Ramadhan, Momentum Jihad Akbar Melawan Hoaks Dan Radikalisme - HWMI.or.id

Tuesday 13 April 2021

Ramadhan, Momentum Jihad Akbar Melawan Hoaks Dan Radikalisme

Ramadan, Momentum Jihad Akbar Melawan Hoaks dan Radikalisme




Jihad akbar dalam Islam ialah menahan hawa nafsu. Demikian sabda Rasulullah Muhammad Saw sepulag dari perang Tabuk. Dalam sejarah perjalanan Islam, perang Tabuk dikenal sebagai yang terberat. Tentara Islam kala itu harus menempuh sekitar 70 mil ke Yordania di tengah cuaca panas dan kekurangan logistik perang. Namun, segala tantangan berat itu bagi Nabi Muhammad belumlah puncak dari perjuangan (jihad) manusia. Puncak dari jihad ialah ketika manusia bisa menaklukkan hawa nafsunya.


Mengapa hawa nafsu menjadi “musuh” terbesar manusia dan harus ditaklukkan? Tersebab hawa nafsu (negatif) merupakan musabab dari segala ucapan, pikiran dan perbuatan buruk yang dilarang Allah. Ucapan buruk berasal dari dorongan hawa nafsu. Demikian pula pikiran kotor juga dikonstruksi oleh hawa nafsu negatif. Pun juga perbuatan buruk yang merupakan manifestasi dari bercokolnya hawa nafsu dalam alam bawah sadar manusia. Maka, menaklukkan hawa nafsu negatif pada dasarnya ialah menganulir segala potensi keburukan dan kejahatan yang mungkin kita lakukan.


Sebagai ibadah spiritual sekaligus sosial, puasa Ramadan kerap disebut sebagai latihan menuju jihad akbar. Asumsi ini tentu bukan mengada-ada. Dari segala aspek, puasa memang memenuhi syarat disebut sebagai bagian dari jihad akbar. Bagaimana tidak? Puasa mensyaratkan pengekangan semua bentuk dan jenis hawa nafsu negatif. Ketika menjalani puasa, nafsu biologis kita dikunci. Makan, minum dan berhubungan badan yang sebelumnya dihalalkan dalam Islam menjadi haram dilakukan.


Tidak hanya dari segi fisik. Puasa juga mensyaratkan pengendalian perasaan negatif seperi marah, benci, dan sejenisnya. Pendek kata, puasa mengajarkan manusia hidup dalam kekosongan; perut kosong, hati kosong dan pikiran kosong. Kosong dalam konteks ini bukan dimaknai sebagai kondisi kehampaan atau linglung, melainkan lebih dimaknai sebagai sebuah keadaan yang jernih dan suci. Dalam terminologi Jawa, istilah yang tepat untuk menggambarkan kondisi itu ialah “suwung”. Suwung ialah kondisi ketika manusia tidak lagi memiliki ambisi pada hal-hal duniawi; makanan, kekuasaan, seksualitas dan sebagainya. Dalam kondisi suwung itulah manusia niscaya bisa berpikir jernih, berucap secara santun dan bertindak dengan bijaksana.


Kisah perang Tabuk dan konsep jihad akbar dalam Islam kiranya bisa menjadi semacam inspirasi bagi umat Islam yang hidup di era kontemporer ini. Seperti kita tahu, dunia Islam saat ini tengah menghadapi beragam tantangan berat. Tidak hanya kemiskinan dan kebodohan yang seolah telah menjadi problem klasik dunia Islam. Umat Islam di seluruh penjuru dunia saat ini juga tengah menghadapi gelombang kebangkitan populisme Islam dan politik identitas yang memecah belah. Fenomena itu juga mengemuka di Indonesia sejak awal era Reformasi dan memuncak sejak tujuh tahun belakangan.


Gelombang populisme Islam dan politik identitas yang berkelindan dengan fenomena radikalisme agama telah menjadi duri dalam daging bagi kehidupan beragama, berbangsa dan bernegara. Indonesia yang dikenal sebagai negara multikultural dan multirelijius pun mulai kehilangan watak aslinya. Diskriminasi, persekusi bahkan kekerasan atas nama agama mengalami eskalasi ke arah yang semakin mengkhawatirkan. Di dunia maya khususnya, hoaks dan radikalisme menyebar tak terkendali ke ruang-ruang publik virtual kita.


Maka, di bulan Ramadan ini, salah satu jihad akbar yang wajib kita lakukan ialah melawan penyebaran hoaks dan radikalisme di dunia maya. Jihad akbar itu diperlukan lantaran selama ini, upaya-upaya menangkal hoaks dan radikalisme seolah menemui jalan buntu. Pembubaran ormas radikal tidak serta-merta mengeliminasi ideologi radikalisme dari masyarakat. Demikian pula perang melawan hoaks yang seolah tidak ada habisnya.


Jihad akbar melawan hoaks dan radikalisme berarti menundukkan hawa nafsu kita serendah-rendahnya di hadapan Allah. Ibadah puasa idealnya menjadi saran

(Arif Hidayat/jalan damai.org)

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda