Aqidah Al-imam Al-hafidz Al-baihaqi & Gurunya - HWMI.or.id

Wednesday 24 May 2023

Aqidah Al-imam Al-hafidz Al-baihaqi & Gurunya

 


1. Aqidah Imam Abu Manshur Al-baghdadi (Guru al-Hafizh al-Baihaqi)

Al-Imam al-Muhaddits al-Faqih Abu Manshur al-Baghdadi asy-Syafi'i, seorang imam terkemuka digambarkan oleh al-Hafizh Ibnu Hajar sebagai al- Imam al-Kabir Imam Ash-habina (Imam ulama madzhab Syafi'i), yang juga merupakan salah satu guru al-Hafizh al-Baihaqi, dalam salah satu karyanya berjudul Tafsir al-Asma Wa Sh-Shifat, berkata:

وقال الإمام المحدّث الفقيه الشافعي أبو منصور البغدادي ما نصه: «وأجمعَ أصحابنا على إحالة القول بأنه في مكان أو في كل مكان، ولم يجيزوا عليه مماسة ولا ملاقاة بوجه من الوجوه، ولكن اختلفت عباراتهم في ذلك، فقال أبو الحسن الأشعري: إن الله تعالى لا يجوز أن يقال: إنه في مكان، ولا يقال: إنه مباين للعالم، ولا إنه في جوفِ العالم، لأن قولنا: إنه في العالم يقتضي أن يكون محدودًا متناهيًا، وقولنا: إنه مباينٌ له وخارج عنه يقتضي أن يكون بينه وبين العالم مسافة، والمسافة مكان، وقد أطلقنا القول بأنه غير مماس لمكان».اهـ.

"Ash-hab kami (ulama madzhab Syafi'i) sepakat tidak boleh dikatakan Allah berada di satu tempat atau di semua tempat [artinya; Allah ada tanpa tempat], juga tidak boleh dikatakan bagi-Nya menempel dan berhadap-hadapan. Hanya saja ungkapan mereka dalam hal ini memiliki perbedaan.

Abul Hasan al-Asy'ari berkata: "Sesungguhnya Allah tidak boleh dikatakan bagi-Nya [berada] pada tempat, juga tidak dikatakan bagi-Nya di luar (terpisah/mubayin) dari alam, juga tidak dikatakan di dalam alam. Karena perkataan "di dalam alam" memberikan pemahaman Allah dibatasi (memiliki bentuk/penghabisan), dan perkataan "di luar (terpisah)" memberikan pemahaman antara Allah dan alam terdapat jarak, padahal jarak itu adalah tempat, sementara telah kita tegaskan bahwa Allah tidak bersentuhan dengan tempat". 

[Demikian catatan Abu Manshur al- Baghdadi, Tafsir al-Asma' Wa ash-Shifat (h. 151), manuskrip].

2. Aqidah Imam Al-hafidz Al-baihaqi

Secara ringkas, Imam al-Hafidz al-Baihaqi al-Asy’ary menegaskan aqidah ulama salaf Ahlussunnah Wal Jama’ah tersebut seperti berikut:

وَفِي الْجُمْلَةِ يَجِبُ أَنْ يُعْلَمَ أَنَّ اسْتِوَاءَ اللَّهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى لَيْسَ بِاسْتِوَاءِ اعْتِدَالٍ عَنِ اعْوِجَاجٍ وَلَا اسْتِقْرَارٍ فِي مَكَانٍ، وَلَا مُمَّاسَّةٍ لِشَيْءٍ مِنْ خَلْقِهِ، لَكِنَّهُ مُسْتَوٍ عَلَى عَرْشِهِ كَمَا أَخْبَرَ بِلَا كَيْفٍ بِلَا أَيْنَ، بَائِنٌ مِنْ جَمِيعِ خَلْقِهِ، وَأَنَّ إِتْيَانَهُ لَيْسَ بِإِتْيَانٍ مِنْ مَكَانٍ إِلَى مَكَانٍ، وَأَنَّ مَجِيئَهُ لَيْسَ بِحَرَكَةٍ، وَأَنَّ نُزُولَهُ لَيْسَ بِنَقْلَةٍ، وَأَنَّ نَفْسَهُ لَيْسَ بِجِسْمٍ، وَأَنَّ وَجْهَهُ لَيْسَ بِصُورَةٍ، وَأَنَّ يَدَهُ لَيْسَتْ بجَارِحَةٍ، وَأَنَّ عَيْنَهُ لَيْسَتْ بِحَدَقَةٍ، وَإِنَّمَا هَذِهِ أَوْصَافٌ جَاءَ بِهَا التَّوْقِيفُ، فَقُلْنَا بِهَا وَنَفَيْنَا عَنْهَا التَّكْيِيفَ

“Secara global harus diketahui bahwa istiwa’-nya Allah swt. bukanlah istiwa’ yang bermakna lurus dari bengkok ataupun bermakna menetap di suatu tempat. Juga bukan bermakna menyentuh satu dari sekian makhluk-Nya. Akan tetapi Allah istiwa’ atas Arasy seperti yang Allah beritakan tanpa ada tata cara dan tanpa ada pertanyaan “di mana”, dan Ia terpisah dari seluruh makhluk-Nya. 

Dan bahwasanya sifat ityân (kedatangan) Allah bukan datang dalam arti perpindahan dari satu tempat ke tempat yang lain; sifat majî' (kehadiran) Allah bukan suatu gerakan; sifat nuzûl (turun) bukan suatu perpindahan; sifat nafs (diri) bukan suatu jism, sifat wajh (wajah) bukan sebuah bentuk fisik; dan bahwa yad (tangan)-Nya bukan sebuah organ bertindak; 'ain (mata)-Nya bukan sebuah organ penglihatan; tetapi Ini semua adalah sifat yang disebutkan oleh Nabi Muhammad tanpa bisa dipertanyakan (tawqîf), maka kami menetapkan keberadaannya dan meniadakan tata cara atau makna leksikal (kaifiyah) darinya”. (al-Baihaqi, al-I’tiqâd, hlm. 117).


Sumber : website NU 

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda