Mewaspadai Klaim "NU Saya Adalah NU Nya Mbah Hasyim Asy'ari": Siasat Pecah Belah Warga NU - HWMI.or.id

Friday 4 March 2022

Mewaspadai Klaim "NU Saya Adalah NU Nya Mbah Hasyim Asy'ari": Siasat Pecah Belah Warga NU

MEWASPADAI KLAIM "NU SAYA ADALAH NU-NYA MBAH HASYIM ASY'ARIE": SIASAT PECAH BELAH WARGA NU

Semua warga NU pasti tahu bahwa Jam'iyyah Nahdlatil 'Ulama merupakan organisasi yang didirikan oleh Hadlrotussyaikh Hasyim Asy'arie.  Demikianlah yang populer dan tidak ada yang membantahnya. Sehingga hal ini dijadikan celah oleh sebagian orang masa kini untuk melakukan klaim bahwa mereka adalah pengikut setia NU ala Mbah Hasyim Asy'arie.  

Ini dilakukan untuk mengidentifikasi diri dan kelompoknya sebagai kelompok yang layak diikuti.  Bukan kelompok lain yang kemudian diberi berbagai sebutan yang berasosiasi miring.  Entah pro Liberal,  pro Syiah,  pro Komunis atau sebutan lainnya. Bahkan ada yang sampai disebutkan sebagai Khowarijnya NU,  Mu'tazilahnya NU dan ada yang dikafirkan juga. 

Dalam sejarah berdirinya NU,  seluruh Ulama pada waktu itu sepakat untuk mendaulat Hadlrotussyaikh Hasyim Asy'arie sebagai Rois Akbar NU.  Dan Mbah Hasyim sendiri juga sangat tawadluk,  menghormati semua Ulama yang ada pada masanya. 

Ulama-ulama yang juga ikut berperan penting dalam mendirikan Jam'iyyah Nahdlatil Ulama diantaranya ialah KH Wahab Hasbullah,  KH Bisri Syansuri,  KH Maksum Lasem,  KHR Asnawi Kudus,  KH Abdul Faqih Maskumambang,  KH Ridlwan Abdullah,  KH Mas Alwi Bin Abdul Aziz,  KH Ahmad Dahlan Ahyat,  KH Abdullah Ubayt,  KH Abdul Halim Leuwimending, dan Syaikh Ahmad Ghonaim Al Mishri.  

Juga terdapat nama-nama pendiri lainnya seperti KH Ridlwan Semarang,  KHR Muntaha Bangkalan, KH Samsul Arifin Situbondo,  dan banyak lainnya.  

Para Guru Mulia pendiri NU rahimahumullah ini dipastikan NU tulen dan otentik 100% keNUannya.  Tidak akan terbantahkan dengan teori apapun.  Dan semuanya dimuliakan oleh warga NU dari generasi ke generasi.  

Nah,  dalam cerita yang berkembang di kalangan keluarga,  santri maupun para generasi sepuh NU,  terdapat cerita yang begitu populer. Bahwa masing-masing Ulama Pendiri NU kerap terdapat perbedaan pendapat maupun fatwa.  

Namun,  tidak pernah ada permasalahan akan hal ini.  Bahkan menjadi cerita yang terjalin begitu indah.  Sehingga kita sebagai generasi masa kini bisa mengambil hikmah bahwa perbedaan pendapat antar ulama adalah rahmat bagi umat.  

Kita sebagai umat Islam warga NU yang menjadi pengikut Ulama tinggal mencari dan mengikuti pendapat maupun fatwa Ulama yang paling mudah dan paling bisa kita ikuti sesuai dengan maqom dan kapasitas kita. Indah sekali bukan?  

Dikisahkan,  bagaimana perbedaan KH Hasyim Asy'arie yang melarang kenthongan.  Sedangkan KH Abdul Faqih Maskumambang memperbolehkannya.  Tidak ada konflik apalagi saling menjatuhkan diantara kedua Ulama Besar ini.  

Demikian juga bagaimana perbedaan tajam antara KHR Asnawi Kudus yang mengharamkan segala yang berbau penjajah Belanda. Sedangkan KH Abdullah Ubayt melah menjadi pengisi acara pengajian rutin Radio resmi milik Belanda.  

Yang tak kalah serunya ialah perdebatan antara KH Wahab Hasbullah dengan KH Bisri Syansuri dalam menyikapi banyak hal misalnya masalah kurban,  pesantren putri,  hingga drumband Muslimat. Bahkan LESBUMI juga sangat hangat dibicarakan diantara kedua Guru Mulia.

Dan tentu berbagai kisah lainnya yang begitu indah pada akhirnya. 

Jika kita kembali pada kisah-kisah hikmah ini,  pasti kita menjadi paham sekali bahwa NU bukanlah jalan kebenaran tunggal tanpa perbedaan.  

Pertanyaan untuk orang masa kini yang begitu bersikukuh mengklaim bahwa mereka mengikuti NUnya Mbah Hasyim Asy'arie: Lalu bagaimana dengan NUnya mbah Wahab,  NUnya Mbah Bisri,  NUnya Mbah Asnawi,  NUnya Mbah Abdul Halim,  NUnya Mbah Ridlwan dan para Guru Mulia lainnya?  

Bukankah semuanya adalah pendiri NU dan semuanya muktabar untuk diikuti?  

Ketika diklaim lebih lanjut bahwa mereka adalah pengikut NUnya Mbah Hasyim,  bukan NUnya Gus Dur.  Ini jauh lebih aneh lagi.  Sebab,  Mbah Hasyim sudah wafat tahun 1947. Sekitar 75 lalu.  Artinya,  kalau hari ini ada orang berusia kurang dari 80 tahun mengklaim hal ini,  pertanyaannya: kapan mereka bertemu Mbah Hasyim?  

Klaim sepihak ini pernah membuat banyak generasi muda NU penasaran.  Beberapa sahabat sowan kepada santri-santri yang langsung pernah menimba ilmu dari Mbah Hasyim Asy'arie.  Apa dhawuh beliau-beliau?  

KH Muhid Muzadi salah satu santri langsung Mbah Hasyim dhawuh: Gus Dur itu Mbah Hasyim Muda. Kecerdasan dan perilakunya persis dengan Mbah Hasyim dulu. 

Ketika orang masa kini mengatakan bahwa Gus Dur telah menyimpang dari ajaran Mbah Hasyim,  sementara murid langsungnya Mbah Hasyim dhawuh bahwa Gus Dur adalah Mbah Hasyim Muda maka siapakah yang akan kita percaya?  

Kita harus menjadi warga NU yang cerdas,  tidak mudah terprovokasi.  Tidak mudah termakan berita apapun yang berusaha melemahkan cinta kita kepada NU. Yang berusaha melemahkan cinta kita kepada para ulama NU. Yang berusaha melemahkan cinta kita kepada para punggawa NU. 

Itu hanya siasat untuk memecah belah kita Umat Islam mayoritas supaya mudah dihancurkan. 

Singa Aswaja KH Marzuki Mustamar pernah dhawuh bahwa NU yang dulu dengan yang sekarang itu sama.  Yang berbeda-beda hanya fitnahnya saja.  Beda jaman,  beda kepemimpinan beda pula fitnahnya. 

Jauh hari,  Mbah Wali Gus Dur sudah mewarning semua kalangan: Di NU tidak ada kepentingan bersama. Yang ada adalah cita-cita bersama.

Mari kita senantiasa merapatkan barisan,  bergandengan tangan dan saling mendoakan.   Supaya kita senantiasa solid dan bisa melangkah bersama melewati berbagai badai dan tsunami sejarah yang hendak mengaburkan cinta kita kepada Jam'iyyah NU,  Ulama NU,  dan para Punggawa NU.  

Semoga kelak kita dikumpulkan bersama orang-orang yang kita cintai di bawah panji-panji Nahdlatil 'Ulama tercinta. 

Oleh: Shuniyya Ruhama 

Pengajar Ponpes Tahfidzul Quran Al Istiqomah Weleri Kendal

(Hwmi Online)


Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda