MENUDUH KAFIR; APA HUKUMNYA?
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَيُّمَا رَجُلٍ قَالَ لِأَخِيهِ يَا كَافِرُ، فَقَدْ بَاءَ بِهَا أَحَدُهُمَا
“Sesiapa saja yang berkata kepada saudaranya: “Wahai kafir!” maka ucapan itu akan kembali kepada salah satu dari keduanya” (HR. Bukhari)
Dari ringkasan penjelasan ulama', menuduh kafir kepada seorang secara umum hukumnya ditafsil sebagai berikut:
1. Kalimat kafir bisa dimaknai kufur nikmat, bukan kufur i'tiqad. Jika maksud pengucapnya adalah kufur nikmat atau melakukan perbuatan seperti perbuatan orang kafir, maka pengucapnya tidak sampai jatuh kafir.
2. Jika maksudnya adalah kufur i'tiqad, maka hukumnya diperinci lagi. Jika yang dituduh tidak memiliki keimanan atau ke-Islaman sama sekali, maka penuduh sudah benar. Tetapi jika yang dituduh masih memiliki ke-Islaman atau beriman, maka jika penuduh meyakini bahwa keimanan dan ke-Islaman orang tersebut sebagai kekufuran, maka yang menuduh dipastikan jatuh kufur sendiri. Tetapi jika tidak demikian, maksudnya tuduhan penuduh hadir dari sebuah prasangka bahwa yang dituduh telah melakukan kekufuran, seperti menuduh musyrik sebab telah bertabarruk ke makam nabi atau auliya', istighotsah, tawassul dengan nabi atau orang sholih, memakai ta'widz (ayat atau dzikir yang ditulis untuk tabarruk dan perlindungan) dan lain-lain, maka penuduh telah melakukan dosa besar atau fasiq.