Ken Setiawan, Pendiri Negara Islam Indonesia (NII) Crisis Center, mengungkapkan saat ini sudah ada pola pergeseran jaringan kelompok radikal dan teroris dalam merekrut anggota baru di Indonesia. Saat ini, kelompok tersebut sudah mengincar kaum buruh.
Ken mengatakan sejauh ini pemerintah juga belum ada cukup perhatian untuk menyingkapi keberadaan kelompok radikal dan terorisme dari jaringan buruh.
“Pasalnya kelompok ini biasanya tinggal di kost atau kontrakan jauh dari keluarga, tidak terpantau sehingga jadi target perekrutan,” kata Ken Setiawan, di Jakarta, Jumat (18/12/2020).
Lebih lanjut, Ken menjelaskan, laporan kasus yang diterima NII Crisis Center, masyarakat yang bergabung ke kelompok radikal yang ditangani saat ini lebih didominasi dari kalangan buruh.
Banyak orang tua yang lapor kalau anaknya merantau ke Jakarta dan sudah beberapa tahun tidak pulang dan tidak berkirim kabar. Padahal menurut informasi dari tetangganya, masih bertemu anaknya di Jakarta.
Ketika ditelusuri, ternyata anaknya yang sudah lama tidak pulang tersebut sudah bergabung ke NII dan saat ini aktif sebagai relawan pencari dana di salah satu yayasan yatim piatu yang di kelola oleh kelompok NII di wilayah Jakarta Timur.
“Bahkan ada orang tua yang lapor kalau anaknya yang merantau di Jakarta tiba tiba minta dana agar ditransfer, anaknya mengabarkan katanya dia sudah di negara Suriah, terjebak dan menjadi tawanan teroris ISIS jadi butuh dana untuk kebutuhan sehari-harinya,” ungkapnya.
Diceritakan Ken, di Kebumen, Jawa Tengah, juga pernah ada orang tua yang tiba tiba menghubunginya dan memberitahu bahwa kedua anak perempuanya kakak beradik berubah setelah merantau di Bekasi. Semua orang dikafirkan dan meminta izin untuk berjihad ke Suriah.
“Alhamdulillah setelah melalui dialog yang alot akhirnya dia menyadari apa yang di lakukannya salah dan tidak jadi berangkat ke Suriah, dia berjanji tidak akan mengulangi lagi,” ucapnya.
Diingatkan Ken, mudahnya bergabung kalangan buruh ke kelompok radikal tersebut biasanya dikarenakan latar belakang dekatnya ikatan solidaritas antar perantau. Dicontohkan, ketika sama-sama dari daerah tertentu, ketemu di Ibu Kota, merasa punya nasib sesama perantauan dan akhirnya tidak ada rasa curiga kalau akan direkrut.
Apalagi ditambah dengan provokasi hitungan matematika buruh, bahwa selama ini hak sebagai pekerja buruh itu dizalimi, terjadi perbudakan kepada kalangan buruh.
Bahkan biasanya, cerita Ken mereka menunggu calon korban di stasiun dan terminal, orang yang baru datang dari daerah ditawarkan tempat tinggal gratis dan makan seadanya sambil dijanjikan akan dicarikan pekerjaan sesuai bidang yang mampu.
“Biasanya terget tidak langsung direkrut, tapi diajak diskusi sesuai dengan hobi calon korban, biasanya diskusi di tempat umum, taman, kafe dan mall supaya korban tidak curiga, satu korban biasanya 5 perekrut dan biasanya perekrut adalah lawan jenisnya,” kata Ken.
Bila sudah tertarik, kemudian dibawa ke kost atau kontrakan, lalu dicuci otaknya dengan ayat-ayat dan dalih agama hingga yang bersangkutan memutuskan untuk bergabung di kelompoknya.
Dijelaskan Ken, ciri-ciri orang yang bergabung ke dalam kelompok radikal biasanya sifatnya berubah menjadi suka berbohong karena menyimpan rahasia yang hanya boleh diketahui kelompoknya. Kemudian juga aktif menyerang pemerintah dan aparat baik secara langsung maupun di media sosial.
“Pokoknya apa yang di lakukan aparat dan pemerintah pasti salah dimatanya. Solusinya menurut mereka atas semua permasalahan adalah dengan pemerintahan Islam, Negara Islam atau Khilafah Islam,” ucap Ken.
Untuk karyawan formal, kebanyakan mereka tiba-tiba keluar dari perusahaan tanpa alasan jelas. Menurut Ken Setiawan, saat dia dulu bergabung, ada salah satu perusahaan di Cikarang yang hampir separuh karyawannya direkrut kelompok radikal.
Beberapa kasus seorang karyawan perusahaan di Cikarang, sudah jadi karyawan tetap tetapi malah keluar. Itu karena mereka waktunya full di kelompoknya, harus aktif mencari korban baru dan mengumpulkan dana yang cukup banyak.
“Sehingga tidak ada waktu untuk bekerja, mereka harus fokus dalam negara barunya yang dianggap berhukum Islam, jadi harus di perjuangkan dengan maksimal dan totalitas,” ucapnya.
Ken mengaku selama selama memberikan pemahaman bahaya radikalisme tersebut kepada kawan kawan yang merantau. Misalnya lewat forum komunitas dan paguyuban paguyuban, lewat media sosial dan pendekatan kearifan lokal, pasalnya mereka juga merupakan bagian dari masyarakat yang paling banyak terkena jaringan perekrutan radikalisme.
(Suara Islam)