KHR As'ad Syamsul Arifin, dan tongkat Nabi Musa
Oleh: Yai Ahmad Ruhyat Hasby
Saya tidak pernah mondok di Pesantren Salafiyah Syafi'iyah Situbondo, seperti almukarrom KH Abdul Moqsith Ghazali, saya juga tidak pernah bertemu langsung dengan KHR As'ad Syamsul Arifin, dan saya juga belum bertemu langsung dengan dzurriyyahnya yang sekarang melanjutkan perjuangan beliau. Tapi sejak kecil saya sering diceritakan almarhum Abah saya tentang Kiai As'ad, yang pada tahun 1984, Abah pernah bertemu Kiai As'ad, pada momen Muktamar NU yang diselenggarakan di Pesantrennya.
Saya menuliskan sedikit biografi Kiai As'ad ini, hanya didasari mahabbah saya kepada kiai yang menjadi penghubung antara Syaikhona Kholil dengan Hadrotusyekh Mbah Hasyim Asy'ari dalam pendirian Nahdlatul Ulama ini. Lebih dari itu saya ingin meyakinkan semua Nahdliyyin bahwa organisasi kita didirikan bukan oleh sembarangan kiai, tapi oleh para kiai ashabul karomah wal ma'unah. Dan saya mengajak kita semua untuk berkhidmat kepada NU dengan penuh tulus ikhlas.
Tulisan ini bersumber dari mauidzah hasanah yang disampaikan oleh salah seorang putri Kiai As'ad, Al Mukaromah Ibu Nyai Makkiyah As'ad pada acara pertemuan Alumni Salafiyah Syafi'iyah di Malang Jawa timur, yang saya dapatkan dari channel YouTube. Saya khususkan tulisan ini untuk kaum Nahdliyyin yang percaya karomah wali dan mau'nah para ulama.
KHR As'ad Syamsul Arifin Pahlawan Nasional, pengasuh Pesantren Salafiyah Syafi'iyah Situbondo, yang juga Pendiri Jam'iyyah Nahdlatul Ulama, pada masa muda belajar dasar ilmu Agama dari ayahnya sendiri, KHR Syamsul Arifin.
Setelah puas mendapat ilmu dari sang ayah, As'ad muda minta ijin untuk mondok di Pesantrennya Syaikhona Kholil Bangkalan. Ayahanda tentu merasa senang mendengarnya dan sangat mendukung niat putranya yang atas keinginannya sendiri ngaji kepada Kiai yang menjadi gurunya para Kiai Jawa itu, seraya memberi nasihat :” Niatkan dalam hatimu untuk mengabdi kepada Syaikhona Kholil”
Nasehat dari Kiai Syamsul ini terdengar sedikit ganjil, karena biasanya orang tua yang mondokin anak memberi amanat agar niatnya mencari ilmu. Kiai Syamsul juga membekali Kiai As'ad muda tidak seperti orang lain, bukan koper atau tas yang berisi pakaian dan kitab, kiai As'ad dibekali hanya 3 buah besek (wadah kecil). Besek pertama berisi alat untuk mengupas kelapa dan motong kayu, besek kedua berisi biji asam, dan besek ketiga berisi nasi aking.
Lalu berangkatlah Kiai As'ad menuju Bangkalan Madura. Dan niat Kiai As'ad untuk mengabdi seperti disampaikan ayahnya, ternyata diketahui oleh Syekh Kholil. Kiai As'ad ditempatkan oleh Syekh Kholil di kamar yang paling dekat dengan rumahnya, tentu agar sang Guru lebih mudah memanggil Kiai As'ad jika diperlukan.
Suatu hari Syekh Kholil mengumpulkan para santrinya dan dawuh :” para santri sekalian, hari Jum'at yang akan datang, saya akan kedatangan tamu agung, saya akan siapkan masakan istimewa untuk menjamunya, siapa di antara kalian yang siap mencari kayu bakar ?” Dari sekian banyak santrinya, Kiai As'ad lah yang mengacungkan telunjuk” saya siap Kiai”
Kiai As'ad pun seharian mencari kayu bakar sesuai perintah gurunya. Setelah hari Jum'at tiba, beliau dipanggil Syekh Kholil. “ As'ad! Hari ini tugas kamu menyambut tamu, siapa saja yang datang, dalam keadaan apa saja, jika dia mau menemuiku, maka terimalah dan antar dia ke rumahku!”
Hampir seharian Kiai As'ad menunggu tamu yang datang, tapi sampai sore tamu yang ditunggu belum datang juga. Hanya ada seorang laki-laki tua, dengan pakaian compang-camping, badannya kumal penuh borok dan bau. Tetapi karena ingat pesan gurunya, siapa saja yang mau menemuinya dalam keadaan apa saja, tetap harus diantar ke rumah gurunya. Walaupun dengan hati yang penuh dengan pertanyaan, Kiai As'ad tetap mengantar orang ini. Tapi betapa kagetnya Kiai As'ad, orang yang kumal ini malah disambut oleh Syekh Kholil dengan sumringah, penuh keakraban, dirangkul, dicium pipinya.
“As'ad! antarkan tamu ini ke jalan lagi, beliau mau pulang!” perintah Syekh Kholil kepada Kiai As'ad. Kiai As'ad pun menjalankannya dengan hati yang masih bertanya-tanya. Setelah selesai mengantarkan tamu itu, kiai As'ad dipanggil lagi Syekh Kholil :” As'ad! kamu tadi cium tangan tamu saya gak?”
“Gak Kiai, saya gak kuat bau badannya” jawab Kiai As'ad jujur
“Sayang sekali As'ad, padahal beliau adalah Nabi Khidir as” ujar Syekh Kholil
“Waduh Yai, saya nyesel gak mencium tangannya, kalau beliau ke sini lagi, biar saya yang jemput lagi, saya pasti akan cium tangan beliau”
“Jum'at depan beliau ke sini lagi, pokok nya dengan wajah apapun tamuku nanti kamu antar ke rumahku lagi ya As'ad!”
“Siap Yai, dengan senang hati Yai” ujar Kiai As'ad mantap.
Jum'at berikutnya, sejak pagi Kiai As'ad sudah berada di pinggir jalan raya untuk menyambut Nabi Khidir as yang akan bertamu lagi kepada gurunya. Seperti minggu kemarin, tidak ada seorang pun yang datang. “ Pokoknya dalam kondisi apapun, tamu yang mau bertemu guruku, akan aku cium tangannya” , pikir Kiai As'ad.
Tiba-tiba ada seorang Belanda, tinggi besar, bule, mancung dengan logat bahasa Madura bercampur Belanda datang dan minta diantar ke rumah Syekh Kholil :” katanya Kholil sakit ya? antar saya menemuinya, dek!”
Tentu saja Kiai As'ad merasa kaget,” orang Belanda kok tahu guru saya, jangan-jangan dia mau membunuhnya” Tapi karena ingat pesan gurunya, akhirnya tamu ini diantar lagi oleh Kiai As'ad. Seperti minggu kemarin juga, Syekh Kholil menyambut tamu” Londo” ini dengan sumringah, bahkan ngobrol lama sekali.
“As'ad! Antar tamu ini ke jalan raya!” Perintah Syekh Kholil. Setelah tamu itu pulang dan menghilang entah ke mana, Syekh Kholil nanya :” As'ad, kamu cium tangan tamu tadi gak?”
“Gak Yai, masa saya harus nyium tangan Londo”
“Sayang As'ad, padahal tadi itu Nabi Khidir yang menyamar dengan wajah Londo”
“Waduh, saya nyesel banget Yai, nanti kalau beliau bertamu lagi minggu depan, saya siap jemput lagi Yai”
Jum'at berikutnya Syekh Kholil manggil Kiai As'ad lagi :” As'ad! Hari ini kamu pergi ke stasiun, dan jemput Nabi Khidir di sana, ya!”
Betapa girangnya hati Kiai As'ad yang dipercaya oleh gurunya menjemput Nabi Khidir as. Berangkatlah beliau ke stasiun yang berjarak kurang lebih 3 km dari Pesantren. Tak lama menunggu kereta api tiba, lalu turunlah seorang laki-laki tampan memakai blangkon, dan membawa tongkat, tiba-tiba menunjuk Kiai As'ad dengan tongkatnya dan berkata :” kamu As'ad ya, yang diperintahkan gurumu Syekh Kholil untuk jemput saya ?”
Kiai As'ad kini yakin, bahwa orang ini adalah Nabi Khidir as, beliau mencium tangannya dengan penuh rasa ta'dzim. Kemudian mereka berdua berjalan menuju Pesantren Syekh Kholil. Selama di perjalanan itu tangan Kiai As'ad dipegang oleh Nabi Khidir sambil terus diajari ilmu ruhani, ilmu tarekat yang menjadikan seseorang futuh dan ma'rifat kepada Sang Maha Pencipta.
Kiai As'ad menyaksikan Nabi Khidir as memberikan tongkat yang dibawanya itu kepada Syekh Kholil. Dan menurut Kiai As'ad berdasarkan cerita dari Nabi Khidir as, tongkat itu adalah tongkatnya Nabi Musa as.
Setelah beberapa tahun kemudian, Kiai As'ad dipanggil oleh Syekh Kholil untuk menyampaikan tongkat itu kepada Hadrotusyekh Mbah Hasyim Asy'ari di Tebuireng Jombang murid Syekh Kholil lainnya, yang menandai restu beliau atas berdirinya Jam'iyyah Nahdlatul Ulama.
Ila arwahihim, Al Fatihah. . .
Ketua PCNU Kabupaten Karawang yang selalu mendaku sebagai butiran debu bendera NU
Sumbe: NU Online