Radikalisme Dalam Pusaran Jihad Agama - HWMI.or.id

Sunday 18 April 2021

Radikalisme Dalam Pusaran Jihad Agama




 Radikalisme dalam Pusaran Jihad Agama

By: Tgk. Helmi Abu Bakar El-Lamkawi

Judul Buku: Radikalisme Keagamaan & Perubahan Sosial, Penulis: Zainuddin Fananie, Atiqa Sabardila, Dwi Purwanto, Penerbit: Surakarta: Muhammadiyah University Press dan The Asia Foundation, Tebal: 245+vii halaman, ISBN 979-95622-3-6.

Era milenial saat ini beragam aliran dan kelompok muncul dalam eksistensinya. Bahkan sebelumnya mereka telah ada, salah satunya kelompok yang mengusung paham radikal di negeri tercinta ini. Membuka lembaran sejarah keberadaan kelompok radikalisme keagamaan di Indonesia yang sudah muncul sejak masa kolonial Hindia Belanda. Inti perjuangannya adalah gerakan anti-kolonial, seperti Perang Padri dan Perang Diponegoro.

Sejarah telah mencatat bahwa di masa kemerdekaan kelompok radikal ini antara lain gerakan Darul Islam [hlm. 14].  Pada masa kolonial Hindia Belanda, Surakarta merupakan gudang aktivis pergerakan, mulai dari basis gerakan Islam seperti Sarekat Islam, maupun gerakan komunis setelah muncul propaganda PKI/SI Merah Misbach.

Salah satu kelompok radikal yang menjadi pembahasan dalam buku ini adalah Kelompok Radikal Keagamaan (KRK) di Surakarta yang menjadi sampel dalam pembahasan ini adalah Majelis Ta’lim Al-Ishlah, Front Pembela Islam Surakarta (FPIS), Barisan Bismillah, Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI), Brigade Hizbullah.

Belum lagi gerakan Pemuda Ka’bah (GPK), Laskar Hizbullah Sunan Bonang, Laskar Jundullah, dan Laskar Jihad Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Tidak terdapat alasan yang jelas mengenai pemilihan sampel KRK tersebut, selain karena kelompok-kelompok tersebutlah yang tampak menonjol.

Terhadap persoalan politik nasional, perhatian KRK antara lain ditujukan pada masalah konflik Ambon dan Poso yang dianggap tidak diselesaikan secara tegas dan cepat oleh pemerintah. Krisis ekonomi dan politik juga menjadi momentum untuk menjadikan syariat Islam sebagai alternatif menyelesaikan krisis.

Perihal pemerintah Abdurrahman Wahid yang sedang menghadapi kasus Buloggate ketika itu (2001), beberapa BRK seperti Majelis Ta’lim Al-Ishlah, FPIS, Brigade Hizbullah, GPK, Barisan Bismillah, dan Laskar Hizbullah Sunan Bonang tidak mempersoalkan.

Laskar Jihad, sebagaimana FKAM/Jundullah, hanya menjadi penonton antara pendukung Gus Dur (Pasukan Berani Mati) dengan yang menolak Gus Dur (Jundullah Ikhwanul Muslimin) untuk bertahan sebagai presiden setelah Memorandum II DPR atas kasus Buloggate. Sedangkan, KAMMI mendukung Gus Duruntuk mundur dari jabatan sebagai presiden.

Jihad yang diusung kelompok yang menamnakan dirinya KRK tidak sedikit, di antaranya problem dan persoalan moral sampai dengan politik nasional dan internasional. Salah satu fokus dalam problema moral, misalnya, maraknya bentuk penyakit sosial. Seperti judi, prostitusi dan sejenisnya  dianggap menjadi tempat murka Allah Swt dan iniajang kemaksiatan, telah menjadi perhatian bersama.

Kasus sweeping terhadap tempat-tempat hiburan dan kafe-kafe, adalah contoh lainnya untuk menghapus kemaksiatan. Tindakan tidak tegas pihak aparat kepolisian menangani persoalan kemaksiatan, membuat mereka melakukan tindakan sendiri, sehingga pada taraf tertentu menimbulkan perasaan takut dan cemas pada kelompok masyarakat lainnya.


Selanjutnya dalam reaksi terhadap pemboman Afghanistan oleh angkatan perang AS pada bulan Ramadhan, menyusul peristiwa serangan 11 September 2001 atas WTC New York dan Pentagon dilakukan FPIS. FPIS —juga gerakan Islam di kota lainnya terutama Jakarta— melakukan konvoi berkeliling kota Surakarta untuk menyerukan sikap anti Amerika, di samping mengingatkan para pemilik tempat hiburan agar mereka tidak menyelenggarakan acara yang berbau maksiat selama bulan Ramadhan.


Kebencian dalam perspektif global terlihat dimana sikap anti AS lainnya ditampilkan Laskar Jihad, yang menyebut Amerika adalah sebagai Zionis, sedangkan Zionis adalah musuh Islam. Keburukan pemerintah AS adalah standar ganda yang mereka terapkan terhadap Muslimin. Ini dibuktikan di forum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), di mana lebih dari 400 resolusi PBB yang menentang pendudukan Israel atas Palestina diveto oleh AS.

Demikian pula perlakuan AS terhadap rakyat Irak yang dibiarkan kelaparan dengan sejumlah embargo ekonomi. Pengaruh AS, menurut Laskar Jihad telah merasuk ke Indonesia terutama saat krisis ekonomi dengan menghembuskan angin disintegrasi. Menurut Laskar Jihad, konflik Maluku adalah contoh yang terang atasiketerlibatan AS sehingga diberlakukan darurat sipil di sana.

Berdasarkan kupasan buku ini, penulis masih mepertahankan kategorisasi antara Muslim santri modernis dan tradisional dengan KRK tersebut. Menurut Muslim santri modernis ada kesamaan antara mereka dengan KRK dalam beberapa hal: (1) penolakan terhadap hermeneutika teks Al-Qur’an dan hadis Nabi dan karena itu memahami apa adanya.

(2) penolakan terhadap pluralisme, karena umat Islam adalah satu {ummatan wahidah); (3) konsekuensi logis dari (1) dan (2) adalah penolakan terhadap historisitas dan sosiologis, yang benar dan hak menurut mereka adalah kaum salaf; (4) oposisionalisme terhadap ancaman yang dapat  menggoyang eksistensi agama, termasuk simbol-simbol agama

Sementara itu dalam perspektif kaum sarungan santri tradisional, aktivitas yang dilakukan oleh KRK dinilai tidak sesuai dengan prinsip dakwah yang bijaksana. Masyarakat muslim santri tradisionalis berpendirian bahwa untuk mengajak kebenaran melalui tiga cara, yaitu (a) dakwah yang bijaksana, (b) pengajian dan pengkajian, dan (c) diskusi ilmiah. Dari ketiga cara itu, KRK tidak sejalan dengan ketiga cara di atas, sehingga aktivitas KRK dapat menyebabkan orang “menjauh” dari Islam.

Melihat fenomena yang terjadi, lahirnya radikalisme sebagai sebuah ekspresi pemahaman dan keyakinan terhadap suatu ide sering terdengar dengan sebutan-sebutan seperti fundamentalisme dan ekstremisme.

Sebutan radikalisme tersebut pada gilirannya melahirkan stigma-stigma yang melekat di dalamnya, seperti fanatik, ekstrem, tertutup dan pada tahap tertentu memilih jalan kekerasan untuk mengekspresikan cita-citanya. Secara umum keberadaan buku ini layak untuk dimiliki menambah referensi berkaitan fenomena sejarah dan penyebaran paham radikal di Indonesia.

(Harakatuna.com)

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda