"Pembela Islam" Gaya Komunis - HWMI.or.id

Wednesday 5 January 2022

"Pembela Islam" Gaya Komunis

 

Ilustrasi

"PEMBELA ISLAM" GAYA KOMUNIS

Oleh: Ayik Heriansyah

Agnotisme, atheisme dan komunisme, tiga hal yang berbeda. Agnostisisme adalah suatu pandangan bahwa ada atau tidaknya Tuhan atau hal-hal supranatural adalah suatu yang tidak diketahui atau tidak dapat diketahui.

Agnotisme bukan atheisme, sebab atheisme merupakan paham yang menolak keberadaan tuhan. Adapun komunisme, suatu ideologi politik yang menginginkan terbentuk masyarakat sama rata, sama rasa.

Komunisme tidak mensyaratkan penganutnya menjadi atheis, sehingga komunisme diperjuangkan juga diperjuangkan oleh orang-orang yang beragama dan berlatar belakang keluarga agama yang kuat. 

Misalnya Tan Malaka. Tan Malaka tokoh komunisme Indonesia yang hadir di Kongres Komunis Internasional ke-empat pada tanggal 12 Nopember 1922 di Moskow. Tan Malaka mengusulkan kerjasama dengan kelompok Islam dalam melawan imperialisme.

Padahal saat itu peserta kongres mengadopsi draft Lenin yang didraf oleh Lenin yang menekankan perlunya sebuah “perjuangan melawan Pan-Islamisme”. Dalam pidatonya, Tan Malaka mengatakan: "Di hadapan manusia saya seorang komunis, tapi di hadapan Tuhan, saya seorang muslim."

Muso yang memimpin pemberontakan PKI di Madiun tahun 1948 adalah anak seorang Kiai di Kediri. D.N. Aidit berasal dari keluarga Muhammadiyah di Tanjung Pandan Belitung. Bapaknya guru ngaji.

Aidit sendiri sering adzan di masjid dekat rumahnya. Haji Miskin di Padang dan Haji Misbah di Solo, dua orang haji yang menjadi aktivis Partai Komunis Indonesia. Mereka semua komunis tapi bukan atheis.

Meskipun demikian, mereka tidak memanfaatkan agama sebagai topeng perjuangan. Mereka memusuhi ulama, kiai dan ustadz karena berlawanan dengan kepentingan ideologi komunisme, yang dianggap bagian dari antek-antek kapitalisme. Bukan karena kebencian mereka kepada agama dan Tuhan.

Lain halnya dengan sebagian pejuang Islam hari ini. Mereka menggunakan ajaran, simbol dan jargon agama sebagai modus bagi kepentingan politik kekuasaan belaka.

Mereka memandang kaum muslim yang berbeda pendapat, pemahaman dan ijtihad politik sebagai musuh. Halal darah, harta dan kehormatannya, layaknya orang kafir harbi.

Mereka menggunakan cara-cara komunis ketika berseteru lawan-lawan politik mereka dari kalangan umat Islam. Mereka mencela, mencaci maki, mem-bully, membuat dan menyebar hoaks serta memfitnah guna membunuh karakter lawan. Puncaknya, menggunakan ancaman kekerasan alias teror.

Mereka mau membela Islam, tetapi menggunakan cara-cara komunis. Bahkan kadang lebih komunis ketimbang komunis yang sesungguhnya. Miris memang.

(Hwmi Online)

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda