Siapakah yang Berkata Allah Ada di Mana-mana? - HWMI.or.id

Saturday, 20 August 2022

Siapakah yang Berkata Allah Ada di Mana-mana?

Ada banyak misinformasi yang sengaja diedarkan oleh para kritikus manhaj Aqidah Asy’ariyah-Maturidiyah yang nota bene menjadi manhaj aqidah representatif Ahlusunnah wal Jama’ah selama satu milenium terakhir. Di antara informasi yang disebar oleh para kritikus itu, biasanya dari kalangan pendaku Salafi modern, adalah bahwa Asy’ariyah menyatakan Allah ada di mana-mana sehingga dalam setiap kesempatan dialog aqidah dengan Asy’ariyah, selalu saja mereka melontarkan kritik terhadap orang yang berkata bahwa Allah di mana-mana. Tak lupa, mereka menukil sekian banyak pernyataan ulama yang menolak pernyataan bahwa Allah ada di mana-mana. Benarkah Asy’ariyah berkeyakinan demikian?

Sebenarnya adanya anggapan tersebut disebabkan karena minimnya pengetahuan tentang manhaj aqidah  Asy’ariyah sehingga mereka salah paham. Tak ada satu pun ulama Asy’ariyah yang mengatakan bahwa Allah ada di mana-mana sebab ini bertolak belakang dengan aqidah mereka. Dalam keyakinan Ahlussunnah wal Jama’ah yang diperjuangkan oleh Asy’ariyah, Allah bukanlah jism sehingga Ia terlepas dari seluruh sifat-sifat jismiyah. Bertempat di mana pun, di atas, di bawah, di depan, di belakang, di samping dan apalagi di mana-mana adalah sifat khas jism sehingga ditiadakan sepenuhnya oleh para Ulama Asya’irah. Ini adalah pernyataan mereka di kitab-kitab aqidah yang tersebar di seluruh penjuru dunia. Banyak kutipan mereka dinukil di NU Online ini pada sub-kajian ilmu tauhid dan tak perlu dikutip ulang kali ini.

Lalu siapakah yang berkata bahwa Allah ada di mana-mana yang ditolak keras oleh para ulama itu? Nukilah berikut ini akan menjawabnya:

كان الجعد بن درهم من أهل الشام وهو مؤدب مروان الحمار، ولهذا يقال له: مروان الجعدي، فنسب إليه، وهو شيخ الجهم بن صفوان الذي تنسب إليه الطائفة الجهمية الذين يقولون: إن الله في كل مكان بذاته تعالى الله عما يقولون علوا كبيرا،

“Ja'd bin dirham adalah warga Syam, dia adalah gurunya Jahm bin Sofwan yang kepadanya dinisbatkan golongan Jahmiyah yang berkata, ‘Sesungguhnya Allah ada di tiap tempat dengan Dzat-Nya’.”  (Ibnu Katsir, al-Bidâyah wan-Nihâyah, juz X, halaman 19)

أَنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ فِي السَّمَاءِ عَلَى الْعَرْشِ مِنْ فوق سبع سموات كَمَا قَالَتِ الْجَمَاعَةُ وَهُوَ مِنْ حُجَّتِهِمْ عَلَى الْمُعْتَزِلَةِ وَالْجَهْمِيَّةِ فِي قَوْلِهِمْ إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ فِي كُلِّ مَكَانٍ وَلَيْسَ عَلَى الْعَرْشِ

“Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla di langit di atas Arasy  di atas tujuh lapis langit seperti yang dikatakan oleh Jamaah ulama. Pernyataan ini adalah argumen mereka untuk melawan Muktazilah dan Jahmiyah yang berkata bahwa sesungguhnya Allah Azza wa Jalla ada di mana-mana  dan tidak [istiwâ’] di atas Arasy.” (Ibnu Abdil Barr, at-Tamhîd, juz VII, halaman 129). 

Jadi, perkataan bahwa Allah ada di mana-mana adalah pendapat resmi dari kelompok Jahmiyah yang kemudian diikuti oleh Muktazilah. (Jahmiyah merupakan pengikut Jahm bin Shafwan yang mengatakan bahwa Allah tak mempunyai sifat apa pun, red). Mereka mengatakan itu sebab menolak sifat istiwâ’ sebagaimana difirmankan Allah. 

Ahlussunnah wal Jama’ah (Asy’ariyah-Maturidiyah) sepakat bahwa Allah bersifat istiwâ’ atas Arasy dan senantiasa demikian. Tak ada satu pun dari mereka yang menolak sifat ini. Sebab itulah, sejarah mencatat bahwa Asy’ariyah-Maturidiyah  adalah rival terkuat bagi Muktazilah yang akhirnya memusnahkan ajaran Muktazilah secara total di masa lalu setelah sebelumnya menjadi ajaran resmi dinasti Abbasiyah di bawah pemerintahan Al-Makmun, Al-Mu’tashim dan Al-Watsiq.

Sungguh aneh apabila dewasa ini justru sebagian masyarakat menganggap Asy’ariyah-Maturidiyah  sebagai Jahmiyah atau Muktazilah yang berkata bahwa Allah ada di mana-mana, padahal faktanya justru mereka yang terdepan memusnahkan keyakinan ini dan keyakinan Jahmiyah-Muktazilah lainnya. Kitab-kitab Asy’ariyah hingga kini seluruhnya menempatkan Jahmiyah atau pun Muktazilah di kategori aliran menyimpang dan ini adalah fakta yang tak terbantahkan. Sayangnya, beberapa orang dewasa ini tak mempelajari aqidah Asy’ariyah dari kitab resmi mereka sendiri melainkan hanya mendengar dari kitab-kitab golongan anti-Asy’ariyah yang penuh misinformasi sehingga menganggap itu adalah fakta sesungguhnya, padahal tidak. Wallahu a'lam.

Penulis :

Abdul Wahab Ahmad, Wakil Katib PCNU Jember & Peneliti Aswaja NU Center Jember.

Sumber : NU Online

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda