HWMI.or.id

Monday 18 March 2024

Hadis Keutamaan Tarawih Di Kitab Durrotun Nashihin

Kok bisa kitab ini dikaji di sebagian pesantren tapi isinya ada yang ditolak? Ah, kayak kurang 'debatnya' di Bahtsul Masail. 

Beberapa teman LBM pernah menyampaikan dalil di Bahtsul Masail dengan rujukan Kitab Fiqhus Sunah, ternyata ditolak oleh mayoritas musyawirin. Inilah gambaran ada sebuah kitab yang isinya tidak sepenuhnya diterima.

Kitab Durroh ini sudah dikaji takhrij hadisnya oleh kiai-kiai kalangan kita sendiri. Kiai Najih Sarang, putra Kiai Maimun Zubair, memberi catatan pada hadis keutamaan Tarawih ini dengan penilaian "Tidak kami temukan rujukan/ sumber haditsnya". 

Ada lagi disertasi almarhum Dr. Lutfi Fathullah tentang hadis-hadis dalam kitab Durroh dengan kesimpulan, 30% dari 839 hadis di dalamnya ternyata berkategori palsu. 

Temuan beliau sudah disidangkan di hadapan para ulama yang membimbing disertasinya. Kalau bisa silahkan anda membantah balik dengan menemukan sanad hadisnya.

Ilmu hadis ini lebih njlimet dan ruwet dari pada ilmu lainnya. Al-Baihaqi misalnya, beliau sudah berjanji tidak akan mencantumkan perawi pendusta di kitabnya. 

Tapi oleh Al-Hafidz As-Suyuthi masih dijumpai perawi pendusta tersebut. Di kitab kitab lainnya ternyata perawi pendusta ini masih dicantumkan oleh As-Suyuthi. 

Kok tahu? Ya, saya sedang mengkaji hadis-hadis kitab Al-Jami' Ash-Shaghir karya Imam As-Suyuthi. Menurut Syekh Albani ada 1000 hadis palsu. Menurut Syekh Al-Ghummari ada sekitar 400 hadis palsu.

Meski demikian Syekh al-Ghummari masih berhusnuzan:

بل من الاحاديث التي ذكرها فيه ما جزم هو نفسه بوضعه إما بإقراره حكم ابن الجوزي بوضعه وهو في اللألي المصنوعة .... اما سهوا او نسيانا وهو الغالب على الظن به واما لتغير رأيه ونظره

Bahkan di antara hadis yang disebutkan ada hadis yang diakui sendiri oleh As-Suyuthi sebagai hadis palsu, ada kalanya dengan menerima penilaian palsu oleh Ibnu Jauzi.... As-Suyuthi adakalanya karena lupa atau lalai, ini yang jadi prasangka kuat, atau karena berubah pendapatnya (Al-Mughir, 32)

Kalau saya pribadi tawaquf, tidak mau menerima hadis yang belum bisa dibuktikan jalur sanadnya. Malu kawan, kemana-mana ngaku punya sanad, giliran hadis keutamaan Tarawih tidak ada sanadnya tapi masih disebarkan. 

- KH. Ma'ruf Khozin -

Sunday 17 March 2024

KH Ma'ruf Khozin : Catatan Penting Ngaji Muhadzab karya Syekh Abu Ishaq al-Syirazi (w. 476 AH/1083 AD)


Alhamdulillah saya menikmati betul ngaji Muhadzab ini. Sampai membatin di dalam hati "Andai mereka yang mempunyai slogan kembali ke Qur'an dan Hadits mau baca kitab Muhadzab ini bersama Syarahnya, niscaya mereka akan tahu bagaimana Mazhab Syafi'i ini juga dibangun di atas pondasi Qur'an dan hadits".

Berikut penekanan Imam Syafi'i:

قَالَ الشَّافِعِي : أَصْلُ مَا نَذْهَبُ إِلَيْهِ ، أَنَّ أَوَّلَ مَا يُبْدَأُ بِقَوْلِهِ وَفِعْلِهِ مَا كَانَ فيِ كِتَابِ اللهِ أَوْ سُنَّةِ رَسُوْلِهِ صلى الله عليه وسلم 

Syafii berkata: “Dasar rujukan kami berawal dari kitab Allah (al-Quran) dan Sunah Rasulullah” (al-Baihaqi, Ma’rifat al-Sunan wa al-Atsar 2/402)

Ini juga diakui oleh muridnya:

يَقُوْلُ أَحْمَدُ بْنُ حَنبَلَ كَانَتْ أَنْفُسُ أَصْحَابِ الْحَدِيْثِ فِي أَيْدِي أَبِي حَنِيْفَةَ مَا تَبَرَّحَ حَتَّى رَأَيْنَا الشَّافِعِيَّ وَكَانَ أَفْقَهَ النَّاسِ فيِ كِتَابِ اللهِ وَفِي سُنَةِ رَسُوْلِهِ 

Ahmad bin Hanbal berkata: “Ahli hadis yang paling baik awalnya ada di tangan Abu Hanifah. Hingga kami melihat Syafii, ia orang yang paling mengerti al-Quran dan Hadis” (Hilyat al-Auliya’ 9/98)

Karena puasa saya tidak mau mancing polemik. Saya akan membuat catatan yang berguna bagi saya atau siapapun yang akan bersentuhan dengan kitab Muhadzab:

1. Metode Penulisan Kitab

Imam Syirazi sudah menegaskan kerangka kitab yang akan beliau tulis

ﻫﺬا ﻛﺘﺎﺏ ﻣﻬﺬﺏ ﺃﺫﻛﺮ ﻓﻴﻪ - ﺇﻥ ﺷﺎء اﻟﻠﻪ - ﺃﺻﻮﻝ ﻣﺬﻫﺐ اﻟﺸﺎﻓﻌﻲ ﺭﺣﻤﻪ اﻟﻠﻪ ﺑﺄﺩﻟﺘﻬﺎ ﻭﻣﺎ ﺗﻔﺮﻉ ﻋﻠﻰ ﺃﺻﻮﻟﻪ ﻣﻦ اﻟﻤﺴﺎﺋﻞ اﻟﻤﺸﻜﻠﺔ ﺑﻌﻠﻠﻬﺎ

"Kitab ini adalah sebuah penjernihan, insyaallah saya akan menyampaikan dasar-dasar pokok Mazhab Syafi'i bersama dalilnya kemudian pengembangan yang terdiri dari permasalahan yang rumit beserta alasannya"

Permasalahan Fikih menjadi berkembang adalah soal biasa. Dan sudah maklum masalah tersebut tidak dijelaskan di dalam hadis. Misalnya di dalam kitab PDF ini Imam Syafi'i menghukumi makruh penggunaan emas dan perak sebagai tempat makan dan minum, makruhnya lebih dekat pada haram karena kuatnya dalil.

Ulama Syafi'iyah mengajukan masalah, bagaimana kalau piring dan gelas yang terbuat dari emas tersebut tidak dipakai, hanya dikoleksi saja? Ulama Syafi'iyah berbeda pendapat dengan argumen masing-masing dan tidak ada nash hadis secara langsung, baik yang mengharamkan atau membolehkan.

2. Pemakaian Istilah

Ketika Imam Syirazy menampilkan perbedaan pendapat beliau menggunakan dua macam:

Pertama Qaul dan derivasinya, seperti Aqwal. Kalimat ini digunakan untuk pendapat yang disampaikan oleh Imam Syafi'i, baik antara pendapat yang lampau (saat di Baghdad, pendapat yang direvisi) maupun sama-sama pendapat yang baru (setelah berdomisili di Mesir). 

Ketentuan ini dikarenakan hampir semua yang disampaikan dengan kalimat Qaul-Aqwal selalu dibarengi dengan riwayat para murid Imam Syafi'i, seperti Harmalah, Al-Muzani (seperti di gambar PDF), Al-Buwaithi, Rabi' Al Muradi atau Rabi' Al Jaizi, dan lainnya.

Kedua penggunaan pendapat Wajhun-Wajhani-Aujuh, adalah pendapat dari ulama Syafi'iyah. Kadang Imam Syirazy menyebut namanya, tapi kadang tidak. Biasanya lebih rinci dijelaskan oleh Imam Nawawi di kitab Majmu'nya.

3. نظرت

Kalimat ini sering disampaikan oleh Imam Syirazi ketika menyampaikan satu persoalan yang perlu dirinci. Guru-guru saya tidak ada yang sama cara bacanya. Ada yang membaca NadzarTu. Ada lagi yang baca NadzarTa. Ada juga yang menjadikan sebagai mabni majhul, dibaca Nudzirat dengan menjadikan "Masalah" sebagai failnya.

4. Mengamalkan Qaul Qadim

Imam Syirazy cukup sering mengutip dua pendapat Imam Syafi'i pada qaul qadim dan jadid. Kebanyakan memang yang beliau nilai sahih adalah qaul jadid. Saya pun mengingatkan agar tidak gampangan mengamalkan qaul qadim yang direvisi, contohnya riwayat qaul qadim yang membolehkan wudhu' dengan air musta'mal. 

Aturan mengamalkan qaul qadim harus berdasarkan ijtihad ulama Syafi'iyah seperti Imam Nawawi. Di Mukadimah Majmu' dijelaskan bahwa sekitar 20 dalil permasalahan yang dinilai lebih kuat oleh Imam Nawawi sehingga dijadikan pandangan resmi Mazhab Syafi'i, selainnya menggunakan qaul jadid.

Tuesday 12 March 2024

Jumlah Roka’at Tarawih Menurut 4 Madzhab

Ada beberapa pendapat mengenai bilangan rakaat yang dilakukan kaum muslimin pada bulan Ramadhan sebagai berikut:

1. Madzhab Hanafi Sebagaimana dikatakan Imam Hanafi dalam kitab Fathul Qadir bahwa Disunnahkan kaum muslimin berkumpul pada bulan Ramadhan sesudah Isya’, lalu mereka shalat bersama imamnya lima Tarawih (istirahat), setiap istirahat dua salam, atau dua istirahat mereka duduk sepanjang istirahat, kemudian mereka witir (ganjil).

Walhasil, bahwa bilangan rakaatnya 20 rakaat selain witir jumlahnya 5 istirahat dan setiap istirahat dua salam dan setiap salam dua rakaat = 2 x 2 x 5 = 20 rakaat. 

2. Madzhab Maliki Dalam kitab Al-Mudawwanah al Kubro, Imam Malik berkata, Amir Mukminin mengutus utusan kepadaku dan dia ingin mengurangi Qiyam Ramadhan yang dilakukan umat di Madinah. 

Lalu Ibnu Qasim (perawi madzhab Malik) berkata “Tarawih itu 39 rakaat termasuk witir, 36 rakaat tarawih dan 3 rakaat witir” lalu Imam Malik berkata “Maka saya melarangnya mengurangi dari itu sedikitpun”.

Aku berkata kepadanya, “inilah yang kudapati orang-orang melakukannya”, yaitu perkara lama yang masih dilakukan umat.

Dari kitab Al-muwaththa’, dari Muhammad bin Yusuf dari al-Saib bin Yazid bahwa Imam Malik berkata, “Umar bin Khattab memerintahkan Ubay bin Ka’ab dan Tamim al-Dari untuk shalat bersama umat 11 rakaat”. 

Dia berkata “bacaan surahnya panjang-panjang” sehingga kita terpaksa berpegangan tongkat karena lama-nya berdiri dan kita baru selesai menjelang fajar menyingsing. Melalui Yazid bin Ruman dia berkata, “Orang-orang melakukan shalat pada masa Umar bin al-Khattab di bulan Ramadhan 23 rakaat”.

Imam Malik meriwayatkan juga melalui Yazid bin Khasifah dari al-Saib bin Yazid ialah 20 rakaat. Ini dilaksanakan tanpa wiitr. Juga diriwayatkan dari Imam Malik 46 rakaat 3 witir. Inilah yang masyhur dari Imam Malik.

3. Madzhab as-Syafi’i Imam Syafi’i menjelaskan dalam kitabnya Al-Umm, “bahwa shalat malam bulan Ramadhan itu, secara sendirian itu lebih aku sukai, dan saya melihat umat di madinah melaksanakan 39 rakaat, tetapi saya lebih suka 20 rakaat, karena itu diriwayatkan dari Umar bin al-Khattab.

Demikian pula umat melakukannya di makkah dan mereka witir 3 rakaat. Lalu beliau menjelaskan dalam Syarah al-Manhaj yang menjadi pegangan pengikut Syafi’iyah di Al-Azhar al-Syarif, Kairo Mesir bahwa shalat Tarawih dilakukan 20 rakaat dengan 10 salam dan witir 3 rakaat di setiap malam Ramadhan.

4. Madzhab Hanbali Imam Hanbali menjelaskan dalam Al-Mughni  suatu masalah, ia berkata, “shalat malam Ramadhan itu 20 rakaat, yakni shalat Tarawih”, sampai mengatakan, “yang terpilih bagi Abu Abdillah (Ahmad Muhammad bin Hanbal) mengenai Tarawih adalah 20 rakaat”. 

Menurut Imam Hanbali bahwa Khalifah Umar ra, setelah kaum muslimin dikumpulkan (berjamaah) bersama Ubay bin Ka’ab, dia shalat bersama mereka 20 rakaat.

Dan al-Hasan bercerita bahwa Umar mengumpulkan kaum muslimin melalui Ubay bin Ka’ab, lalu dia shalat bersama mereka 20 rakaat dan tidak memanjangkan shalat bersama mereka kecuali pada separo sisanya. 

Maka 10 hari terakhir Ubay tertinggal lalu shalat dirumahnya maka mereka mengatakan, “Ubay lari”, diriwayatkan oleh Abu Dawud dan as-Saib bin Yazid.

Kesimpulan Dari apa yang kami sebutkan itu kita tahu bahwa para ulama’ dalam empat madzhab sepakat bahwa bilangan Tarawih 20 rakaat. Kecuali Imam Malik karena ia mengutamakan bilangan rakaatnya 36 rakaat atau 46 rakaat. 

Tetapi ini khusus untuk penduduk Madinah. Adapun selain penduduk Madinah, maka ia setuju dengan mereka juga bilangan rakaatnya 20 rakaat.

Para ulama ini beralasan bahwa shahabat melakukan shalat pada masa khalifah Umar bin al-Khattab ra di bulan Ramadhan 20 rakaat atas perintah beliau. 

Juga diriwayatkan oleh al-Baihaqi dengan sanad yang shahih dan lain-lainnya, dan disetujui oleh para shahabat serta terdengar diantara  mereka ada yang menolak. 

Karenanya hal itu menjadi ijma’, dan ijma’ shahabat itu menjadi hujjah (alasan) yang pasti sebagaimana ditetapkan dalam Ushul al-Fiqh.

Penulis: KH Muhaimin Zen Ketua Umum Pengurus Pusat Jam’iyyatul Qurra’ wal Huffadz (JQH) NU

Sunday 10 March 2024

Mengapa di Mesir tidak ada Polemik hisab-rukyah dan tidak ada perbedaan Hari Raya?

_________________

Catatan: KH Abdul Ghofur Maimoen 

Menjaga Kebersamaan Lebih Penting Ketimbang Pendapat Pribadi

Di Al Azhar Mesir, saya bertemu dengan sejumlah guru yang mengesankan. Salah satunya adalah Syekh Prof. Dr. Musa Syāhīn Lāsyīn. Ia adalah guru besar di bidang Hadis. 

Di antara karyanya yang populer adalah Fatḥ al Mun’īm fī Syarḥ Ṣaḥīḥ Muslim dan Al Manhal al Ḥadīṡ fī Syarḥ Aḥādīṡ al Bukhāriyy. Penampilannya bersahaja, ramah, dan terbuka saat memberi kuliah. 

Pagi itu adalah awal Ramadhan. Saya ke kampus dan masuk di ruang perkuliahannya. Ia bertanya kepada santri-santrinya, kapan memulai puasa Ramadhan. 

Tentu saja kami memulai puasa di hari itu. Tak ada tradisi berbeda memulai puasa di sini. Semua seragam, sesuai dengan pengumuman Pemerintah. 

Hal yang tak saya duga, tiba-tiba ia menyampaikan bahwa menurutnya puasa Ramadhan seharusnya dimulai kemaren sesuai perhitungan hisab. Ia tampak lebih menyetujui metode hisab ketimbang rukyah. 

Akan tetapi, Pemerintah mengumumkan puasa hari ini, dan ia lebih memilih mengikutinya ketimbang mempertahankan pendapat pribadinya.[1]

Sikapnya ini ia sampaikan juga dalam karnya, Fatḥ al Mun’īm fī Syarḥ Ṣaḥīḥ Muslim. Dalam karyanya ini, setelah menyampaikan argumentasinya yang tampak sangat jelas membela metode hisab ia mengakhirnya dengan statemen bahwa pada akhirnya masyarakat diharuskan mengikuti keputusan hakim (pemerintah). 

Hakim yang (kelak akan) mempertanggung jawabkan ijtihad dan keputusannya di hadapan Allah. Selain yang melihat hilal dan pengguna hisab harus mengikuti pemerintah.[2]

Sepertinya, Indonesia membutuhkan banyak tokoh seperti beliau. Harapan banyak masyarakat agar kita memiliki lebaran yang sama, Ramadhan yang sama dan Idul Adha yang sama saya kira sangat besar. 

Rasanya itu hanya bisa terwujud jika tokoh-tokohnya memiliki kerendahan hati bahwa ijtihadnya bukanlah kebenaran mutlak yang harus dipertahankan mati-matian meski harus mengorbankan kebersamaan umat yang tentu saja jauh lebih penting. 

Mahasiswa Indonesia di Mesir beragam latar-belakangnya. Mungkin kebanyakan mereka berafiliasi pada organisasi-organisasi besar di Nusantara. Selama di Mesir, tak pernah saya mendengar ada friksi hisab-rukyah. 

Apapun keputusan Pemerintah diikuti oleh semuanya. Tak ada yang mempersoalkan metode yang digunakannya. Sama halnya dengan jamaah haji Indonesia saat berada di Arab Saudi. 

Semua dengan latar belakangnya yang sangat beragam juga patuh menjalankan keputusan Pemerintah Saudi dalam penentuan wukuf di Arafah. 

Secara sederhana dapat kita pahami, bahwa mereka sebetulnya meyakini bahwa keputusan yang diambil oleh Pemerintah Mesir dan Pemerintah Saudi dapat dibenarkan dan sah diikuti, meski mungkin tidak sama dengan pendapat pribadi sebagian mahasiswa dan jamaah haji. Tampaknya, pendapat pribadi saat di luar negeri tidak tersemai dalam tanah yang subur sehingga tidak muncul. 

Syekh Yusuf Al Qardhawi dalam bukunya, Aṣ Ṣaḥwah al Islāmiyyah baina al Ikhtilāf al Masyrū’ wa at Tafarruq al Mażmūm, membagi perbedaan pendapat ke dalam dua kategori. Pertama perbedaan pendapat dengan latar belakang khuluqiyyah, latar belakang akhlak. Kedua perbedaan pendapat dengan latar belakang fikriyyah, murni sudut pandang pemikiran. 

Perbedaan pertama sangat tercela. Ia lahir dari kesombongan, membanggakan diri, fanatik terhadap tokoh atau kelompok dan organisasi tertentu. Untuk menghindarinya sangat dibutuhkan kerendahan hati. Sementara perbedaan kedua lahir dari berbagai sudut pandang, kecenderungan berpikir dan orientasi diri. Semoga perbedaan yang terjadi selama ini murni perbedaan fikriyyah, bukah khuluqiyyah.[3]

Mohon maaf, sekedar menyampaikan harapan-harapan. Semoga tidak semakin menambah kekeruhan.  

Wallāhu a’lam bi aṣ ṣawāb.

[1] Mencoba mengingat-ingat memori masa lalu. Wallāhu a’lam. 

[2] Lihat: Fatḥ al Mun’īm fī Syarḥ Ṣaḥīḥ Muslim, jilid 4, hal. 507.

وأولاً وأخيراً الناس ملزمون بحكم الحاكم، والحاكم مسئول أمام الله عن اجتهاده وحكمه، فإن استقر عنده صحة شهادة الشاهد المثبت حكم بثبوت الهلال وإن نفاه أهل الحساب، وإن استقر عنده صحة إثبات الحساب لوجود الهلال حكم بثبوته وإن نفاه المتراءون. والأمر في استقرار النفي عنده كذلك. وحكم الحاكم واجب الطاعة في حق غير الرائي وفي حق غير الحاسب باتفاق العلماء، أما الرائي والحاسب فيلزمان بالعمل بعلمهما. والله أعلم.

[3] Aṣ Ṣaḥwah al Islāmiyyah baina al Ikhtilāf al Masyrū’ wa at Tafarruq al Mażmūm, hal. 12—13 

Nuṣūṣ Al Akhyār adalah karya KH. Maimoen Zubair yang berisi teks-teks dari ulama-ulama terbaik dengan berbagai komentar dari beliau. 

Salah satu komentarnya adalah bahwa menyatukan umat Islam dalam puasa, idul fitri dan syiar-syiar lainnya adalah tuntutan abadi. 

Minimal harus ada upaya serius untuk menyatukan umat Islam dalam satu wilayah. Dalam satu wilayah sebagian umat puasa berbeda hari karena beranggapan telah masuk Ramadhan, dan sebagian lainnya masih berbuka karena beranggapan masih berada di bulan Sya'ban, adalah kenyataan yang tak boleh diterima. 

Kemudian di akhir Ramadhan, sebagian masih puasa dan sebagian lainnya telah berlebaran. Ini juga kondisi yang tak boleh diterima. Salah satu kesepakatan ulama adalah bahwa keputusan hakim atau waliyyul amri menghapus perbedaan pendapat. []

Saturday 24 February 2024

Doa Apa Saja Di Malam Nishfu Syaban?

Riwayat Sahabat berikut ini menunjukkan bahwa di malam Nishfu Sya'ban dianjurkan untuk berdoa:

ﻋﻦ اﺑﻦ ﻋﻤﺮ، ﻗﺎﻝ: " ﺧﻤﺲ ﻟﻴﺎﻝ ﻻ ﻳﺮﺩ ﻓﻴﻬﻦ اﻟﺪﻋﺎء: ﻟﻴﻠﺔ اﻟﺠﻤﻌﺔ، ﻭﺃﻭﻝ ﻟﻴﻠﺔ ﻣﻦ ﺭﺟﺐ، ﻭﻟﻴﻠﺔ اﻟﻨﺼﻒ ﻣﻦ ﺷﻌﺒﺎﻥ، ﻭﻟﻴﻠﺔ اﻟﻌﻴﺪ ﻭﻟﻴﻠﺔ اﻟﻨﺤﺮ "

Ibnu Umar berkata bahwa ada 5 malam yang tidak akan tertolak doanya, malam jumat, awal malam Rajab, malam Nishfu Sya'ban, dan 2 malam hari raya (Al-Baihaqi dalam Syuabul Iman)

Doa apa saja? Ada beberapa hadits atau Riwayat dari ulama Salaf:

1. Ampunan dan Rahmat 

ﺇﻥ اﻟﻠﻪ ﻳﻄﻠﻊ ﻋﻠﻰ ﻋﺒﺎﺩﻩ ﻓﻲ ﻟﻴﻠﺔ اﻟﻨﺼﻒ ﻣﻦ ﺷﻌﺒﺎﻥ ﻓﻴﻐﻔﺮ ﻟﻠﻤﺴﺘﻐﻔﺮﻳﻦ ﻭﻳﺮﺣﻢ اﻟﻤﺴﺘﺮﺣﻤﻴﻦ

(ﻫﺐ) ﻋﻦ ﻋﺎﺋﺸﺔ.

Hadits : "Sungguh Allah melihat hambaNya di malam Nishfu Sya'ban. Lalu Allah memberi ampunan kepada orang yang meminta ampunan dan memberi rahmat kepada orang yang meminta rahmat" (HR Baihaqi)

2. Setiap Permintaan

ﻋﻦ ﻋﺜﻤﺎﻥ ﺑﻦ ﺃﺑﻲ اﻟﻌﺎﺹ، ﻋﻦ اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ، ﻗﺎﻝ: " ﺇﺫا ﻛﺎﻥ ﻟﻴﻠﺔ اﻟﻨﺼﻒ ﻣﻦ ﺷﻌﺒﺎﻥ ﻧﺎﺩﻯ مناد : ﻫﻞ ﻣﻦ ﻣﺴﺘﻐﻔﺮ ﻓﺄﻏﻔﺮ ﻟﻪ، ﻫﻞ ﻣﻦ ﺳﺎﺋﻞ ﻓﺄﻋﻄﻴﻪ ﻓﻼ ﻳﺴﺄﻝ ﺃﺣﺪ ﺷﻴﺌﺎ ﺇﻻ ﺃﻋﻄﻲ ﺇﻻ ﺯاﻧﻴﺔ ﺑﻔﺮﺟﻬﺎ ﺃﻭ ﻣﺸﺮﻙ "

Hadits : "Jika tiba malam Nishfu Sya'ban maka ada yang berseru "Adakah yang meminta ampunan, Aku ampuni. Adakah yang meminta sesuatu, Aku kabulkan. Tidak ada seorang pun yang meminta kecuali Aku kabulkan. Kecuali pezina dan orang musyrik" (HR Al-Baihaqi)

3. Minta Husnul Khatimah

Al-Hafidz As-Suyuthi mengutip Riwayat hadis berikut dalam Al-Jami' Ash-Shaghir:

ﻓﻲ ﻟﻴﻠﺔ اﻟﻨﺼﻒ ﻣﻦ ﺷﻌﺒﺎﻥ ﻳﻮﺣﻲ اﻟﻠﻪ ﺇﻟﻰ ﻣﻠﻚ اﻟﻤﻮﺕ ﻳﻘﺒﺾ ﻛﻞ ﻧﻔﺲ ﻳﺮﻳﺪ ﻗﺒﻀﻬﺎ ﻓﻲ ﺗﻠﻚ اﻟﺴﻨﺔ (اﻟﺪﻳﻨﻮﺭﻱ ﻓﻲ اﻟﻤﺠﺎﻟﺴﺔ) ﻋﻦ ﺭاﺷﺪ ﺑﻦ ﺳﻌﺪ ﻣﺮﺳﻼ.

"Di malam Nishfu Sya’ban Allah memberi wahyu kepada malaikat maut untuk mencabut nyawa yang akan mati di tahun tersebut" (HR Dainuri dari Rasyid bin Saad secara mursal)

4. Kelahiran Anak dan Rezeki

فِيْهَا يُكْتَبُ كُلُّ مَوْلُوْدٍ مِنْ بَنِي آدَمَ فِي هَذِهِ السَّنَةِ وَفِيْهَا يُكْتَبُ كُلُّ هَالِكٍ مِنْ بَنِي آدَمَ فِي هَذِهِ السَّنَةِ وَفِيْهَا تُرْفَعُ أَعْمَالُهُمْ وَفِيْهَا تُنْزَلُ أَرْزَاقُهُمْ (رواه البيهقي في فضائل الاوقات وفيه النضر بن كثير ضعيف)

Hadits : "Di malam Nishfu Sya’ban dicatat setiap anak manusia yang lahir di tahun itu. Di malam Nishfu Sya’ban juga dicatat setiap anak manusia yang mati di tahun itu. Di malam Nishfu Sya’ban amal mereka dicatat dan di malam itu juga rezeki mereka diturunkan” (HR al-Baihaqi dalam Fadlail al-Auqat, Nadlar bin Katsir dlaif)

5. Minta Jodoh

عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ قَالَ : تُنْسَخُ فِي النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ الْاَجَالُ ، حَتَّى أَنَّ الرَّجُلَ لَيَخْرُجُ مُسَافِرًا وَقَدْ نُسِخَ مِنَ الْاَحْيَاءِ إِلَى الْاَمْوَاتِ ، وَيَتَزَوَّجُ وَقَدْ نُسِخَ مِنَ الْاَحْيَاءِ إِلَى الْاَمْوَاتِ (مصنف عبد الرزاق - ج 4 / ص 317  في سنده مجهول)

Atha’ bin Yasar berkata: “Ajal dihapus di malam Nishfu Sya’ban, hingga seseorang melakukan perjalanan dan ia dihapus dari daftar orang hidup sebagai orang mati. Seseorang akan menikah, dan ia dihapus dari daftar orang hidup sebagai orang mati” (Mushannaf Abdurrazzaq, 4/317, dalam sanadnya ada perawi majhul)

● KH. Ma'ruf Khozin

Hadits-hadits Berkenaan Keutamaan Malam Nisfu Sya’ban

Berdasarkan hadits-hadits yang telah dibentangkan, maka kita dapat membuat rumusan bahwa hadits-hadits terkait keutamaan malam Nisfu Sya’ban telah diriwayatkan melalui jalur lima belas (15) sahabat Rasulullah صلى الله عليه وسلم termasuk isteri Baginda صلى الله عليه وسلم yaitu :

1. Sayidina Abu Bakar al-Siddiq رضي الله عنه

2. Sayidina ‘Ali Bin Abu Talib رضي الله عنه

3. Sayidatina ‘A’ishah رضي الله عنها (isteri Rasulullah صلى الله عليه وسلم)

4. Sayidina Mu’adz bin Jabal رضي الله عنه

5. Sayidina Abu Hurayrah رضي الله عنه

6. Sayidina ʿAbdullah Ibnu ‘Amr رضي الله عنهما

7. Sayidina Ubay bin Ka’b رضي الله عنه

8. Sayidina Abu Thaʿlabah al-Khushani رضي الله عنه

9. Sayidina Abu al-Darda’ (‘Uwaymir bin Malik) رضي الله عنه

10. Sayidina Anas bin Malik رضي الله عنه

11. Sayidina Abu Umamah al-Bahili رضي الله عنه

12. Sayidina ʿUtsman bin Abu al-‘As رضي الله عنه

13. Sayidina ‘Auf bin Malik رضي الله عنه

14. Sayidina Abu Musa al-Asy’ari (‘Abdullah bin Qays) رضي الله عنه

15. Sayidina Yazid bin Jariyah al-Anshari رضي الله عنه

Hadits-hadits ini datang dengan pelbagai status sanad dan lafaz termasuk shahih. Ada juga sahabat yang disebut dengan secara mubham seperti riwayat di dalam kitab Faḍā’il Syahr Ramaḍān oleh al-Imām Ibnu Abī al-Dunyā (w.281H). Sebahagian riwayat lagi datang secara mursal. 

Tanpa syak lagi hadits-hadits yang banyak ini saling mendukung dalam kekuatannya sehingga hadits-haditsnya yang dha’if bisa mencapai ḥasan li ghairih atau ṣhaḥīḥ li ghairih. 

Allah Maha Mengetahui dan Ilmu-Nya Maha Sempurna.

- Dr. Ustadz Abdullaah Jalil -

Thursday 22 February 2024

Madrasah Darul Ulum Makkah, Promotor Islam Nusantara di Tanah Suci

Asal-usul kemunculan Madrasah Darul Ulum Makkah sebagai promotor Islam Nusantara di Tanah Suci Umat Islam Dunia:

Berikut penuturan H. Aboebakar Atjeh, yang disampaikan kepadanya oleh KH. Muhammad Iljas (mantan menteri agama RI) dalam bukunya, Sejarah Hidup KH. A. Wahid Hasjim (terbit pertama kali 1958):

"Pada waktu itu di Makkah ada sebuah madrasah yang bernama Madrasah Shaulatiyah, didirikan atas usaha seorang dermawan dari India (Pakistan). Dalam madrasah itu belajar tidak kurang dari 95% anak-anak dari bangsa Indonesia.

Di antara peraturan madrasah itu, anak-anak dilarang pada waktu pelajaran dalam kelasnya membaca surat kabar, majalah atau buku-buku selain pelajarannya.

Ada seorang murid Indonesia bernama Zulkifli, adik K. Zuber [Umar Salatiga], menerima sebuah majalah Berita Nahdlatul Ulama [terbitan PBNU di Surabaya di awal 1930-an] dan dibaca dengan temannya, keponakan K. Zuber itu, dalam kelas sedang belajar.

Hal ini diketahui oleh gurunya, lalu mengambil majalah itu dan merobeknya, lalu melemparkannya ke luar jendela dari tingkat ketiga. Anak-anak Indonesia sangat marah melahirkan sikap yang kasar demikian itu dan mengadukan hal itu dengan memperlihatkan majalah itu kepada guru kepala.

Guru kelas yang dimarahi oleh guru kepala. Guru kelas bertambah marah terhadap anak-anak itu dan mengeluarkan perkataan, "Bangsa Jawa (Indonesia) [menyebut kata Jawi dalam bahasa Arab] adalah suatu bangsa yang rendah budinya".

Ucapan ini menyakitkan hati anak-anak Indonesia dan meluas kepada seluruh murid Indonesia yang 95% itu. Anak-anak itu serentak mogok dan tak mau masuk belajar di madrasah itu lagi.

Desakan kejadian itu menimbulkan perhatian para wali murid untuk mendirikan sebuah madrasah sendiri. Dengan bantuan para Syaikh haji Indonesia yang ada di Makkah yang digerakan oleh Syaikh Abdul Manan dapat dikumpulkan biaya, tiap orang dua jeneh, terkumpul sekian banyak.

Sehingga dengan sokongan yang digerakan oleh perasaan kebangsaan Indinesia dapatlah didirikan suatu madrasah baru dalam sebuah gedung bertingkat empat yang diberi nama Madrasah Daru Ulum Ad-Diniyyah di Suq al-Lail dalam tahun 1934 itu sampai sekarang.

Gedung tersebut dusediakan oleh Syaikh Yaqub Perak dan pimpinan madrasah diserahkan kepada almarhum Sayyid Muhsin Al-Musawa berasal dari Palembang."

Lihat H. Aboebakar Atjeg, sejarah Hidup KH. A. Wahif Hasjim (Jombang: Pustaka Tebuireng, 2015 [1958]), halaman. 100-1.

Sumber: Yai Ahmad Baso (Website galerikitaa.blogspot.com)

Bawean, Pulau Kecil Penghasil Ulama Kaliber Dunia


Syaikh Muhammad Zainudin Al Bawean Almakki: Penggerak Nasionalisme Dari Makkah

Syekh Muhammad Zainuddin Bawean atau al-Baweani adalah salah seorang ulama keturunan Pulau Bawean, Gresik, Jawa Timur, yang menjadi pengajar di Mesjidil Haram, Mekah. 

Penulis sejumlah kitab ini juga dikenal sebagai salah seorang penyebar gagasan kebangsaan Indonesia dan islam Nusantara di kalangan para santri dan mahasiswa di Madrasah Darul Ulum Mekah al-Mukarramah. 

Syekh Muhammad Zainuddin lahir di Mekah pada tahun 1334 H/1915. Ayahnya adalah Syekh Abdullah bin Muhammad Arsyad bin Ma’ruf bin Ahmad bin Abdul Latif Bawean. 

Adalah kakeknya yang pertama kali menginjakkan kaki di negeri Hijaz. Orang-orang Bawean memang banyak yang menjadi pengembara, untuk tujuan ekonomi maupun untuk menuntut ilmu hingga ke Tanah Suci. Syekh Muhammad Hasan Asy’ari (wafat sekitar tahun 1921) adalah di antara orang-orang Bawean yang berhasil jadi ulama dan juga guru besar di Mekah. Syekh Zainuddin juga dikenal sebagai penulis beberapa karya kitab. 

Di antaranya al-Fawaidu-z-Zainiyah ala Manzhumati-r-Rahbiyah dalam soal hukum waris, Faidhu-l-Mannan fi Wajibati Hamili-l-Quran, al-Ulumu-l-Wahbiyah fi Manazili-l-Qurbiyah, Ghayatu-s-Sul liman yuridu-l-Ushul ila barri-l-ushul, musyahadatu-l-lmahbub fi tathhiri-l-qawalibi wa-lqulub, dan Ghayatu-l-Wadad fi ma li Hadza Wujudi mina-l-Murad. 

Syekh Muhammad Zainuddin Bawean wafat pada tahun 1426 H/2005. Jenazah beliau dishalatkan di Masjidil Haram dan dimakamkan di Pemakaman Ma’la kota Mekah.

Syaikh Muhammad Hasan Asyari Al-baweany Al-pasuruany: Menantu Syaikh Nawawi Al Bantani, Maestro Falakiyyah

Berbicara tentang biografi KH. Muhammad Hasan Asy’ari, maka tidak terlepas dengan asal muasal siapa sosok Muhammad Hasan Asy’ari. Tidak banyak yang bisa diketahui tentang biografi serta perjalanan hidupnya, karena ia bermukim di negara Timur Tengah dan juga tentunya karena tidak ada yang meneliti tentang biografinya. 

Akan tetapi menurut hasil wawancara dengan KH. Ade Rahman Syakur pengasuh pondok pesantren Sabilul Muttaqien Pasuruan, sekaligus ketua Syuriah PCNU Pasuruan yang juga sebagai sesepuh ahli falak diPasuruan. 

Ia menceritakan sepengetahuanya tentang KH. Muhammad Hasan Asy’ari. KH. Muhammad Hasan Asy’ari merupakan seorang ulama yang lahir di pulau kecil Bawean Gresik Jawa Timur sekitar tahun 1820-an, karena dia seumuran dengan KH. Khalil Bangkalan. Pada masa hidupnya dihabiskan di pesantren dan ia bermukim di Makkah. 

Ia menikah dengan Nyi Maryam yang merupakan putri dari Syeikh Nawawi Banten, dan dikaruniai dua putra yaitu KH. Ma’ruf (dua putri yaitu Nyi Fatimah, dan Nyi Ni’mah) dan KH. Ahmad Noor (lima putra Nyi zuhroh, Siti Rabiatul Adawiyah, Aisyah, M. Ma’tuf, dan M. Mahfudz), kedua putranya (KH. Ma’ruf dan KH. Ahmad Noor) lahir di Makkah dan bermukim di sana.

Menurut KH. Ade Rahman Syakur, sebelumnya di Makkah ia belajar di negara Maghrobi yang sekarang dikenal sebutan Maroko, kemudian pindah ke Makkah, dan ia penah belajar kepada Syeikh Nawawi Banten di Masjidil Haram sekitar tahun 1800-1900-an, yang kemudian oleh Syeikh Nawawi Banten ia diangkat menjadi menantu dengan Nyi Maryam putri ke dua Syeikh Nawawi Banten dengan istri yang pertama yaitu Nyi Nasimah dari Tanara.

Di penghujung abad ke-18 di Semenanjung Jazirah Arab muncul gerakan wahabi yang dipelopori Muhammad Ibn Abdul Wahab, gerakan ini muncul bersama dengan kemunduran tiga kerajaan Islam diantaranya Usmani di Turki, Shafawi di Persia, dan Mughal di India pada rentang tahun 1500-1800.

Ajaran wahabi merupakan ajaran yang lebih menekankan pada pemurnian ajaran Islam dengan corak yang lebih keras, mereka menginginkan Islam itu kembali pada al-Qur’an dan Sunah, mereka beranggapan bahwaajaran tauhid yang dibawah oleh Rasulullah adalah Islam khurafat dan kesufian.

KH. Muhammad Hasan Asya’ri dikenal sesosok pemberontak, pada saat itu Makkah dan Madinah menjadi darah kekuasaan kaum Wahabi sehingga dia menjadi pencarian para pengikut ajaran Wahabi yang kemudian dia diusir dari singgahanya.

Pada akhirnya dia berpindah ke Mesir, dan tidak lama berada di sana ia diusir kembali. Karena munculnya gerakan wahabi di daerah Najd juga memberikan dampak yang besar bagi masyarakat Jazirah Arab dan Negara Timur Tengah seperti halnya Mesir. 

Dampak dari gerakan Wahabi di Mesir ditampakkan dengan bersatunya rakyat Mesir akibat penjajahan Turki. Sehingga dengan keadaan seperti itu, dia kembali ke Indonesia dan bermukim di Ranggeh Pasuruan, akan tetapi tidak semua ahli warisnya ikut berpindah salah satunya adalah keturunan dari Ahmad Noor. 

Selama di Makkah KH. Muhammad Hasan Asy’ari dimungkinkan banyak mengarang kitab-kitab karena dia dikenal sesosok yang berkarya, selain kitab Muntaha Nataij al-Aqwal ada juga karya lain yaitu Jadwal al-Auqat,9 tetapi yang bisa diketahui hanya kitab Muntaha Nataij al-Aqwal karena memang itu yang diajarkan di Pasuruan, khususnya untuk para santri pondok Sidogiri dan pondok Besuk. Dia menjadi ulama besar yang disegani di daerah Jawa Timur terlebih Pasuruan.

Pada tahun ±1918-1921 M KH. Muhammad Hasan Asy’ari wafat dan dimakamkan di daerah SLADI KEJAYAN PASURUAN, letak makamnya berada di belakang pondok pesantren BESUK, disamping makam Wali Kemuning, dan dari ahli warisnya atau tokoh ahli falak Pasuruan tidak ada yang mengetahui kapan wafat atau pun tanggal kelahiranya.

Tentunya masih ada puluhan ulama asal BAWEAN yang mendunia yang jarang terekspos sejarahnya. 

Wednesday 21 February 2024

Nisfu Sya’ban & Pesan Nabi SAW

عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَانَتْ لَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَقُومُوا لَيْلَهَا وَصُومُوا نَهَارَهَا فَإِنَّ اللَّهَ يَنْزِلُ فِيهَا لِغُرُوبِ الشَّمْسِ إِلَى سَمَاءِ الدُّنْيَا فَيَقُولُ أَلَا مِنْ مُسْتَغْفِرٍ لِي فَأَغْفِرَ لَهُ أَلَا مُسْتَرْزِقٌ فَأَرْزُقَهُ أَلَا مُبْتَلًى فَأُعَافِيَهُ أَلَا كَذَا أَلَا كَذَا حَتَّى يَطْلُعَ الْفَجْرُ .


"Dari Ali bin Abi Thalib, Rasulullah bersabda: "Apabila sampai pada malam Nisfu Sya'ban, maka shalatlah pada malam harinya dan berpuasalah pada siang harinya, karena sesungguhnya Allah turun ke dunia pada malam tersebut sejak matahari terbenam dan Allah berfirman: "Tidak ada orang yang meminta ampun kecuali Aku ampuni segala dosanya, tidak ada yang meminta rezeki melainkan Aku memberinya rezeki, tidak ada yang terkena musibah atau bencana, kecuali Aku hindarkan, tidak ada yang demikian, tidak ada yang demikian, sampai terbit fajar". 

(HR. Imam Ibnu Majah dalam kitab Sunannya hadis no: 1378).

Wednesday 7 February 2024

Doa Malam Isra Mi'raj

Ada amalan doa yang dapat dibaca umat Islam pada malam Isra' Mi'raj, 27 Rajab. Doa ini memiliki keistimewaan yang besar, yaitu segala hajat atau keingian yang diminta akan dikabulkan oleh Allah swt.

Oleh karena itu, hendaknya umat Islam tidak melewatkan amalan ini, yang hanya ada pada satu momentum dalam setahun, yakni pada Rabu (7/2/2024) malam Kamis ini.

Salah satu amaliah yang dapat dilakukan pada malam 27 Rajab adalah berdoa kepada Allah swt, dengan salah satu doa telah dijelaskan oleh Syekh Muhammad bin Abdullah bin Hasan al-Halabi al-Qadiri. Dalam kitabnya beliau menjelaskan bahwa doa berikut memiliki khasiat yang sangat luar biasa,

مَنْ قَرَأَ بِهَذَا الدُّعَاءِ لَيْلَةَ السَّابِعِ وَالْعِشْرِيْنَ مِنْ رَجَبَ ثُمَّ يَسْأَلُ الله حَاجَتَهُ فَاِنَّهَا تُقْضَى بِاِذْنِ اللهِ 

Artinya :

“Barang siapa yang membaca doa ini pada malam 27 Rajab, kemudian meminta kepada Allah (untuk dipenuhi) kebutuhannya, maka akan dipenuhi kebutuhannya dengan izin Allah.” (Abdullah al-Halabi, Nurul Anwar wa Kanzul Abrar fi Dzikris Shalati ‘alan Nabi al-Mukhtar, [Beirut, Darul Kutub Ilmiah: tt], halaman 38).

Faedahnya 

Syekh Abdurrahman bin Abdussalam as-Syafi’i (wafat 893 H) dalam salah satu kitabnya menjelaskan faedah dari doa tersebut, beliau mengatakan bahwa siapa saja yang membacanya pada tanggal 27 Rajab, kemudian menyebutkan hajatnya kepada Allah, maka Dia akan mengabulkan segala hajatnya, melapangkan urusannya, dan menghidupkan hatinya ketika hati-hati manusia sudah mulai mati. (Syekh Abdurrahman, Nuzhatul Majalis wa Muntakhabun Nafaiz, [Beirut, Darul Kutub Ilmiah: 1999], juz I, halaman 94).

Sedangkan tata cara pembacaannya adalah sebagai berikut,

Pertama, shalat sunnah dua rakaat sebagaimana shalat sunnah pada umumnya. Kemudian membaca surat Al-Ikhlas setelah membaca surat Al-Fatihah di rakaat pertama dan kedua. 

Kedua, membaca shalawat kepada Nabi Muhammad sebanyak 10 kali. 

Ketiga, membaca doa tersebut, kemudian menyebutkan segala hajat-hajatnya. 

Berikut do'anya :

اللّٰهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ بِمُشَاهَدَةِ أَسْرَارِ المُحِبِّيْنَ ، وَبِخَلْوَةِ الَّتِى خَصَّصْتَ بِهَا سَيِّدَ المُرْسَلِينَ حِينَ أَسْرَيْتَ بِهِ لَيْلَةَ السَّابِعِ وَالعِشْرِينَ أَن تَرْحَمَ قَلْبِيَ الخَزِينَ وَتُجِيبَ دَعْوَتِى يَا أَكْرَمَ الأَكْرَمِينَ

"Ya Allah, dengan keagungan diperlihatkannya rahasia-rahasia orang-orang pecinta dan dengan kemuliaan khalwat (menyendiri) yang hanya Engkau khususkan pada pemimpin para Rasul ketika Engkau memperjalankannya pada malam 27 Rajab, sungguh aku memohon kepada-Mu agar Engkau merahmati hatiku yang sedih dan Engkau mengabulkan doa-doaku, Wahai Yang Mahamemiliki kedermawanan."

Sumber : NU Online

Monday 29 January 2024

Dawuh Gus Mus

 
"Urusan NU itu memperbaiki kinerja, memenangkan Indonesia bukan memenangkan Capres."

(Disampaikan dalam tausiyah Pembukaan Konbes NU, Halaqah Nasional dan Harlah ke-101 NU di Yogyakarta.

- KH. Ahmad Musthofa Bisri -
(Mustasyar PBNU)