Politik Menunggangi Agama agar Kejahatannya Terlihat Terhormat - HWMI.or.id

Monday 7 February 2022

Politik Menunggangi Agama agar Kejahatannya Terlihat Terhormat

Ilustrasi, Kota Homs, Suriah. nytimes/Bassel Tawil/Agence France-Presse — Getty Images
Oleh: Islah Bahrawi (Direktur Jaringan Moderat Indonesia)

Kisah perang antar agama maupun perang antar pemeluk agama yang sama, telah membuat sejarah ketuhanan dalam peradaban manusia berkesan brutal. Ambisi politik manusia membuatnya getir, dan bayangan langit menjadi petak-petak di permukaan bumi. Tapi sejarah memang tidak selalu menjadi pelajaran. Sejarah berusaha diulang untuk dicoba lagi keberuntungannya dengan menyembunyikan kesalahannya. Manusia secara umum selalu menutupi sejarah kegagalan dan memilahnya dengan kisah-kisah kejayaan.

Di seluruh dunia, agama dan politik partisan semakin terjalin. Meningkatnya disaffiliasi masyarakat merupakan reaksi terhadap gagalnya memilah keyakinan agama dan dukungan politik - banyak orang menghakimi keyakinan orang lain berdasarkan orientasi politik yang tidak mereka setujui. Politisasi agama tidak hanya berkontribusi pada polarisasi masyarakat tetapi juga mengurangi kemampuan para pemimpin agama untuk berbicara secara profetik tentang problematika umat yang jauh lebih penting.

Pada sisi lain, penurunan ketaatan beragama di dunia terus meningkat. Bahkan ketika perpecahan budaya dan politik menjadi lebih intens, ketakutan atas gejala lama seolah muncul kembali; anggapan bahwa agama telah gagal menentramkan manusia. Bahkan dalam masyarakat yang sepenuhnya agamis, politik mulai mengambil beberapa ciri absolutis yang diasosiasikan dengan klaim agama sebagai pemilik kebenaran tertinggi. Apa yang terjadi di negara kita belakangan ini adalah fenomena yang sama dan harus segera diatasi.

Sebagian orang hari ini menghasut dan sebagian lagi terhasut akibat politisasi agama. Senjata tajam dihunus, mengelilingi banner plastik yang dicetak oleh mesin buatan Cina sambil berteriak "anti Cina", mencaci maki atas nama ijtihad agama dan mempersekusi kawan sendiri ketika kata "lawan" cukup dipertegas oleh hasil Pemilu. Benar kata Ibnu Khaldun; negara akan runtuh ketika stigma "kawan dan lawan" begitu mudahnya diperjual-belikan. Dan Gramsci mempertegasnya ratusan tahun kemudian, bahwa manusia akan tercerai berai ketika orang kaya membelanjakan uangnya untuk membeli agitasi.

Semua itu telah terjadi di sini, di negara kita ini.

(Hwmi Online)


Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda