Mengungkap Sisi Psikologi Orang yang Mudah Percaya Hoaks
Oleh: Kendi Setiawan
Saat ini, seiring banyaknya platform media digital dan media sosial, masyarakat dapat mengakses beragam informasi.
Sayangnya, banyak dari ragam informasi itu yang ternyata hoaks atau informasi yang jauh dari fakta sebenarnya. Masyarakat yang dapat menyaring suatu informasi dengan tepat, tentu tidak mudah percaya. Apalagi sampai terbawa pada konten hoaks. Namun, banyak juga yang sebaliknya.
Lalu bagaimana pandangan psikologi melihat mudahnya masyarakat atau individu percaya pada hoaks? Workshop daring Mengapa Orang Mudah Percaya Hoaks yang diadakan berkat kerja sama NU Online dan Universitas Nahdlatul Ulama (UNUSIA) pada Jumat (20/8/2021) mencoba mengupasnya.
Dosen Psikologi UNUSIA, Elmy Bonavita Zahro, narasumber pada workshop tersebut memaparkan, pada dasarnya ketika seseorang menerima informasi baru atau kompleks, mereka cenderung menggunakan sumber yang familiar untuk dapat memahaminya atau proses berpikir heuristik.
"Proses berpikir heuristik adalah sebuah mental shortcut yang membuat seseorang memecahkan masalah dan memutuskan secara cepat dan efisien. Strategi ini mempersingkat pengambilan keputusan, namun mengarah pada bias kognitif," ujar perempuan yang juga berprofesi sebagai psikolog klinis ini.
Ia menambahkan, manusia memang cenderung mencari informasi yang mendukung apa yang telah dipercayainya.
Biasanya, orang hanya menginterpretasi bukti untuk mengkonfirmasi apa yang dipercaya, dan pada saat yang sama mereka juga menghindari atau menolak informasi yang berlawanan. Proses atau situasi demikian disebut dengan istilah bias konfirmasi.
Dijelaskan, korteks prefrontal medial posterior memainkan peran penting dalam proses bias konfirmasi ini. Penilaian yang telah ada mengubah representasi saraf karena kekuatan informasi dalam pikiran seseorang, membuat orag itu cenderung tidak mengubah pendapat yang tidak disetujui.
Bisa konfirmasi ini biasanya dilalui dengan beberapa tahap. Pertama, saat menerima informasi. Konfirmasi bias berfungsi sebagai cara yang efisien untuk memproses informasi karena informasi yang tidak terbatas yang diterima oleh manusia.
Karena faktor self-esteem membuat diri seseorang merasa percaya diri untuk hanya mencari informasi yang mengonfirmasi apa yang ia percaya. Kondisi ini membuat orang tidak mau mendengarkan pendapat atau pandangan lain.
Pada tahap berikutnya, terjadi disonansi kognitif yakni ketika seseorang dihadapkan pada dua hal yang kontradiktif dan menyebabkan orang itu mengalami stres psikologis.
Tips menyaring hoaks Mengingat bahaya hoaks pada tahap yang berat dapat menimbulkan perpecahan di masyarakat, kemampuan menyaring informasi mana yang benar dan mana hoaks sangatlah diperlukan.
Menurut Bona, terdapat beberapa langkah untuk menyaring hoaks. Pertama, mengenali bias pribadi. Dalam hal ini harus dipahami mana suatu informasi yang bersifat kebenaran umum, dan mana yang sebenarnya hanya membenarkan pendapat atau pandangan pribadi.
Jika hoaks itu berasal dari tulisan atau artikel di media massa, perlu dibaca keseluruhan isi artikel tersebut sebelum mengambil kesimpulan.
Kemudian, melakukan analisis dan mencari tahu lebih lanjut sumber informasi yang diterima. Pastikan bahwa kredibilitas data atau informasi yang diterima.
Sama pentingnya dari semua langkah tadi, adalah menyadari konsekuensi dari setiap tindakan yang dibuat. (Musthofa Asrori/NU Online)