NU Circle: Kemendikbud Harus Berani Nyatakan Kesalahan Dan Tarik Peredaran Kamus sejarah - HWMI.or.id

Wednesday 21 April 2021

NU Circle: Kemendikbud Harus Berani Nyatakan Kesalahan Dan Tarik Peredaran Kamus sejarah

 NU Circle: Kemendikbud Harus Berani Nyatakan Kesalahan dan Tarik Peredaran Kamus Sejarah 



Buku Kamus Sejarah Indonesia yang terdiri dari dua jilid beredar luas dalam bentuk salinan lunak (soft copy). Buku tersebut menuai polemik karena tidak memuat entri sejumlah tokoh Nahdlatul Ulama, seperti Hadhratussyekh KH Hasyim Asy’ari dan KH Abdurrahman Wahid. Ketua Umum NU Circle (Masyarakat Profesional Santri) R. Gatot Prio Utomo menyampaikan bahwa Kemendikbud harus berani menyatakan bahwa terdapat kesalahan dalam proses penyusunan buku tersebut. 

“Kemendikbud harus berani menyatakan itu bahwa buku itu terdapat kesalahan,” katanya kepada NU Online pada Selasa (20/4). 


Karena itu juga, ia meminta agar Kemendikbud segera menarik dan mengimbau kepada khalayak agar menghapus buku tersebut dalam arti tidak digunakan sebagai referensi. 

“Segera tarik buku tersebut. Umumkan ke seluruh masyarakat, siapa yang sudah mengunduh harap segera dimusnahkan,” lanjutnya. Pasalnya, hal tersebut memberikan dampak dalam jangka waktu lama terhadap para pembaca naskah yang telah diunduh oleh banyak orang tersebut.

 “Kalau itu menjadi bahan ajar itu kan harus ada dampak yang harus segera dimitigasi,” tegasnya. 


 Selain itu, pria yang akrab disapa Gus Pu itu juga menyampaikan bahwa Kemendikbud perlu menulis sejarah dengan lebih baik dan melibatkan banyak pihak.

 “Lakukan penulisan sejarah yang lebih proper dengan lebih banyak melibatkan pihak,” ujarnya. Ini juga, menurutnya, saatnya sejarawan-sejarawan NU untuk turut bergabung membantu menuliskan sejarah bangsa ini. Sebab, sejarah yang dituliskan pemerintah itu akan sangat mempengaruhi pandangan generasi mendatang. 

“Rasanya NU tidak kekurangan sejarahwan, NU punya cendekiawan. Banyak badan otonom NU yang terdiri dari para cendekiawan. Kalaupun NU Circle diminta bantuan, insyaallah kami siap untuk memberikan bantuan.

 Tapi saya rasa, yang paling otoritatif dalam kasus ini adalah banom-banom NU sendiri,” pungkasnya. Senada dengan Gus Pu, Pengajar Sejarah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Johan Wahyudi menyayangkan adanya kekurangan itu. Padahal, menurutnya, penulis dan pembaca ahli merupakan sejarahwan dari universitas bergengsi di Indonesia. 


 “Saya menyayangkan tim editing atau pembaca ahli yang tidak melihat kekurangan ini. Padahal tim penulis buku ini adalah sejarawan universitas bergengsi Indonesia yang terkenal karena melahirkan sejarawan-sejarawan yang andal. Kasus buku ini menunjukkan ketidakandalan mereka (tim penulis) menyisir tema-tema penting sejarah bangsa. Jangan sampai publik menyangsikan kepakaran mereka,” katanya. 


Buku ini adalah buku penting yang menjadi rujukan kesejarahan rakyat Indonesia. Kiai Hasyim Asy'ari adalah pahlawan yang berjuang dan berkorban bagi pendirian Republik yang jasanya masih terasa hingga sekarang. Johan juga menyayangkan respons Dirjen Kebudayaan Kemendikbud Hilmar Farid. Pembelaan diri yang dilakukan, menurutnya, bukanlah sebuah solusi atas polemik yang terjadi.

 “Kesalahan redaksi dalam penulisan sejarah bangsa, terlebih konten-konten penting seperti peran organisasi keagamaan di masa kolonial tidak boleh terjadi. Ini adalah fase historis yang sudah settled,” ujar Kandidat doktor Fakultas Islam Nusantara Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) itu.

Seharusnya, lanjut Johan, Dirjen Kebudayaan menunjuk tim ahli untuk melakukan pembacaan ulang atas buku ini sebelum diedarkan ke masyarakat. Pun tidak melakukan pembelaan, tetapi menyatakan bahwa hal tersebut memang masih perlu revisi dan pengayaan.


 (Syakir NF /Fathoni Ahmad/NU Online)

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda