POLEMIK GERAKAN ISLAM YANG SIA-SIA - HWMI.or.id

Wednesday 17 June 2020

POLEMIK GERAKAN ISLAM YANG SIA-SIA


Polemik antar gerakan Islam tentang bagaimana metode membangkitkan umat dari keterpurukan dan dominasi Barat, membagi gerakan Islam menjadi dua kubu, kubu yang berpendapat metode membangkitkan umat dengan cara reformasi (ishlahiyah) dan kubu yang berpendapat membangkitkan umat dengan revolusi (taghyir). Walaupun demikian, kedua kubu sepakat, kebangkitan umat nantinya akan menjelma menjadi khilafah. Meski pada akhirnya khilafah versi masing-masing harakah.

Kemudian polemik berlanjut, masuk ke ranah diri/individu aktivis gerakan Islam, sebab sebelum membangkitkan umat, terlebih dahulu harus membangkitkan individu-individu aktivis gerakan Islam. Dari sini lahir dua kubu lagi, kubu yang berpendapat kebangkitan individu akan terjadi bila terjadi perbaikan fikrah, akhlak dan ibadah dan kubu yang berpendapat kebangkitan individu akan terjadi bila terjadi perubahan pemikiran dan perasaan. 

Polemik ini, polemik yang sia-sia. Polemik yang penuh kekaburan dan samar-samar. Tidak jelas lingkup masalahnya. Tegaknya khilafah yang menjadi tanda kebangkitan umat sendiri tidak jelas maknanya bagi umat, kecuali khilafah versi masing-masing gerakan Islam. Polemik ini juga salah dalam menentukan objek perubahan yang paling hakiki pada diri seorang manusia dan umat secara keseluruhan. 

Seandainya aktivis gerakan Islam cermat membaca sirah nabawiyah, maka akan menemukan bahwa objek perubahan yang hakiki itu adalah hati (shadr) seorang insan. Dari peristiwa pembelahan dada (syaqqus shadr) Muhammad di usia 5 tahun ketika beliau dalam asuhan Halimatus Sa’diyah, sudah sangat jelas isyarat dari Allah swt, bahwa sebelum membangkitkan umat, hati Sang Pembangkit harus bersih terlebih dahulu. Hal yang sama, akan terjadi pada diri Imam Mahdi. Sebelum Imam Mahdi dibai’at, dalam waktu semalam Allah swt memperbaiki hatinya. 

Ta’lim, tarbiyah dan tatsqif pada gerakan Islam, baru sebatas thalabul ilmi biasa. Tapi sebenarnya, itu bukan thalabul ilmi yang dimaksud para ulama, melainkan indoktrinasi dogma-dogma harakah kepada para kadernya. Sama sekali tidak menyentuh, membersihkan dan memperbaiki hati para aktivisnya. Kondisi hati aktivis gerakan Islam tidak berubah, sama saja seperti sebelum mereka mengikuti ta’lim, tarbiyah dan tatsqif. 

Seorang tokoh gerakan Islam Ikhwanul Muslimin yang kemudian bertobat dan menjadi mursyid tarekat, Syaikh Said Hawwa di dalam kitab Al-Mustakhlash fi Tadzkiyatin mengatakan “Seseorang pencari ilmu harus memprioritaskan kebersihan hatinya dari akhlak dan perangai buruk. Sebab, ilmu adalah ibadah hatinya. Adalah shalatnya jiwa dan wujudnya taqarrub kepada Allah.

Sebagaimana shalat, tidak sah kecuali anggota badan suci dari hadas dan najis, demikian juga thalabul ilmi, tidak sah bila hati masih kotor dengan akhlak dan perangai buruk.”

Suasana hati akan berubah jika datang warid (semacam ilham) ke dalam hati seseorang. Syaikh Ibnu ‘Athaillah mengatakan: “ Sesungguhnya Allah mendatangkan warid kepadamu hanya agar dengannya engkau datang kepada-Nya.”

Syaikh Zarruq menjelaskan, warid adalah apa pun yang datang ke dalam hati dan mengguncangkannya serta mengangkat hati menuju tujuannya, yaitu Allah swt. 

Syaikh Ibnu ‘Athaillah melanjutkan: “Dia mendatangkan warid kepadamu untuk menyelamatkanmu dari genggaman selain Dia dan untuk membebaskanmu dari perbudakan makhluk.” “Menyelamatkan berarti mengambilmu dari segala sesuatu yang menahan dirimu, sesuatu yang tidak selamanya melekat padamu, yakni makhluk,” jelas Syaikh Zarruq.

Metode perubahan yang hakiki adalah mengubah suasana hati, membersihkannya makhluk, memperbaiki diri dengan akhlak yang mulia dan menghindari diri dari ambisi-ambisi duniawi. Ta’lim, tarbiyah dan tatsqif tidak bisa menjadi metode perubahan  jika tidak menyentuh hati aktivisnya. Jika hati-hati para aktivisnya tidak mendekat kepada Allah swt, tiada guna ta'lim, tarbiyah dan tatsqif. Walhasil, cita-cita ingin membangkitkan umat dari keterpurukan menjadi mimpi indah di siang bolong.

Direvisi di Tangerang, 18 Juni 2020

Ayik Heriansyah
Pengurus LD PWNU Jabar

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda