Zakat Fitri, Kepekaan Sosial Dan Penyucian Diri dari Residu Ideologi Radikal - HWMI.or.id

Sunday 9 May 2021

Zakat Fitri, Kepekaan Sosial Dan Penyucian Diri dari Residu Ideologi Radikal


Oleh: Ahmad Ali Mashum in Suara Kita

Zakat Fitri, Kepekaan Sosial dan Penyucian Diri dari Residu Ideologi Radikal

Di Indonesia, zakat fitrah lazimnnya dikeluarkan menjelang hari terakhir di bulan Ramadhan. Itu artinya tidak lama lagi segenap Muslim di Indonesia akan menunaikan kewajibannya. Agama Islam, tepatnya melalui ritual kewajiban zakat fitrah, mengajarkan tentang arti kepekaan sosial. Hal tersebut dapat dipahami dari beberapa poin sebagai berikut:

Pertama, zakat fitrah mensucikan jiwa dan sifat kikir. Minusnya kepekaan sosial yang terjadi dalam ruang modern seperti saat ini sungguh memiliki faktor yang beragam. Namun begitu, individualisme dan sifat kikir merupakan dua penyebab utamanya. Melalui zakat fitrah, Islam hendak memberikan terapi kepada umatnya untuk mengikis, membersihkan dan mensucikan sifat-sifat tercela tersebut (QS. At-Taubah: 103).

Dalam QS. At-Taubah ayat 103, dijelaskan bahwa zakat itu membersihkan dan mensucikan. Para ulama tafsir, seperti Ibnu Katsir, al-Qurtubi dan lainnya menjelaskan bahwa maksud membersihkan adalah zakat dapat membersihkan dari kekikiran dan cinta dunia (harta-red) yang berlebihan. Sementara maksud mensucikan adalah zakat dapat mensucikan dari sifat-sifat tercela seperti tamak, sombong, egois dan lainnya sehingga yang akan tumbuh adalah sifat terpuji.

Dengan demikian, tidak diragukan lagi bahwasannya zakat fitrah itu selain sebagai penyucian jiwa dan harta, juga mengajarkan untuk mempertajam kepekaan sosial dan mengubur dalam-dalam sifat kikir. Terkait sifat tercela ini, Rasulullah berpesan: “Takutlah kamu sekalian pada sifat kikir. Sesungguhnya rusaknya umat sebelum kamu karena sifat kikir ini. Mereka diperintahkan kikir, lalu mereka pun kikir. Mereka diperintahkan memutuskan hubungan persaudaraan, lalu mereka pun memutuskan tali persaudaraan. Mereka diperintahkan berbuat aniaya, lalu mereka berbuat aniaya.”(H.R. Abu Dawud dan Nasai).

Kedua, mendidik gemar berinfak dan memberi. Zakat fitrah hukumnya wajib bagi seluruh umat Islam. Kewajiban ini harus dimaknai secara komprehensif, yakni sebagai edukasi kepada seluruh umat Islam untuk menancapkan pada dirinya sejak dini untuk terbiasa berinfak atau memberi. Di luar zakat fitrah, masih ada amalan-amalan lain yang muaranya sebenarnya sama, yakni memberi kepada sesama.

Inilah yang kemudian disebutkan oleh para ulama bahwasannya diantara tujuan pensucian jiwa yang dibuktikan oleh zakat, ialah tumbuh dan berkembangnya kekayaan bathin dan perasaan optimisme serta spirit memberi.  Badruzaman (2016) menjelaskan bahwa sesungguhnya orang yang melakukan kebaikan dan makruf serta menyerahkan yang timbul dari dirinya dan tangannya untuk membangkitkan saudara seagama dan sesama manusia dan menegakkan hak Allah pada orang itu, maka orang tersebut akan merasa besar, tegar, dan luas jiwanya serta merasakan jiwa orang yang diberinya seolah-olah berada dalam suatu gerakan.

Jika sudah demikian, maka makna zakat fitrah akan sangat luas. Begitu juga dengan dampaknya, akan amat sangat luas. Gemar memberi adalah tuntunan agama yang senantiasa harus dipupuk dan dikerjakan secara konsisten.

Ketiga, memupuk rasa persaudaraan. Zakat fitrah itu diberikan kepada orang-orang tertentu (lihat QS. At-Taubah ayat 60). Dengan begitu, sesungguhnya zakat fitrah itu sangat kental dengan muatan persaudaraan. Dengan kata lain, zakat mengikat antara orang yang mengeluarkan zakat dengan orang yang berhak menerimanya sehingga akan terjadi sebuah ikatan yang kuat diantara keduanya dengan penuh dengan kecintaan, persaudaraan, dan tolong-menolong.

Sebab, secara otomatis hati akan tertarik untuk mencintai orang yang berbuat baik kepadanya dan membenci orang yang berbuat jahat kepadanya. Yang demikian tentu saja sudah sunnatullah. Bahwa orang yang memberi dan diberi itu sejatinya telah menjalin hubungan sosial yang kuat. Dari sinilah, makna zakat fitrah itu muncul, yakni untuk mengetuk kepeduliaan sosial dan mempertajam kepekaan sosial.

Spirit Zakat Ftri dan Nilai-nilai Anti-Radikalisme

Radikalisme merupakan dasar munculnya aksi terorisme yang merupakan kejahatan luar biasa dan menjadi permasalahan masa kini yang dihadapi oleh seluruh negara yang ada di dunia, termasuk Indonesia. Memang munculnya radikalisme dan terorisme dipengaruhi oleh banyak faktor yang kompleks. Meskipun demikian, radikalisme dan terorisme bisa diidentifikasi dan dicegah sejak dini, salah satunya melalui ritual zakat fitrah.

Setidaknya ada beberapa hal yang dapat menjelaskan bagaimana zakat fitrah itu sesungguhnya mempunyai atau terdapat spirit anti radikalisme dan terorisme. Baiklah. Mari kita telusuri lebih lanjut.

Pertama, zakat fitrah itu erat kaitannya dengan kesejahteraan dan keadilan sosial. Banyak pakar yang menyebutkan bahwa kondisi ekonomi (kemiskinan) menjadi salah satu penyebab utama seseorang terpapar paham radikal.

Artinya, kemunculan radikalisme dan terorisme sejatinya merupakan reaksi atas ketidakpuasan sebagian kalangan terhadap kondisi ekonomi, sosial, dan politik dalam negara. Kondisi yang kurang menguntungkan atau bahkan mendesak melahirkan pemikiran-pemikiran alternatif solusi yang ingin diwujudkan dengan cepat dan sangat fokus dengan tujuan sehingga jalan kekerasan seringkali tidak terhindarkan (Rindha Widyaningsih, 2019: 45-47).

Zakat fitrah hadir untuk menumpas kesenjangan ekonomi masyarakat agar lebih merata. Banyak kajian yang menjelaskan kaitan antara zakat dengan pengentasan kemiskinan. Hal ini tentu saja memberikan pesan mendalam betapa zakat itu terdapat nilai-nilai yang dapat menumpas radikalisme dan terorisme.

Kedua, zakat fitrah itu bukan sekedar ritus spiritual yang dapat meningkatkan ketaqwaan seseorang, melainkan juga mengandung habitus kebangsaan yang kuat. Perlu diketahui bersama bahwa, faktor yang paling menonjol dari kemunculan ekstremisme agama yang melahirkan kelompok-kelompok radikal adalah lemahnya kepercayaan terhadap lembaga negara, lembaga politik dan bahkan lembaga agama yang ada.

Maka, kelompok radikal pasti mereka akan berusaha membuat instabilitas politik dan mempunyai pandangan serta cita-cita politik sendiri. Horace M. Kallen sebagaimana dikutip oleh Damayanti (2003) mengungkapkan bahwa kecenderungan umum yang ditampilkan dari radikalisasi antara lain adalah selalu menarasikan bahwa suatu sistem pemerintahan diluar kepercayaan mereka tidak dapat mengatasi persoalan sehingga harus ditolak. Secara bersamaan, mereka meyakini dan terus berjuang kuat bahwa tatanan atau ideologi yang mereka usunglah yang paling benar dan tepat diterapkan.

Zakat fitrah sejatinya menyimpan sejuta hikmah dan nilai yang luar biasa dalam konteks kebangsaan. Dengan menjalankan kewajiban membayar zakat fitrah, maka seorang muslim sejatinya sudah mencerminkan sosok yang religius sekaligus menjadi warga negara yang baik karena turut memikirkan dan menghadirkan solusi atas berbagai problem yang dialami oleh bangsa. Kepeduliaan dan kepekaan sosial yang melekat dalam zakat tidak hanya ajaran agama, melainkan juga diperlukan dalam kehidupan berbangsa dan negara.

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda