Tujuh Point untuk NU Menjadi Bagian dari Masyarakat Dunia - HWMI.or.id

Monday 11 October 2021

Tujuh Point untuk NU Menjadi Bagian dari Masyarakat Dunia


Tujuh Point untuk NU Menjadi Bagian dari Masyarakat Dunia

Sejak awal, lambang Nahdhatul Ulama (NU) berisikan bola dunia, dimana wawasan para kiai tidak hanya bersifat lokal, tapi juga global. Lalu bagaimana NU bisa mendunia?

NU sebagai ormas terbesar Islam, bukan saja di Indonesia, tapi juga di dunia,  tentu harus terus berupaya mewujudkan diri sebagai bagian dari masyarakat dunia. 

Ada tujuh point yang dibangun Rasulullah SAW, dan pada point-point itulah NU meneladani misi yang diemban oleh Rasulullah untuk menjadi bagian dari dunia. Dan inilah yang mesti diperkuat sebagai gerakan misi NU ke depan.

Tujuh point yang dibangun Rasulullah adalah:

Pertama, masyarakat yang cerdas alias well-educated. Perintah Iqra sebagai ayat pertama. Apresiasi terhadap orang berilmu yang ditinggikan beberapa derajat (QS 58:11). Dengan demikian, Al-Qur’an memandang penelitian itu sesuatu yang wajib, berfikir itu suatu ibadah, mencari kebenaran itu suatu cara taqarub ilallah, mempergunakan metode dan alat ilmu pengetahuan itu sebagai cara bersyukur terhadap nikmat Allah, sementara mengabaikan hal itu semua sebagai jalan menuju neraka Jahannam.

Kedua, masyarakat yang etis. Hadits menegaskan misi Rasul untuk menyempurnakan akhlak mulia. Maka etika Islam harus dijunjung tinggi dalam relasi sosial. Tidak berguna Ilmu dan amal, tanpa akhlak. Inilah masyarakat yang meneladani Rasulullah secara substantif, bukan semata asesoris.

Ketiga, masyarakat yang menghormati keragaman.  Sejumlah ayat menegaskan hal ini: La Ikraha fid din (QS 2:256); lakum dinukum waliyadin (QS 109:6). Mengakui keberadaan umat beragama dalam sebuah masyarakat adalah keniscayaan. Ini pernah dicontohkan langsung oleh Nabi Muhammad Saw lewat Perjanjian Madinah. Ini artinya, sejak awal Nabi Muhammad hendak hidup berdampingan secara damai dalam keragaman masyarakat.

Keempat, masyarakat yang lepas dari penjajahan/perbudakan. Prinsip tauhid bukan saja menghilangkan berhala di luar manusia, tapi juga yang berwujud manusia. Islam bertujuan menghapus perbudakan secara gradual. Bahkan penegasan al-Qur’an “yang paling mulia adalah orang yg bertakwa” (QS 49:13), bukan saja menghapus strata sosial berdasarkan keturunan, warna kulit maupun etnik, tapi ayat ini juga didahului pernyataan bahwa semua diciptakan berbangsa dan bersuku untuk saling mengenal; bukan saling menjajah atau menaklukkan. Mengenal adalah syarat untuk bekerjasama dan berkasih sayang.

Kelima, masyarakat dakwah alias mengajak kepada kebaikan, bukan kerusakan. Yaitu mengajak pada jalan Allah dengan nasehat yg baik dan diskusi yg lebih argumentatif (QS 16:125) bukan menegakkan emporium kekuasaan yang memaksa semua orang menjadi Muslim (QS 10:99)

Keenam, masyarakat yang berkeadilan sosial. Al-Qur’an menegaskan agar harta itu jangan hanya beredar diantara orang-orang kaya (QS 59:7); Itu sebabnya perintah shalat seringkali digandeng dengan perintah berzakat. Nabi Muhammad Saw juga mengajarkan bahwa tidak dianggap beriman mereka yang tidur nyenyak tetapi tetangganya kelaparan. Begitu juga al-Qur’an menegaskan untuk berbuat baik kepada tetangga (QS 4: 36). Lawan dari adil adalah zhalim. Maka menegakkan keadilan, meski terhadap mereka yang tak kita sukai, adalah perintah Allah. Kezhaliman harus dihilangkan, apapun bentuk dan siapapun pelakunya.

Dan ketujuh, masyarakat yang mengedepankan musyawarah sebelum mengambil keputusan. Nabi Muhammad pun gemar bermusyawarah dengan para sahabatnya. Ayat Qur’an juga menegaskan perintah untuk bermusyawarah (QS 3: 159). Artinya, pemimpin sekalipun —baik di rumah, tempat kerja, komunitas atau negara— harus mendengar masukan dan saran dari orang lain, serta berkonsultasi dengan para ahli sebelum mengambil keputusan. Di sisi lain, rakyat pun harus terlibat aktif dalam bermusyawarah untuk menghasilkan keputusan yang terbaik.

Inilah kontribusi umat Islam dalam sejarah peradaban dunia. Islam datang untuk melengkapi dan menyempurnakan, bukan menghancurkan peradaban yang sudah ada. Ketujuh ciri Masyarakat yang Islami ini bisa tumbuh dan berkembang dimanapun, dan dalam sistem serta tradisi yang beraneka-ragam.

Saat ini peradaban dunia tengah porak-poranda akibat kerusakan tangan manusia, keserakahan nafsu berkuasa, ketimpangan sosial dan satu sama lain saling menegasikan. Maka para ulama, dan da’i, serta cerdik cendekia harus kembali mendidik masyarakat untuk memahami dan melaksanakan ketujuh point di atas, agar peradaban dunia kembali berada di jalur yang benar.

NU sebagai ormas terbesar Islam di dunia, harus terus berupaya mewujudkan ketujuh point di atas sebagai bagian dari masyarakat dunia. NU bisa mendunia lewat tujuh point di atas, sesuai dengan misi yang diemban oleh Rasulullah Saw.

Pada era milenial, merupakan sebuah tantangan tersendiri untuk NU mengajarkan dan menyebarluaskan ketujuh point di atas, di tengah gempuran berbagai paham dan ideologi yang tidak sesuai dengan manhaj Aswaja. NU harus bisa masuk ke dalam dakwah medsos berinteraksi dengan generasi milenial, untuk melengkapi dakwah yang selama ini dikembangkan lewat pesantren, madrasah diniyah, dan majelis ta’lim.

Diambil dari FB Gus Nadirsyah Hosen

(Hwmi Online)

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda