Menyoal Tayangan "Xpose Uncensored" Trans7: Antara Fakta, Framing, dan Tanggung Jawab Media - HWMI.or.id

Wednesday, 15 October 2025

Menyoal Tayangan "Xpose Uncensored" Trans7: Antara Fakta, Framing, dan Tanggung Jawab Media

Malang, 15 Oktober 2025 – Dunia penyiaran Indonesia kembali diguncang kontroversi. Program Xpose Uncensored Trans7 yang tayang pada 13 Oktober 2025 menyoroti dugaan praktik “perbudakan” di lingkungan pesantren. Tayangan tersebut sontak menyita perhatian publik sekaligus memantik reaksi keras, terutama dari komunitas pesantren. Respons tegas datang dari Pengurus Cabang Rabithah Ma’ahid Islamiyah Nahdlatul Ulama (PC RMI NU) Kota Malang yang mengeluarkan Pernyataan Sikap resmi.

Pertanyaan mendasar pun mencuat: apakah tayangan tersebut benar-benar mencerminkan fakta atau justru hasil rekayasa naratif? Di mana batas antara investigasi jurnalistik dan tanggung jawab moral sebuah program dokumenter?

Suara dari PC RMI NU Kota Malang: Keprihatinan dan Penolakan

Dalam Pernyataan Sikap bertanggal 14 Oktober 2025, PC RMI NU Kota Malang menyampaikan keprihatinan mendalam. Mereka menilai tayangan itu:

  1. Menimbulkan keresahan dan melukai hati: Narasi yang dibangun dianggap menyinggung perasaan santri, kiai, dan keluarga besar pesantren yang selama ini berkhidmat mencerdaskan bangsa serta menanamkan akhlak mulia.
  2. Mengandung framing negatif dan disinformasi: Tayangan dinilai sarat pembingkaian yang menyesatkan, fitnah, serta tidak mencerminkan realitas di lapangan. Dampaknya, pesantren terancam menjadi sasaran ujaran kebencian dan stigma sosial.

Sebagai respons, PC RMI NU Kota Malang mengambil langkah tegas:

  1. Mengecam tayangan yang dianggap menyesatkan, tidak berimbang, dan mencoreng citra pesantren.
  2. Menuntut permintaan maaf terbuka dari pihak Trans7 dan tim produksi.
  3. Mendesak KPI untuk meninjau serta mengevaluasi tayangan tersebut.
  4. Mengimbau masyarakat agar tetap tenang, melakukan tabayyun (cek dan ricek), dan tidak mudah terprovokasi.

Mencari Kebenaran: Transparansi dan Kejujuran Program

Dalam dunia jurnalistik, khususnya tayangan investigatif yang menyentuh isu sensitif, prinsip transparansi dan kejujuran adalah harga mati. Beberapa pertanyaan penting patut diajukan kepada Trans7 dan produser Xpose Uncensored demi kejelasan publik:

  1. Metodologi investigasi: Bagaimana proses pengumpulan data dilakukan? Apakah sudah melalui verifikasi lintas sumber dan memberikan hak jawab yang proporsional kepada pihak pesantren yang dituduh
  2. Kontekstualisasi: Apakah tayangan mampu membedakan secara tegas antara kasus individual (jika memang ada) dengan sistem dan nilai pesantren secara keseluruhan? Menggeneralisasi seluruh institusi dari satu kasus adalah kekeliruan fatal.
  3. Narasi dan framing: Apakah penggunaan istilah “perbudakan” benar-benar tepat dan proporsional, atau justru dipilih demi sensasi dramatik yang menyesatkan persepsi pemirsa?Tujuan dan dampak: Jika niatnya untuk perbaikan, apakah pendekatannya konstruktif atau cenderung menghakimi? Sudahkah dampak sosial dan psikologis terhadap lembaga pendidikan Islam dipertimbangkan secara matang?

Tanpa kejelasan atas hal-hal tersebut, tayangan seperti ini mudah dianggap sebagai rekayasa narasi yang mengedepankan rating ketimbang kebenaran dan keberimbangan.

Pencerahan dan Pembelajaran bagi Semua Pihak

Kontroversi ini seharusnya menjadi momentum pembelajaran bersama:

  1. Bagi lembaga penyiaran (Trans7) dan KPI: Keduanya perlu kembali berpegang pada Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS). KPI harus menilai secara objektif apakah tayangan tersebut melanggar prinsip-prinsip dasar penyiaran: akurasi, keadilan, serta larangan menimbulkan kebencian. Media nasional memiliki tanggung jawab besar menjaga kerukunan sosial, bukan menebar kecurigaan.
  2. Bagi pesantren dan ormas Islam (seperti NU): Sikap PC RMI NU Kota Malang patut diapresiasi — tegas, terukur, dan meneduhkan. Respons seperti ini tidak hanya melindungi marwah pesantren, tetapi juga menunjukkan kedewasaan dalam berkomunikasi publik. Ke depan, pesantren perlu lebih terbuka dan proaktif mengedukasi masyarakat mengenai sistem pendidikan dan nilai kehidupan di dalamnya.
  3. Bagi masyarakat umum: Seruan tabayyun menjadi pengingat penting di era banjir informasi. Publik harus cerdas dan kritis — tidak menelan mentah-mentah setiap narasi media, melainkan mencari kebenaran dari berbagai sumber agar memperoleh gambaran yang utuh.

Kesimpulan

Klaim “perbudakan di pesantren” adalah tuduhan serius dengan dampak sosial dan moral yang luas. Berdasarkan pernyataan PC RMI NU Kota Malang serta prinsip jurnalisme yang bertanggung jawab, terdapat indikasi kuat bahwa tayangan Xpose Uncensored Trans7 tidak sepenuhnya berbasis fakta dan cenderung menggunakan framing negatif yang tidak berimbang.

Kredibilitas tayangan ini baru dapat dipulihkan apabila pihak produser dan Trans7 bersikap terbuka mengenai metodologi, data, serta motif di balik produksi. Hanya dengan kejujuran dan tanggung jawab publik dari seluruh pihak, kebenaran sejati dapat diungkap.

Peristiwa ini menjadi pengingat penting: kebebasan pers bukanlah kebebasan tanpa batas. Ia harus selalu diimbangi dengan tanggung jawab sosial yang besar — agar media tidak berubah menjadi alat penyebar disinformasi yang justru merusak harmoni bangsa.

Penulis: Edi Widodo

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda