syafi'i:

قَالَ الشَّافِعِي : أَصْلُ مَا نَذْهَبُ إِلَيْهِ ، أَنَّ أَوَّلَ مَا يُبْدَأُ بِقَوْلِهِ وَفِعْلِهِ مَا كَانَ فيِ كِتَابِ اللهِ أَوْ سُنَّةِ رَسُوْلِهِ صلى الله عليه وسلم 

Syafii berkata: “Dasar rujukan kami berawal dari kitab Allah (al-Quran) dan Sunah Rasulullah” (al-Baihaqi, Ma’rifat al-Sunan wa al-Atsar 2/402)

Ini juga diakui oleh muridnya:

يَقُوْلُ أَحْمَدُ بْنُ حَنبَلَ كَانَتْ أَنْفُسُ أَصْحَابِ الْحَدِيْثِ فِي أَيْدِي أَبِي حَنِيْفَةَ مَا تَبَرَّحَ حَتَّى رَأَيْنَا الشَّافِعِيَّ وَكَانَ أَفْقَهَ النَّاسِ فيِ كِتَابِ اللهِ وَفِي سُنَةِ رَسُوْلِهِ 

Ahmad bin Hanbal berkata: “Ahli hadis yang paling baik awalnya ada di tangan Abu Hanifah. Hingga kami melihat Syafii, ia orang yang paling mengerti al-Quran dan Hadis” (Hilyat al-Auliya’ 9/98)

Karena puasa saya tidak mau mancing polemik. Saya akan membuat catatan yang berguna bagi saya atau siapapun yang akan bersentuhan dengan kitab Muhadzab:

1. Metode Penulisan Kitab

Imam Syirazi sudah menegaskan kerangka kitab yang akan beliau tulis

ﻫﺬا ﻛﺘﺎﺏ ﻣﻬﺬﺏ ﺃﺫﻛﺮ ﻓﻴﻪ - ﺇﻥ ﺷﺎء اﻟﻠﻪ - ﺃﺻﻮﻝ ﻣﺬﻫﺐ اﻟﺸﺎﻓﻌﻲ ﺭﺣﻤﻪ اﻟﻠﻪ ﺑﺄﺩﻟﺘﻬﺎ ﻭﻣﺎ ﺗﻔﺮﻉ ﻋﻠﻰ ﺃﺻﻮﻟﻪ ﻣﻦ اﻟﻤﺴﺎﺋﻞ اﻟﻤﺸﻜﻠﺔ ﺑﻌﻠﻠﻬﺎ

"Kitab ini adalah sebuah penjernihan, insyaallah saya akan menyampaikan dasar-dasar pokok Mazhab Syafi'i bersama dalilnya kemudian pengembangan yang terdiri dari permasalahan yang rumit beserta alasannya"

Permasalahan Fikih menjadi berkembang adalah soal biasa. Dan sudah maklum masalah tersebut tidak dijelaskan di dalam hadis. Misalnya di dalam kitab PDF ini Imam Syafi'i menghukumi makruh penggunaan emas dan perak sebagai tempat makan dan minum, makruhnya lebih dekat pada haram karena kuatnya dalil.

Ulama Syafi'iyah mengajukan masalah, bagaimana kalau piring dan gelas yang terbuat dari emas tersebut tidak dipakai, hanya dikoleksi saja? Ulama Syafi'iyah berbeda pendapat dengan argumen masing-masing dan tidak ada nash hadis secara langsung, baik yang mengharamkan atau membolehkan.

2. Pemakaian Istilah

Ketika Imam Syirazy menampilkan perbedaan pendapat beliau menggunakan dua macam:

Pertama Qaul dan derivasinya, seperti Aqwal. Kalimat ini digunakan untuk pendapat yang disampaikan oleh Imam Syafi'i, baik antara pendapat yang lampau (saat di Baghdad, pendapat yang direvisi) maupun sama-sama pendapat yang baru (setelah berdomisili di Mesir). 

Ketentuan ini dikarenakan hampir semua yang disampaikan dengan kalimat Qaul-Aqwal selalu dibarengi dengan riwayat para murid Imam Syafi'i, seperti Harmalah, Al-Muzani (seperti di gambar PDF), Al-Buwaithi, Rabi' Al Muradi atau Rabi' Al Jaizi, dan lainnya.

Kedua penggunaan pendapat Wajhun-Wajhani-Aujuh, adalah pendapat dari ulama Syafi'iyah. Kadang Imam Syirazy menyebut namanya, tapi kadang tidak. Biasanya lebih rinci dijelaskan oleh Imam Nawawi di kitab Majmu'nya.

3. نظرت

Kalimat ini sering disampaikan oleh Imam Syirazi ketika menyampaikan satu persoalan yang perlu dirinci. Guru-guru saya tidak ada yang sama cara bacanya. Ada yang membaca NadzarTu. Ada lagi yang baca NadzarTa. Ada juga yang menjadikan sebagai mabni majhul, dibaca Nudzirat dengan menjadikan "Masalah" sebagai failnya.

4. Mengamalkan Qaul Qadim

Imam Syirazy cukup sering mengutip dua pendapat Imam Syafi'i pada qaul qadim dan jadid. Kebanyakan memang yang beliau nilai sahih adalah qaul jadid. Saya pun mengingatkan agar tidak gampangan mengamalkan qaul qadim yang direvisi, contohnya riwayat qaul qadim yang membolehkan wudhu' dengan air musta'mal. 

Aturan mengamalkan qaul qadim harus berdasarkan ijtihad ulama Syafi'iyah seperti Imam Nawawi. Di Mukadimah Majmu' dijelaskan bahwa sekitar 20 dalil permasalahan yang dinilai lebih kuat oleh Imam Nawawi sehingga dijadikan pandangan resmi Mazhab Syafi'i, selainnya menggunakan qaul jadid.

Tuesday 12 March 2024

Jumlah Roka’at Tarawih Menurut 4 Madzhab

Ada beberapa pendapat mengenai bilangan rakaat yang dilakukan kaum muslimin pada bulan Ramadhan sebagai berikut:

1. Madzhab Hanafi Sebagaimana dikatakan Imam Hanafi dalam kitab Fathul Qadir bahwa Disunnahkan kaum muslimin berkumpul pada bulan Ramadhan sesudah Isya’, lalu mereka shalat bersama imamnya lima Tarawih (istirahat), setiap istirahat dua salam, atau dua istirahat mereka duduk sepanjang istirahat, kemudian mereka witir (ganjil).

Walhasil, bahwa bilangan rakaatnya 20 rakaat selain witir jumlahnya 5 istirahat dan setiap istirahat dua salam dan setiap salam dua rakaat = 2 x 2 x 5 = 20 rakaat. 

2. Madzhab Maliki Dalam kitab Al-Mudawwanah al Kubro, Imam Malik berkata, Amir Mukminin mengutus utusan kepadaku dan dia ingin mengurangi Qiyam Ramadhan yang dilakukan umat di Madinah. 

Lalu Ibnu Qasim (perawi madzhab Malik) berkata “Tarawih itu 39 rakaat termasuk witir, 36 rakaat tarawih dan 3 rakaat witir” lalu Imam Malik berkata “Maka saya melarangnya mengurangi dari itu sedikitpun”.

Aku berkata kepadanya, “inilah yang kudapati orang-orang melakukannya”, yaitu perkara lama yang masih dilakukan umat.

Dari kitab Al-muwaththa’, dari Muhammad bin Yusuf dari al-Saib bin Yazid bahwa Imam Malik berkata, “Umar bin Khattab memerintahkan Ubay bin Ka’ab dan Tamim al-Dari untuk shalat bersama umat 11 rakaat”. 

Dia berkata “bacaan surahnya panjang-panjang” sehingga kita terpaksa berpegangan tongkat karena lama-nya berdiri dan kita baru selesai menjelang fajar menyingsing. Melalui Yazid bin Ruman dia berkata, “Orang-orang melakukan shalat pada masa Umar bin al-Khattab di bulan Ramadhan 23 rakaat”.

Imam Malik meriwayatkan juga melalui Yazid bin Khasifah dari al-Saib bin Yazid ialah 20 rakaat. Ini dilaksanakan tanpa wiitr. Juga diriwayatkan dari Imam Malik 46 rakaat 3 witir. Inilah yang masyhur dari Imam Malik.

3. Madzhab as-Syafi’i Imam Syafi’i menjelaskan dalam kitabnya Al-Umm, “bahwa shalat malam bulan Ramadhan itu, secara sendirian itu lebih aku sukai, dan saya melihat umat di madinah melaksanakan 39 rakaat, tetapi saya lebih suka 20 rakaat, karena itu diriwayatkan dari Umar bin al-Khattab.

Demikian pula umat melakukannya di makkah dan mereka witir 3 rakaat. Lalu beliau menjelaskan dalam Syarah al-Manhaj yang menjadi pegangan pengikut Syafi’iyah di Al-Azhar al-Syarif, Kairo Mesir bahwa shalat Tarawih dilakukan 20 rakaat dengan 10 salam dan witir 3 rakaat di setiap malam Ramadhan.

4. Madzhab Hanbali Imam Hanbali menjelaskan dalam Al-Mughni  suatu masalah, ia berkata, “shalat malam Ramadhan itu 20 rakaat, yakni shalat Tarawih”, sampai mengatakan, “yang terpilih bagi Abu Abdillah (Ahmad Muhammad bin Hanbal) mengenai Tarawih adalah 20 rakaat”. 

Menurut Imam Hanbali bahwa Khalifah Umar ra, setelah kaum muslimin dikumpulkan (berjamaah) bersama Ubay bin Ka’ab, dia shalat bersama mereka 20 rakaat.

Dan al-Hasan bercerita bahwa Umar mengumpulkan kaum muslimin melalui Ubay bin Ka’ab, lalu dia shalat bersama mereka 20 rakaat dan tidak memanjangkan shalat bersama mereka kecuali pada separo sisanya. 

Maka 10 hari terakhir Ubay tertinggal lalu shalat dirumahnya maka mereka mengatakan, “Ubay lari”, diriwayatkan oleh Abu Dawud dan as-Saib bin Yazid.

Kesimpulan Dari apa yang kami sebutkan itu kita tahu bahwa para ulama’ dalam empat madzhab sepakat bahwa bilangan Tarawih 20 rakaat. Kecuali Imam Malik karena ia mengutamakan bilangan rakaatnya 36 rakaat atau 46 rakaat. 

Tetapi ini khusus untuk penduduk Madinah. Adapun selain penduduk Madinah, maka ia setuju dengan mereka juga bilangan rakaatnya 20 rakaat.

Para ulama ini beralasan bahwa shahabat melakukan shalat pada masa khalifah Umar bin al-Khattab ra di bulan Ramadhan 20 rakaat atas perintah beliau. 

Juga diriwayatkan oleh al-Baihaqi dengan sanad yang shahih dan lain-lainnya, dan disetujui oleh para shahabat serta terdengar diantara  mereka ada yang menolak. 

Karenanya hal itu menjadi ijma’, dan ijma’ shahabat itu menjadi hujjah (alasan) yang pasti sebagaimana ditetapkan dalam Ushul al-Fiqh.

Penulis: KH Muhaimin Zen Ketua Umum Pengurus Pusat Jam’iyyatul Qurra’ wal Huffadz (JQH) NU

Sunday 10 March 2024

Mengapa di Mesir tidak ada Polemik hisab-rukyah dan tidak ada perbedaan Hari Raya?

_________________

Catatan: KH Abdul Ghofur Maimoen 

Menjaga Kebersamaan Lebih Penting Ketimbang Pendapat Pribadi

Di Al Azhar Mesir, saya bertemu dengan sejumlah guru yang mengesankan. Salah satunya adalah Syekh Prof. Dr. Musa Syāhīn Lāsyīn. Ia adalah guru besar di bidang Hadis. 

Di antara karyanya yang populer adalah Fatḥ al Mun’īm fī Syarḥ Ṣaḥīḥ Muslim dan Al Manhal al Ḥadīṡ fī Syarḥ Aḥādīṡ al Bukhāriyy. Penampilannya bersahaja, ramah, dan terbuka saat memberi kuliah. 

Pagi itu adalah awal Ramadhan. Saya ke kampus dan masuk di ruang perkuliahannya. Ia bertanya kepada santri-santrinya, kapan memulai puasa Ramadhan. 

Tentu saja kami memulai puasa di hari itu. Tak ada tradisi berbeda memulai puasa di sini. Semua seragam, sesuai dengan pengumuman Pemerintah. 

Hal yang tak saya duga, tiba-tiba ia menyampaikan bahwa menurutnya puasa Ramadhan seharusnya dimulai kemaren sesuai perhitungan hisab. Ia tampak lebih menyetujui metode hisab ketimbang rukyah. 

Akan tetapi, Pemerintah mengumumkan puasa hari ini, dan ia lebih memilih mengikutinya ketimbang mempertahankan pendapat pribadinya.[1]

Sikapnya ini ia sampaikan juga dalam karnya, Fatḥ al Mun’īm fī Syarḥ Ṣaḥīḥ Muslim. Dalam karyanya ini, setelah menyampaikan argumentasinya yang tampak sangat jelas membela metode hisab ia mengakhirnya dengan statemen bahwa pada akhirnya masyarakat diharuskan mengikuti keputusan hakim (pemerintah). 

Hakim yang (kelak akan) mempertanggung jawabkan ijtihad dan keputusannya di hadapan Allah. Selain yang melihat hilal dan pengguna hisab harus mengikuti pemerintah.[2]

Sepertinya, Indonesia membutuhkan banyak tokoh seperti beliau. Harapan banyak masyarakat agar kita memiliki lebaran yang sama, Ramadhan yang sama dan Idul Adha yang sama saya kira sangat besar. 

Rasanya itu hanya bisa terwujud jika tokoh-tokohnya memiliki kerendahan hati bahwa ijtihadnya bukanlah kebenaran mutlak yang harus dipertahankan mati-matian meski harus mengorbankan kebersamaan umat yang tentu saja jauh lebih penting. 

Mahasiswa Indonesia di Mesir beragam latar-belakangnya. Mungkin kebanyakan mereka berafiliasi pada organisasi-organisasi besar di Nusantara. Selama di Mesir, tak pernah saya mendengar ada friksi hisab-rukyah. 

Apapun keputusan Pemerintah diikuti oleh semuanya. Tak ada yang mempersoalkan metode yang digunakannya. Sama halnya dengan jamaah haji Indonesia saat berada di Arab Saudi. 

Semua dengan latar belakangnya yang sangat beragam juga patuh menjalankan keputusan Pemerintah Saudi dalam penentuan wukuf di Arafah. 

Secara sederhana dapat kita pahami, bahwa mereka sebetulnya meyakini bahwa keputusan yang diambil oleh Pemerintah Mesir dan Pemerintah Saudi dapat dibenarkan dan sah diikuti, meski mungkin tidak sama dengan pendapat pribadi sebagian mahasiswa dan jamaah haji. Tampaknya, pendapat pribadi saat di luar negeri tidak tersemai dalam tanah yang subur sehingga tidak muncul. 

Syekh Yusuf Al Qardhawi dalam bukunya, Aṣ Ṣaḥwah al Islāmiyyah baina al Ikhtilāf al Masyrū’ wa at Tafarruq al Mażmūm, membagi perbedaan pendapat ke dalam dua kategori. Pertama perbedaan pendapat dengan latar belakang khuluqiyyah, latar belakang akhlak. Kedua perbedaan pendapat dengan latar belakang fikriyyah, murni sudut pandang pemikiran. 

Perbedaan pertama sangat tercela. Ia lahir dari kesombongan, membanggakan diri, fanatik terhadap tokoh atau kelompok dan organisasi tertentu. Untuk menghindarinya sangat dibutuhkan kerendahan hati. Sementara perbedaan kedua lahir dari berbagai sudut pandang, kecenderungan berpikir dan orientasi diri. Semoga perbedaan yang terjadi selama ini murni perbedaan fikriyyah, bukah khuluqiyyah.[3]

Mohon maaf, sekedar menyampaikan harapan-harapan. Semoga tidak semakin menambah kekeruhan.  

Wallāhu a’lam bi aṣ ṣawāb.

[1] Mencoba mengingat-ingat memori masa lalu. Wallāhu a’lam. 

[2] Lihat: Fatḥ al Mun’īm fī Syarḥ Ṣaḥīḥ Muslim, jilid 4, hal. 507.

وأولاً وأخيراً الناس ملزمون بحكم الحاكم، والحاكم مسئول أمام الله عن اجتهاده وحكمه، فإن استقر عنده صحة شهادة الشاهد المثبت حكم بثبوت الهلال وإن نفاه أهل الحساب، وإن استقر عنده صحة إثبات الحساب لوجود الهلال حكم بثبوته وإن نفاه المتراءون. والأمر في استقرار النفي عنده كذلك. وحكم الحاكم واجب الطاعة في حق غير الرائي وفي حق غير الحاسب باتفاق العلماء، أما الرائي والحاسب فيلزمان بالعمل بعلمهما. والله أعلم.

[3] Aṣ Ṣaḥwah al Islāmiyyah baina al Ikhtilāf al Masyrū’ wa at Tafarruq al Mażmūm, hal. 12—13 

Nuṣūṣ Al Akhyār adalah karya KH. Maimoen Zubair yang berisi teks-teks dari ulama-ulama terbaik dengan berbagai komentar dari beliau. 

Salah satu komentarnya adalah bahwa menyatukan umat Islam dalam puasa, idul fitri dan syiar-syiar lainnya adalah tuntutan abadi. 

Minimal harus ada upaya serius untuk menyatukan umat Islam dalam satu wilayah. Dalam satu wilayah sebagian umat puasa berbeda hari karena beranggapan telah masuk Ramadhan, dan sebagian lainnya masih berbuka karena beranggapan masih berada di bulan Sya'ban, adalah kenyataan yang tak boleh diterima. 

Kemudian di akhir Ramadhan, sebagian masih puasa dan sebagian lainnya telah berlebaran. Ini juga kondisi yang tak boleh diterima. Salah satu kesepakatan ulama adalah bahwa keputusan hakim atau waliyyul amri menghapus perbedaan pendapat. []

Saturday 24 February 2024

Doa Apa Saja Di Malam Nishfu Syaban?

Riwayat Sahabat berikut ini menunjukkan bahwa di malam Nishfu Sya'ban dianjurkan untuk berdoa:

ﻋﻦ اﺑﻦ ﻋﻤﺮ، ﻗﺎﻝ: " ﺧﻤﺲ ﻟﻴﺎﻝ ﻻ ﻳﺮﺩ ﻓﻴﻬﻦ اﻟﺪﻋﺎء: ﻟﻴﻠﺔ اﻟﺠﻤﻌﺔ، ﻭﺃﻭﻝ ﻟﻴﻠﺔ ﻣﻦ ﺭﺟﺐ، ﻭﻟﻴﻠﺔ اﻟﻨﺼﻒ ﻣﻦ ﺷﻌﺒﺎﻥ، ﻭﻟﻴﻠﺔ اﻟﻌﻴﺪ ﻭﻟﻴﻠﺔ اﻟﻨﺤﺮ "

Ibnu Umar berkata bahwa ada 5 malam yang tidak akan tertolak doanya, malam jumat, awal malam Rajab, malam Nishfu Sya'ban, dan 2 malam hari raya (Al-Baihaqi dalam Syuabul Iman)

Doa apa saja? Ada beberapa hadits atau Riwayat dari ulama Salaf:

1. Ampunan dan Rahmat 

ﺇﻥ اﻟﻠﻪ ﻳﻄﻠﻊ ﻋﻠﻰ ﻋﺒﺎﺩﻩ ﻓﻲ ﻟﻴﻠﺔ اﻟﻨﺼﻒ ﻣﻦ ﺷﻌﺒﺎﻥ ﻓﻴﻐﻔﺮ ﻟﻠﻤﺴﺘﻐﻔﺮﻳﻦ ﻭﻳﺮﺣﻢ اﻟﻤﺴﺘﺮﺣﻤﻴﻦ

(ﻫﺐ) ﻋﻦ ﻋﺎﺋﺸﺔ.

Hadits : "Sungguh Allah melihat hambaNya di malam Nishfu Sya'ban. Lalu Allah memberi ampunan kepada orang yang meminta ampunan dan memberi rahmat kepada orang yang meminta rahmat" (HR Baihaqi)

2. Setiap Permintaan

ﻋﻦ ﻋﺜﻤﺎﻥ ﺑﻦ ﺃﺑﻲ اﻟﻌﺎﺹ، ﻋﻦ اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ، ﻗﺎﻝ: " ﺇﺫا ﻛﺎﻥ ﻟﻴﻠﺔ اﻟﻨﺼﻒ ﻣﻦ ﺷﻌﺒﺎﻥ ﻧﺎﺩﻯ مناد : ﻫﻞ ﻣﻦ ﻣﺴﺘﻐﻔﺮ ﻓﺄﻏﻔﺮ ﻟﻪ، ﻫﻞ ﻣﻦ ﺳﺎﺋﻞ ﻓﺄﻋﻄﻴﻪ ﻓﻼ ﻳﺴﺄﻝ ﺃﺣﺪ ﺷﻴﺌﺎ ﺇﻻ ﺃﻋﻄﻲ ﺇﻻ ﺯاﻧﻴﺔ ﺑﻔﺮﺟﻬﺎ ﺃﻭ ﻣﺸﺮﻙ "

Hadits : "Jika tiba malam Nishfu Sya'ban maka ada yang berseru "Adakah yang meminta ampunan, Aku ampuni. Adakah yang meminta sesuatu, Aku kabulkan. Tidak ada seorang pun yang meminta kecuali Aku kabulkan. Kecuali pezina dan orang musyrik" (HR Al-Baihaqi)

3. Minta Husnul Khatimah

Al-Hafidz As-Suyuthi mengutip Riwayat hadis berikut dalam Al-Jami' Ash-Shaghir:

ﻓﻲ ﻟﻴﻠﺔ اﻟﻨﺼﻒ ﻣﻦ ﺷﻌﺒﺎﻥ ﻳﻮﺣﻲ اﻟﻠﻪ ﺇﻟﻰ ﻣﻠﻚ اﻟﻤﻮﺕ ﻳﻘﺒﺾ ﻛﻞ ﻧﻔﺲ ﻳﺮﻳﺪ ﻗﺒﻀﻬﺎ ﻓﻲ ﺗﻠﻚ اﻟﺴﻨﺔ (اﻟﺪﻳﻨﻮﺭﻱ ﻓﻲ اﻟﻤﺠﺎﻟﺴﺔ) ﻋﻦ ﺭاﺷﺪ ﺑﻦ ﺳﻌﺪ ﻣﺮﺳﻼ.

"Di malam Nishfu Sya’ban Allah memberi wahyu kepada malaikat maut untuk mencabut nyawa yang akan mati di tahun tersebut" (HR Dainuri dari Rasyid bin Saad secara mursal)

4. Kelahiran Anak dan Rezeki

فِيْهَا يُكْتَبُ كُلُّ مَوْلُوْدٍ مِنْ بَنِي آدَمَ فِي هَذِهِ السَّنَةِ وَفِيْهَا يُكْتَبُ كُلُّ هَالِكٍ مِنْ بَنِي آدَمَ فِي هَذِهِ السَّنَةِ وَفِيْهَا تُرْفَعُ أَعْمَالُهُمْ وَفِيْهَا تُنْزَلُ أَرْزَاقُهُمْ (رواه البيهقي في فضائل الاوقات وفيه النضر بن كثير ضعيف)

Hadits : "Di malam Nishfu Sya’ban dicatat setiap anak manusia yang lahir di tahun itu. Di malam Nishfu Sya’ban juga dicatat setiap anak manusia yang mati di tahun itu. Di malam Nishfu Sya’ban amal mereka dicatat dan di malam itu juga rezeki mereka diturunkan” (HR al-Baihaqi dalam Fadlail al-Auqat, Nadlar bin Katsir dlaif)

5. Minta Jodoh

عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ قَالَ : تُنْسَخُ فِي النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ الْاَجَالُ ، حَتَّى أَنَّ الرَّجُلَ لَيَخْرُجُ مُسَافِرًا وَقَدْ نُسِخَ مِنَ الْاَحْيَاءِ إِلَى الْاَمْوَاتِ ، وَيَتَزَوَّجُ وَقَدْ نُسِخَ مِنَ الْاَحْيَاءِ إِلَى الْاَمْوَاتِ (مصنف عبد الرزاق - ج 4 / ص 317  في سنده مجهول)

Atha’ bin Yasar berkata: “Ajal dihapus di malam Nishfu Sya’ban, hingga seseorang melakukan perjalanan dan ia dihapus dari daftar orang hidup sebagai orang mati. Seseorang akan menikah, dan ia dihapus dari daftar orang hidup sebagai orang mati” (Mushannaf Abdurrazzaq, 4/317, dalam sanadnya ada perawi majhul)

● KH. Ma'ruf Khozin

Hadits-hadits Berkenaan Keutamaan Malam Nisfu Sya’ban

Berdasarkan hadits-hadits yang telah dibentangkan, maka kita dapat membuat rumusan bahwa hadits-hadits terkait keutamaan malam Nisfu Sya’ban telah diriwayatkan melalui jalur lima belas (15) sahabat Rasulullah صلى الله عليه وسلم termasuk isteri Baginda صلى الله عليه وسلم yaitu :

1. Sayidina Abu Bakar al-Siddiq رضي الله عنه

2. Sayidina ‘Ali Bin Abu Talib رضي الله عنه

3. Sayidatina ‘A’ishah رضي الله عنها (isteri Rasulullah صلى الله عليه وسلم)

4. Sayidina Mu’adz bin Jabal رضي الله عنه

5. Sayidina Abu Hurayrah رضي الله عنه

6. Sayidina ʿAbdullah Ibnu ‘Amr رضي الله عنهما

7. Sayidina Ubay bin Ka’b رضي الله عنه

8. Sayidina Abu Thaʿlabah al-Khushani رضي الله عنه

9. Sayidina Abu al-Darda’ (‘Uwaymir bin Malik) رضي الله عنه

10. Sayidina Anas bin Malik رضي الله عنه

11. Sayidina Abu Umamah al-Bahili رضي الله عنه

12. Sayidina ʿUtsman bin Abu al-‘As رضي الله عنه

13. Sayidina ‘Auf bin Malik رضي الله عنه

14. Sayidina Abu Musa al-Asy’ari (‘Abdullah bin Qays) رضي الله عنه

15. Sayidina Yazid bin Jariyah al-Anshari رضي الله عنه

Hadits-hadits ini datang dengan pelbagai status sanad dan lafaz termasuk shahih. Ada juga sahabat yang disebut dengan secara mubham seperti riwayat di dalam kitab Faḍā’il Syahr Ramaḍān oleh al-Imām Ibnu Abī al-Dunyā (w.281H). Sebahagian riwayat lagi datang secara mursal. 

Tanpa syak lagi hadits-hadits yang banyak ini saling mendukung dalam kekuatannya sehingga hadits-haditsnya yang dha’if bisa mencapai ḥasan li ghairih atau ṣhaḥīḥ li ghairih. 

Allah Maha Mengetahui dan Ilmu-Nya Maha Sempurna.

- Dr. Ustadz Abdullaah Jalil -