Kunjungan para Capres ke pesantren-pesantren, sowan cium tangan Kiai dan acara shalawatan dicurigai sebagai bentuk politisasi agama. Para Kiai pesantren dianggap lugu tidak ngerti politik.
Terlepas dari benar atau tidak kecurigaan dan anggapan tersebut, memiliki visi politik yang tajam dan akurat memang dibutuhkan oleh para Kiai, Ajengan, Gus, Ustadz dan santri. Bagaimana caranya?
Presiden Rusia Vladimir Putin dikabarkan absen dari pertemuan G 20 tanggal 15 - 16 November 2022 di Bali. Dalam keadaan negara sedang perang, sulit bagi Putin meninggalkan tempat. Dan masalah keamanan dirinya juga menjadi alasan kuat bagi ketidakhadirannya.
Kekuatan militer, sains dan teknologi serta punya pemimpin yang ideologis, berkarakter dan memiliki visi politik seperti Putin, membuat Rusia disegani oleh negara-negara lain. Meskipun Rusia morat marit secara ekonomi.
Akan tetapi masalah ekonomi bukan halangan baginya untuk menyerang Ukraina. Visi politiknya lah yang mengharuskan segera bertindak atas potensi ancaman NATO jika Ukraina bergabung. Visi politiknya melihat bahwa Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy adalah musuh, bukan tetangga yang baik. Jadi, sebelum kemungkinan terburuk menimpa Rusia, lebih baik serang Ukraina duluan.
Visi artinya penglihatan mata hati kita terhadap sesuatu yang akan terjadi di masa depan berdasarkan fakta dan data masa kini dan masa lalu. *Tingkat akurasi visi politik seseorang dipengaruhi oleh seberapa bening hatinya dan seberapa jujur dia terhadap ideologinya.*
Saya tidak begitu paham apakah ada diskusi politik tentang situasi regional Arab di Makkah pada abad 18-19, dimana saat itu para masyaikh dari Nusantara sedang menimba ilmu. Kala itu Aswaja menjadi madzhab resmi. Kala itu juga sekitar 900 km sebelah timur Makkah sedang terjadi konspirasi Inggris dengan Keluarga Saud dan pengikut Muhammad bin Abdul Wahab.
Satu abad kemudian Kerajaan Arab Saudi berdiri dan menjadikan Wahabiyah sebagai madzhab resmi. Makkah dan Madinah direbut. Dengan tangan kekuasaan, berakhirlah dominasi Aswaja di sana tanpa ada perlawanan politik sampai kedatang Komite Hijaz dari Jawa.
Apakah di Makkah dan Madinah masa itu tidak ada ulama Aswaja yang punya visi politik guna mengantisipasi serangan Kerajaan Arab Saudi dan gerakan Wahabi? Apakah di Makkah dan Madinah masa itu tidak ada ulama Aswaja yang melakukan perjuangan politik dan fisik melawan Kerajaan Arab Saudi dan gerakan Wahabi?
Bukan hendak menyesali jatuhnya Makkah dan Madinah di tangan Wahabi. Bukan pula mau berandai-andai seandainya ulama Aswaja di sana melakukan perlawanan sengit. Akan tetapi inilah sejarah yang perlu kita ambil pelajaran darinya, bahwa visi politik itu penting bagi kelangsungan sebuah ideologi dan madzhab.
Kiai Wahab Chasbullah adalah salah seorang kiai yang mempunya visi politik yang tajam. Ketajaman visi politiknya membuatnya bersama kiai-kiai yang mengambil tindakan untuk menemui Raja Arab Saudi. Menuntut agar Aswaja tetap boleh eksis di sana dan meminta situs-situs (makam) keramat di sana jangan dihancurkan.
Visi politik Kiai Wahab Chasbullah juga yang mengatakan bahwa Aswaja harus membentuk organisasi sendiri untuk memperjuangkan ajarannya, sebab, tidak mungkin kelompok di luar Aswaja mau memperjuangkan Aswaja. Kemudian lahirlah NU.
Visi politik Kiai Wahab Chasbullah juga yang memutuskan NU keluar dari Masyumi. Masyumi sebagai partai yang terdiri dari ormas-ormas Islam pada praktiknya kerap merugikan NU. Sebaiknya NU mendirikan partai sendiri. Pada pemilu 1955 suara NU kalah sedikit dari Masyumi.
Mengasah visi politik itu penting bagi nahdliyin yang mengemban ideologi Aswaja agar dapat bertindak cepat, tepat dan akurat demi kepentingan NU dan jamaahnya.
Penulis : Ayik Heriansyah