Nahnu Ashabul Haq Fiddin Was Siyasi - HWMI.or.id

Thursday 18 June 2020

Nahnu Ashabul Haq Fiddin Was Siyasi



NAHNU ASHABUL HAQ FIDDIN WAS SIYASI

Rais Aam Syuriah adalah pemimpin tertinggi di tubuh NU, sedangkan Ketum Tanfidziyah hanyalah eksekutor kebijakan dari Rais Aam Syuriah. 

Hanya ketika Rais Aam Syuriyah dipegang oleh Hadratussyeikh KH Hasyim Asyari, sebutannya khusus, bukan Rais Aam Syuriyah tapi Rais Akbar Syuriah. Hal ini karena kharisma Hadratussyeikh yang sungguh luar biasa dan karena beliau pendiri Nahdlatul Ulama.

Rais Akbar dan Rais Aam dari masa ke masa:

1.   Hadratussyeikh KH Hasyim Asyari (Rais Akbar, 1926 - 1947)
2.   KH Wahab HAsbullah (Rais Aam, 1947 - 1971)
3.   KH Bisri Syansuri (Rasi Aam, 1971 - 1980)
4.   KH Ali Maksum (Rais Aam, 1980 - 1884)
5.   KH Achmad Siddiq (Rais Aam, 1984 - 1991)
6.   KH Ali Yafie (Rais Aam, 1991 - 1992)
7.   KH Ilyas Ruhiyat (Rais Aam, 1992 - 1999)
8.   KH Sahal Mahfudz (Rais Aam, 1999 - 2014)
9.   KH Mustafa Bisri (Rais Aam, 2014 - 2015)
10. KH Ma'ruf Amin (Rais Aam, 2015 - 2019)
11. KH Miftachul Akhyar (Rais Aam, 2019 - saat ini)

Beliau-beliau ulama yang lurus, ulama wira'i dan ulama ikhlas. Beliau juga ulama yang religius nasionalis, dan bukan ulama yang religius puritan. Sebagaimana "Maha Guru" Hadratussyeikh Hasyim Asyari yang berhasil "mengawinkan" antara kebangsaan dan keislamam, antara Islam dan nasionalisme, begitu juga para Rais Aam pemegang tongkat estafet setelah beliau.

Ulama Rais Akbar dan Rais Aam sepakat mengatakan bahwa mencinta tanah air bagian dari iman. Hal ini ittiba kepada Rasulullah SAW yang juga mencintai tanah air beliau, Makkah dann Madinah. Dengan kata lain mencintai tanah air Indonesia adalah sunnah Rasul.

Hadratussyeikh berhasil "mengawinkan" Islam dan nasionalisme di Indonesia dengan jargon "Hubbul Wathon Minal Iman". Beliaulah satu-satunya ulama yang sukses dalam menselaraskan Islam dan nasionalisme. Hal ini tidak ditemui pada pola pikir ulama-ulama Timur Tengah. Di sana jika ada ulama nasionalisme, pasti anti Islam. Dan sebaliknya jika ada ulama yang Islamnya taat, dipastikan anti nasionalisme. Hanya di Indonesia, Islam dan nasionalisme bisa berjalan serasi. Sehingga pola pikir, maindset, kerangka berfikir ala Timur Tengah, pasti tidak bisa diterapkan di Indonesia. Hal inilah yang saat ini menjangkiti pikiran orang-orang Indonesi, khususnya kelompok HTI.

Bagi HTI nasionalisme adalah sesat, nasionalisme produk Barat sehingga harus dibuang jauh-jauh. Ini terjadi karena pola pikir ala Timur Tengah belum dikalibarasi dengan pola pikir ala Indonesia. Jadinya mereka konslet dalam berpikir.

Nahnu ashabul haq fiddini was siyasi, kitalah (NU) pemegang kebenaran dalam beragama dan bersiyasah. Dari segi dien (aidah, syariah, tasawuf, amaliah, harakah, fikrah), NU dengan ahlussunnah wal jamaahnya adalah kelompok yang benar. Pun begitu uga dalam hal siyash (pandangan politik), NU sudah on the track, sudah benar yaitu berpolitik yang religius, nasionali regius, bukan nasionalis sekuler dan bukan juga Islamis puritan. (Nun Alqolam)

#HubbulWathonMinalIman

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda