Belajar Dari Tragedi Perang Harrah: Di Tangan Yazid, Khilafah Jadi Sistem Pembunuh - HWMI.or.id

Friday 26 February 2021

Belajar Dari Tragedi Perang Harrah: Di Tangan Yazid, Khilafah Jadi Sistem Pembunuh

 Belajar dari Tragedi Perang Harrah: di Tangan Yazid, Khilafah Jadi Sistem Pembunuh

Perang Harrah adalah perang antara penduduk Madinah dengan Khalifah Yazid bin Muawiyah yang naik tahta menggantikan ayahnya. Yazid meminta Sayyidina Husein bin Ali bin Abi Thalib (cucu Nabi), Abdullah bin Zubair bin Awwam (cucu Khalifah Abu Bakar) dan Abdullah bin Umar (putra Khalifah Umar bin Khattab) untuk berbai’at mengakui dirinya sebagai pemimpin. Namun usaha Yazid menemui jalan buntu. Karena Yazid dianggap tidak layak menjadi seorang pemimpin.

Geliat itu menjadi pemantik terjadinya perang saudara. Melihat sikap penduduk Madinah, Yazid murka dan mengirim 10.000 pasukan penumpas untuk memadamkan pemberontakan tersebut. Perang saudara pecah, berkecamuk, dan dua pihak saling bunuh. Hal mengerikan yang mencabut ribuan nyawa. Dan, tentara Yazid menang.

Ada yang lebih mengerikan dibandingkan ribuan korban yang tumbang meregang nyawa. Kengerian itu dicatat oleh Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Fatawanya. Setelah menang tentara Yazid pimpinan Muslim bin Uqbah tidak lantas pulang ke pusat pemerintahan, mereka masih tinggal di Madinah selama tiga hari.

Apa yang mereka lakukan? Muslim bin Uqbah membuat pernyataan istibah (penghalalan) terhadap Madinah. Yakni, menghalalkan tentaranya untuk melakukan pembunuhan, perampasan harta benda, dan merobek keperawanan muslimah-muslimah yang suci, pemerkosaan.

Ibnu Katsir, dalam al-Bidayah wa al-Nihayahnya membenarkan peristiwa sadis ini. Pemerkosaan berlangsung selama tiga hari tersebut. Bahkan, dalam catatan Ibnu Hisyam dalam ‘Umadatu al Qari menyebutkan, pasca perang ada 1000 orang muslimah yang melahirkan anak tanpa ayah. Dan di antara wanita-wanita yang diperkosa ada istri sahabat Nabi yang masih hidup ketika itu dan para tabi’in.

Imam Suyuthi dalam Tarikh al Khulafa juga berkata sama sejumlah sahabat Rasulullah dibunuh, kota Madinah dihancurkan dan seribu perawan dirobek kegadisannya.


Kengerian ini sekaligus membuktikan, bahwa sejatinya sistem adalah format ideal apapun bentuknya. Namun, pelaku sistem pada akhirnya yang menentukan apakah sistem dijalankan dengan baik. Khilafah adalah produk pemikiran sebagai sistem yang terus berubah sepanjang sahabat, tabiin dan tabi’ tabiin.

Sejatinya sebagai sistem tentu ia baik sebagaimana sistem yang lain. Namun, kebaikan sistem adalah ketika mampu mencegah potensi kerawanan abuse of power dan konflik kepentingan. Sistem kerajaan ala khilafah pasca Khulafaurrasyidin membuktikan suatu potensi besar menjadi pemicu penindasan bahkan pembunuhan atas nama perebutan khalifah.

Tidak selamanya cerita khalifah dan khilafah harum semerbak bunga atau seindah kenangan yang layak didambakan. Harus jujur membaca sejarah bahwa ada era keemasan, tetapi ada era kebiadaban ketika kekuasaan khalifah dipaksa sebagai mesin pembunuh yang sangat tragis.

 Seperti Yazid bin Muawiyah yang dengan cara paksa menuntut orang lain untuk mengakui dirinya sebagai penguasa. Sistem ke-Khilafahan akan menjadi alat pengrusak bila dipegang oleh orang-orang yang haus kekuasaan dan ambisi duniawi.


(Islam Kaffah)

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda