Rais Aam PBNU (2010-2014) terdahulu, KH. M.A. Sahal Mahfudz, pada Rapat Harian Syuriah PBNU pernah menyampaikan, bahwa tugas utama institusi Syuriah adalah mengawasi dan memastikan kegiatan jam'iyyah NU berjalan sesuai AD/ART.
Hal demikian beliau tekankan karena AD/ART adalah konstitusi yang wajib dipedomani, sebagai landasan hukum dalam berorganisasi, panduan utama dalam mewujudkan visi dan misinya, memberikan batasan kewenangan pada setiap level jabatan serta berfungsi sebagai "meteran/alat ukur" yang harus disepakati untuk mengelola konflik yang tidak terhindarkan dalam dinamika berorganisasi.
Bila ada perbedaan pendapat antara dua pihak tentang panjang suatu benda, maka tidak akan ada titik temu berupa solusi di antara keduanya, jika satu pihak bersikeras ingin mengukurnya dengan jengkal sedangkan yang lainnya dengan depa. Idealnya kedua pihak yang sedang bersengketa pertama-tama harus punya niat "berdamai" menyepakati alat ukur "meteran" untuk mengukurnya, karena pada meteran itu telah gamblang tentang mili meternya, centi meternya dan inchinya, sebagaimana pada AD/ART cukup jelas diuraikan pada Bab dan Pasal-pasalnya.
Tidak ada manfaatnya dan tidak maslahat bagi NU mengutip berbagai kaidah fikih untuk tujuan mengabaikan dan menyimpang dari apa yang termaktub pada AD/ART NU, apalagi sebagai dalih untuk mendukung tindakan yang melampaui kewenangannya dan kemudian terbukti lebih merusak citra NU.
Sebagai Rais Aam, KH. M.A. Sahal Mahfudz sangat berwibawa, tegas, disiplin dan tidak banyak omong. Tidak didapati adanya bukti ucapannya yang kontradiktif dengan apa saja yang diputuskan dan dilakukannya. Saya tidak pernah mendengar suara dari lisannya menyatakan bahwa dirinya adalah pimpinan tertinggi NU, apalagi mengklaim dirinya sebagai owner NU. Beliau benar-benar seorang ulama yang kharismatis, memiliki integritas dan sama sekali tidak pernah bersikap sewenang-wenang dalam mengendalikan roda organisasi sebesar NU.
Saat itu, seandainya ada langkah Ketua Umum PBNU yang beliau kurang berkenan, biasanya karena dan atas usulan Katib Aam, segera diagendakan Rapat Harian Syuriah yang salah satu keputusannya mengutus salah seorang dari jajaran Rais Syuriah untuk mengingatkannya dan memberinya peluang untuk bertabayyun . Tidak setiap orang di PBNU tahu adanya "peringatan" tersebut, apalagi hingga menjadi berita buruk yang viral dan berstatus mutawatir yang akibatnya menjatuhkan wibawa kedua pasangan Mandataris Muktamar NU dan merusak reputasi perkumpulan NU di mata publik.
Rapat Harian Syuriah PBNU pada saat itu sesuai AD/ART hanyalah bentuk permusyawaratan level terendah pada organisasi sosial keagamaan NU yang tidak pernah disalahgunakan untuk memecat Ketua Umum PBNU, sebagai Mandataris Muktamar.
Rais Aam PBNU, KH. M.A. Sahal Mahfudz dan jajaran Rais Syuriah yang membantunya semua sangat memahami prinsip bahwa yang mengangkat Ketua Umum PBNU itulah yang berhak untuk mencabut jabatannya. Sebagai Rais Aam, beliau amat menjaga citra baik NU, sehingga tidak pernah bertindak gegabah melampaui kewenangannya dan tidak sekalipun keputusannya memicu kegaduhan di kalangan warga NU.
Penulis: KH. Ahmad Ishomuddin
