Gus Dur, Sang Arkeolog Kuburan - HWMI.or.id

Friday 23 July 2021

Gus Dur, Sang Arkeolog Kuburan

 Gus Dur, Sang Arkeolog Kuburan

Membicarakan Gus Dur seakan tidak akan pernah ada habisnya. Pada sosoknya, selalu ada sisi menarik, yang bisa kita jadikan pengetahuan, teladan, hingga humor. Termasuk keistimewaan beliau yg memiliki firasat yang tajam, daya prediktifnya yang akurat dan disertai dengan spiritualitasnya yang sangat kuat.

Sebagai seorang santri tulen, Gus Dur memiliki kebiasaan atau bahkan hobi berziarah pada kuburan para ulama dan tokoh-tokoh agama, bahkan pada seseorang yang kita tahu mengerti sama sekali. Dan diakui atau tidak, Gus Dur itu adalah seorang “arkolog”, spesialis menemukan makam atau kuburan tokoh-tokoh besar yang kuno dan hampir tidak dikenali oleh masyarakat disekitarnya.


Sering tiba-tiba dalam perjalanannya, Gus Dur minta berhenti, berbelok atau balik arah. Untuk apa? Itu tadi, berziarah ke sebuah pemakaman umum atau bahkan yang tidak diketahui bahwa di lokasi tersebut tidak ada makam. Kebanyakan orang tidak terpikir bahwa di sekitarnya ada makam penting.

Ternyata setelah didatangi Gus Dur, masyarakat baru menyadari bahwa di situ dimakamkan seorang alim, tokoh yg berjasa dalam dakwah Islam pada masanya. Maka dikemudian hari, berbondong-bondonglah masyarakat menziarahinya dan mendoakan jasad yang dimakamkan di situ.

Peristiwa seperti itu tidak hanya terjadi pada satu atau dua makam saja. Tapi banyak sekali makam-makam kuno di berbagai tempat yang setelah diziarahi Gus Dur kemudian menjadi ramai dan menjadi wisata religi bagi masyarakat.


Ternyata di situ tempat makam Syekh Jumadil Kubro, tokoh penyebar agama Islam pada zaman Majapahit. Tidak lama setelah dikunjungi Gus Dur, pemakaman itu menjadi ramai bahkan sekarang menjadi destinasi wisata religi andalan Mojokerto.

Atau juga sebuah makam kuno di daerah Lamongan yang didatangi beliau. Setelah ziarah, beliau nyatakan bahwa di situ adalah makam Joko Tingkir. “Makluman” penemuan kuburan oleh Gus Dur menyebar dengan cepat. Masyarakat Lamongan dan sekitarnya, berduyun-duyun menziarahinya. Saya sempat berziarah ke makam ini beberapa saat setelah maklumat Gus Dur itu. Kondisinya masih sepi dan terasa sekali aura kuburan kunonya. Tapi sekarang sudah di bangun menjadi lokasi yang tertata rapi dan indah.

Bagi masyarakat muslim Indonesia, berziarah kubur selain mendoakan kebaikan kepada almarhum, juga diyakini sebagai media berzikir untuk mendekatkan diri kepada Allah. Mereka akan terasa ringan beban dan permasalahan hidupnya setelah mereka puas berdoa dan berzikir di samping makam ulama atau tokoh yang saleh.


Gus Dur tidak sekedar seorang arkeolog yang “menghidupkan” makam-makam kuno tempat peristirahatan tokoh-tokoh hebat di zamannya, tapi juga menghidupkan perekonomian wilayah sekitar makam. Berapa banyak orang yang merasa dihidupi Gus Dur karena jasanya menghidupakan makam yang tadinya sunyi menjadi ramai dan memiliki nilai ekonomi tinggi. Inilah yang sering kita dengar sebagai “berkah”, bertambahnya nilai kebaikan. “Ini berkahnya Gus Dur,” begitu kata masyarakat.

Di situlah, masyarakat luas menyebut Gus Dur sebagai wali. Masyarakat menilai penemuan makam-makam oleh Gus Dur karena memiliki ilmu kasyaf yang tinggi dan itu adalah karomah. Silakan para arkeolog berdebat apakah Gus Dur seorang arekeolog atau bukan. Tapi masyarakat sudah menahbiskan Gus Dur adalah sang arekeolog.

Maka sangat wajar ketika makam Gus Dur selalu ramai dan penuh peziarah, sejak beliau wafat sampai hari ini, insya Allah sampai puluhan tahun ke depan, selama tradisi ziarah kubur masih lestari. Masyaarakat menziarahi Gus Dur karena kebaikan dan jasa Gus Dur selama hidup, ditambah Gus Dur sendiri yang rutin berziarah, menemukan dan meramaikan makam-makan leluhur. Masyarakat tidak menziarahi Gus Dur sebagai presiden, hanyak penyempurna saja. 

Ila hadhroti ruhi Gus Dur… Alfatehah..

Di olah dari berbagai sumber

(Hwmi Online)

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda