Tidak Ada Kenikmatan Tanpa Perjuangan - HWMI.or.id

Saturday 13 June 2020

Tidak Ada Kenikmatan Tanpa Perjuangan


Mungkin kita teringat apa yang dikatakan Hadratussyeikh KH Hasyim Asyari, yaitu:
1) Siapa yang mengurusi NU maka saya anggap santriku;
2) Siapa yang jadi santriku maka akan saya doakan husnul khatimah beserta keluarganya.

Yang perlu dikupas adalah istilah:
1) Mengurusi NU;
2) Menjadi santri Hadratussyeikh;
3) Doa husnul khatimah oleh Hadratussyeikh.

Mengurusi NU itu artinya luas, bukan hanya menjadi "pengurus satruktural NU" saja, tapi menjadi warga NU yang peduli dengan keberadaan NU, apakah dia itu warga nahdliyin biasa, santri non pesantren, santri pondok pesantren, kiai kampung, kiai langgar, mahasiswa NU, pelajar, pemuda, pegiat dan sebagainya. 

Hanya Allah yang tahu bahwa kita benar-benar "mengurusi" NU, walau tak tercatat dalam daftar nama di SK kepengurusan NU, baik kepengurusan PBNU, PWNU, PCNU, PCINU, MWCNU, PRNU, PARNU ataupun Banom NU maupun Lembaga NU. Jadi jangan merasa terlepas dengan NU, jangan merasa bukan golongan "yang mengurusi NU" hanya karena nama kita tidak terdaftar dalam SK legal formal kepengurusan NU di berbagai tingkatan. Hanya Allahlah yang tahu bahwa kita benar-benar "mengurusi NU" walau dengan samar, menyamar dan tidak terkenal.

Menjadi santri Hadratussyeikh adalah kebanggaan tersendiri. Mungkin hal ini beda dengan fenomena sekarang, yang mana jika ingin menjadi santri salah seorang kiai misalnya, kita tinggal mendaftar di ponpes tertentu, dengan membayar biaya pendaftaran, syahriyah dan biaya-biaya lainnya. Dan otomatis sudah menjadi santri kiai tersebut. 

Namun hal ini beda dengan pola penyantrian masa lalu, yang mana harus ada ujian lahir, batin dan mental serta spiritual terlebih dahulu. Ingat bagaimana kisah KH Hasyim Asyari yang ingin menjadi santri Mbah Cholil Bangkalan. Harus mendapat ujian berat dulu, bahkan "seakan" diusir dari pesantren. Namun itu menunjukkan bahwa menjadi santri seorang kiai ketika itu adalah sangatlah sulit. Apalagi menjadi santri Hadratussyeikh KH Hasyim Asyari. Dengan kata lain, ketikan dianggap, diterima dan direstui menjadi santri Hadratussyeikh KH Hasyim Asyari adalah kenikmatan yang tiada tara dan anugerah yang sangat luar biasa. Nah, mengurusi NU dianggap sudah otomatis menjadi santri Hadratussyeikh.

Husnul khatimah adalah dambaan dan cita-cita semua kaum muslimin. Karena husnul khatimah adalah awal dari kebahagiaan sejati yang abadan abada, kebahagiaan yang hakiki, kebahagiaan selamanya di kampung akhirat, sebagai halte terakhir dalam proses perjalanan maha panjang manusia. 

Mendapatkan husnul khatimah sangat sulit, sangat berat sekali, tidak semudah bagai membalikkan telapak tangan, sampai "direwangi" dengan berjibaku dalam berbagai macam ibadah, baik ibadah mahdhah maupun ghairu mahdhah. Belum tentu seseorang yang awalnya kelihatan rajin ibadah kelak ketika menjelang ajal bisa husnul khatimah. Pun belum tentu juga seseorang yang kelihatan ahli maksiat kelak tidak husnul khatimah. Dengan demikian, kita tidak boleh sombong dengan amal ibadah kita, yang merasa itu amal dari usaha kita pribadi, tapi yakinlah itu hanya anugerah dari Allah subhanau wa ta'ala. Dan bukan usaha kita secara mutlak. Juga kita dilarang menvonis seseorang yang melakukan kemaksiaatan dengan menvonis mereka pasti su'ul khatimah dan ahli neraka. Karena kita tidak tahu "wolak-walike ati" kita tidak tahu akhir kehidupan seseorang kelak, husnul khatimah kah atau justru su'ul khatimah. 

Lha, dengan "hanya" mengurusi NU kita sudah didoakan Hadratussyeikh menjadi husnul khatimah. Ingat, doa beliau itu bukan doa sembarangan, karena beliau termasuk "min auliyaillah", wali Allah. Insya Allah doa hadratussyeikh manjur dan terqabul.

Semua itu apa artinya?

Artinya adalah mengurusi NU itu ibarat memegang bara api. Dipegang panas, dilepas bara terlepas. Padahal kita perlu bara beserta apinya. Bahwa mengurusi NU (baik menjadi pengurus struktural ber SK maupun mengurusi secara kultural non SK) sangatlah berat. Mengapa karena KONPENSASINYA adalah HUSNUL KHATIMAH (akhir kehidupan yang baik). Orang mendapat husnul khatimah dengan cara beribadah siang malam, tahajud sampai bengkak kakinya, wiridan sampai protol tasbihnya, ibaratnya, itupun belum tentu husnul khatimah. Tapi dengan "mengurusi NU" bisa husnul khatimah dengan doa Hadratussyeikh KH Hasyim Asyari.

Adalah tidak heran ketika menjadi pengurus NU selalu mendapat tekanan baik dari kiri kanan, muka belakang dan atas bawah. Mengurusi NU selalu ada cobaan, hambatan dan rintangan, karena konpensasinya (imbalannya) adalah sesuatu yang sangat besar, yaitu husnul khatimah.

Ini beda jika dibandingkan dengan menjadi pengurus Muhammadiyah misalnya. Atau menjadi pengurus FPI, Wahabi, HTI, PKS dan sejenisnya. Mereka seakan sejahtera, enak hidupnya, nyaman dan aman. Namun mereka tidak mendapat doa husnul khatimah dari hadratussyeikh. Menjadi pengurus NU memang perlu perjuangan. 

Sejak era kolonial ketika itu sampai era milenial saat ini, menjadi pengurus NU selalu ada ujian, cobaan, hambatan dan rintangan. Namun jangan kuatir, doa hadratussyeikh, doa para wali Allah, doa para ulama, para kiai, baik yang masih hidup maupun yang sudah wafat selalu mendoakan siapa saja yang mengurusi NU. Karena NU itu Aswaja yang sesungguhnya dan NU itu adalah Islam yang sebenarnya.

Jadi siapapun kita, marilah mengurusi NU, dengan tulus ikhlas, baik menjadi pengurus struktural formal, maupun mengurusi dengan cara kultural fungsional. Dan mungkin, justru dengan menjadi pengurus NU yang tanpa SK (kultural non struktural) insya Allah lebih ikhlas karena tidak ada godaan politik praktisnya.

Dengan demikian ketika ada yang menghambat kita yang sedang dalam rangka mengurusi NU, maka anggaplah hambatan itu sebagai pupuk, sebagai jamu, dan jangan dianggap menjadi beban atau musibah, tapi justru anggaplah sebagai penyemangat dalam rangka berjuang menggapai husnul khatimah beserta keluarga kita (anak istri dan keluarga besar lainnya).

Dan mari kita sama-sama yakin, kelak di padang mahsyar kampung akhirat, kita ikut rombongan Hadratussyeikh KH Hasyim Asyari, rombongan dengan bendera NU. Dan marilah kita selalu "gandolan sarungi kiai NU".

Semoga kita khusnul khatimah........
Amiin.....

(Nun Alqolam)

Bagikan artikel ini

1 comment

  1. Jaya lah NU sebagai benteng islam yg damai dan nyaman di negri tercinta ini....amin yra..

    ReplyDelete