Perpecahan Palestina Dibalik Roket Hamas - HWMI.or.id

Wednesday, 19 May 2021

Perpecahan Palestina Dibalik Roket Hamas



PERPECAHAN PALESTINA DIBALIK ROKET HAMAS.

Oleh: KH.As'ad Said 'Aly

Setelah Pres Otoritas Palestina Yaser Arafat wafat pd 2004 terjadi perpecahan antara Al Fatah yg menguasai Tepi Barat S Yordan berhadapan dg Hamas yg menguasai Gaza. Fatah dpp oleh Pres Mahmoud Abbas, sedang Hamas dpp Khaled Mishal dan Ismail Haniya. Al Fatah didukung Mesir dan Arab Saudi cs sedang Hamas ( Ikhwanul Muslimin ) didukung Iran, Syria dan kini Qatar.

Pertentangan keduanya karena perbedaan strategi melawan Israel. Belajar dari pengalaman, setelah kegagalan dalam menggunakan aksi teror internasional, Arafat beralih melakukan intifadlah ( perlawanan sipil ) dan perundingan sehingga akhirnya Israel menyetujui pembentukan “ Otoritas Palestina / pem sementara” berdasarkan Perjanjian OSLO ( 1993). Arafat mengakui eksistensi Israel, sebaliknya Israel mengakui Palestina dan mnrt Oslo Agreement ,setelah 10 tahun perundingan damai dilanjutkan sampai penyelesaian secara tuntas.


Perundingan lanjutan dimulai  lagi pd  2003 akhirnya terhenti pd 2005 karena ada perbedaan besar antara Al Fatah dg Hamas. Setelah Arafat wafat pd 2004 , Hamas menarik pengakuan terhadap Israel . Bersamaan itu Hamas mulai mendapat bantuan senjata dari Iran yg diselundupkan via Mesir terutama pada era Pres Mursi ( IM ) berkuasa. Sejak itu konflik Al Fatah vs Hamas semakin dalam. AS / Barat tidak mengakui Hamas dan memasukkannya kedalam daftar  “terorisme” dan oleh karena alasan itulah AS mendukung serangan Israel ke Gaza.

Perpecahan internal itu merupakan refleksi dari pertikaian ideologi dan kepentingan antar negara Arab. Tentu saja konflik  internal  Arab / Palestina itu menguntungkan Israel yg sejak 2009 dipimpin oleh PM Benjamin Netanyahu yg juga ketua Partai Likud. Berdasarkan uraian singkat diatas , serangan roket Hamas ke Israel dg dalih membantu warga Palestina yg terlibat konflik di Yerusalem mempunyai tujuan ganda, merebut kepemimpinan Otoritas Palestina dan sekali gus “ untuk menghentikan” proses perdamaian OSLO.


Oleh karena itu, tidak heran Turki, Syria, berdiri dibelakang Hamas, sedang Mesir, Arab Saudi cs berpihak kpd Presiden Mahmud Abbas. Turki bukan negara garis depan dalam menghadapi Israel shg dukungan lebih bersifat politik dan tdk akan menerjunkan pasukannya. Berbeda dg Mesir dan Yordan yg berada digaris depan dan akan konsisten pada strateginya , penyelesaian melalui perundingan, bukan jalan perang terbuka

Arafat mengikuti strategi Mesir yang pada 1978 melakukan perdamaian Camp David dg Israel yg disponsori oleh Amerika Serikat setelah pasukannya menjebol pertahanan Israel ( Barlev Zone ) dalam perang 1973. Mesir memperoleh kembali Sinai yg direbut Israel pd perang 1967 dan berhasil memaksa Israel untuk mengakui Tepi Barat Sungai Yordan dan Gaza sebagai wilayah Palestina.


Hamas tampaknya mengikuti keberhasilan “ Hizbullah “ Libanon yang mampu  mempertahankan posisi strategis di Binti Jbail ( Libanon Selatan ) dari serangan Israel. Kondisi geografisnya, berbeda jauh, Binti Jbail perbukitan, Gaza dataran rendah. Seperti halnya Hamas, Hizbullah adalah kepanjangan tangan Iran. Dari Libanon Selatan Hizbullah bisa menembakkan roket atau rudal buatan Iran ke wilayah Israel Utara, tetapi kini tidak dilakukan , kecuali beberapa roket itupun jatuh  di laut Mediterania. Pada masa lalu Haifa dan Naqura sering menjadi sasaran rudal Hizbullah.

Kita bisa mempertanyakan ; akankah Israel yg dibantu AS akan menhentikan serangan ke Hamas sblum melumpuhkan  sistem persenjataan Hamas. ?. Iran kini punya kartu, utk membujuk Hamas. Belum tentu mendapat respons dari AS, kecuali Hamas bisa lepas dari tekanan militer Zionis Israel. Siapa tahu, situasi sekarang menjadikan Palestina bersatu kembali dan Otoritas Palestina berada dalam satu komando duduk dimeja perundingan damai dg Israel. 

Wallahu a’lam.


Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda