Evie Effendi: Saya Belajar Islam Otodidak, Guru Saya Rasulullah dan Para Sahabat - HWMI.or.id

Monday 29 June 2020

Evie Effendi: Saya Belajar Islam Otodidak, Guru Saya Rasulullah dan Para Sahabat


Sekilas, Evie tak tampak seperti ustaz. Tak bergamis atau berserban. Ia lebih sering pakai kemeja flanel dan celana jin. Khasnya lagi adalah cara bicaranya yang nyunda, lucu, serta dengan kata-kata berima.

Contoh ceramahnya: “Kenapa perempuan kalau selfie itu miring-miring? Karena perempuan itu butuh sandaran,” ujarnya di sebuah acara televisi. 

Ia lalu menambahkan, “kalau tidak ada bahu untuk bersandar, lebih baik bersujud saja kepada bumi, maka langit akan mendengar.”

Nama Evie sebenarnya sudah harum di Bandung. Bersama sejawatnya, Hanan Attaki dan Rahmat Baiquni, trio ustaz muda dari Masjid Al Lathiif Bandung itu bersatu dalam gerakan Pemuda Hijrah sejak 2015. Masing-masing tampil dengan gayanya. Mereka aktif menggunakan media sosial di Instagram atau Youtube untuk syiar.

Evie punya julukan sebagai Ustaz Gapleh, akronim dari gaul tapi soleh. Tapi itu sekarang. Dulu, masa lalunya hitam dan sempat masuk bui karena kasus penikaman orang dengan cutter. Tiga bulan ia mendekam dan mendapat pencerahan di sana.

Sebelum jadi Ustaz, Evie banyak melakoni ragam pekerjaan untuk menghidupi keluarga. Ia pernah berdagang lotek, gorengan, juga oli bekas, hingga kemudian bekerja sebagai peracik warna di pabrik jin merek ternama.
Berikut wawancara Beritagar.id dengan Evie Effendi:

Pernah ditolak ceramah gara-gara masa lalu Anda yang kelam?
Kalau ditolak secara ekstrem sih enggak pernah. Cuma kadang ada yang memandang saya sebelah mata. Di lokasi ceramah itu suka ada yang tanya-tanya, ustaznya mana ya, padahal ya saya yang mau ceramah. Mereka mungkin tidak percaya ustaznya adalah saya.

Maksudnya Anda dipandang kecil oleh kiai atau ustaz lain?
Ya ada saja tapi saya enggak mau bilang-bilang.

Anda merasa disepelekan, terus bagaimana sikap Anda ke mereka?
Biarkan saja nanti juga meninggal sendiri. Jangan seperti itu lah. Kalau ada tahi kotok di jalan biarkan saja, capek.

Sebenarnya kapan Anda mulai masuk ke masa kelam itu?
Semenjak judulnya mencari jati diri. Biasa, fenomena ABG (anak baru gede) baheula, segala dicoba. Aku pernah mencoba segala.

Termasuk narkoba?
Hanya coba-coba, asal tahu. Misalnya ganja atau Bob Marley-an dan minum-minuman. Cuma kalau stay di sana (narkoba), saya mah enggak. Saya hanya sebatas coba-coba saja. Tapi efeknya ya enggak tenang, resah, enggak punya sandaran, seperti agama.

Biasanya apa penyebab Anda mencoba-coba itu, karena solidaritas tinggi terhadap teman?
Frustrasi gara-gara cewek he-he. Sama perempuan mah Superman nutug (jatuh) , Spiderman juga tijalikeuh (terpeleset).

Ada faktor persoalan keluarga juga sehingga memakai narkoba?
Waktu itu ekonomi keluarga memang terpuruk. Saya masuk pesantren juga tidak bayar. Sekolah enggak jelas, kuliah enggak pernah. Bahkan enggak sempat SMA.

Ketika sekolah itu sudah ikut geng motor?
Gabung-gabung saja, suka ribut, berkelahi, banyak teman. Satu sakit, semua sakit. Rupa-rupa waktu itu (ikut geng motornya). Ikut Brotherhood.
Pokoknya panjang pisan sejarah saya di geng motor. Sekarang mereka ada yang ingat, oh ini (Evie) yang dulu bareng. Saya suka di mana saja soalnya. Solo karier memang.
Di geng motor Brigez enggak resmi, Moonraker juga. Kalau frustrasi ya mabuk di jalan. Tapi saya enggak punya tato.

Suka mengganggu warga dan berbuat kriminal?
Ya itu, waktu kasus (penusukan dengan) cutter yang membuat saya masuk ke rumah tahanan di Kebonwaru Bandung.

Kasus tersebut jadi titik balik hidup Anda?
Saya melihatnya begini: Yang pada sombong itu cepat masuk penjara saja supaya tidak nakal lagi. Enggak ada yang jago di dalam penjara mah. Sekolah termahal di dunia itu, gampang masuk susah keluar.

Merasa banyak belajar selama berada di dalam penjara?
Ini soal pencarian diri. Jadi ngobrolnya dengan tembok, enggak ada teman. Saya masuk ke sana kan seperti anak kecil, tidak punya kekuatan. Masuk penjara seperti masuk neraka.
Tapi alhamdulillah banyak yang melindungi di dalam. Saya di sana tidak lama, cuma dua bulan di Polres, kemudian selama sebulan di rumah tahanan. Akhirnya divonis bebas karena tidak terbukti melakukan kesalahan, hanya kena fitnah saja waktu itu.

Kesannya terasing ya di dalam penjara?
Capek di sana mah, rek kitu wae (mau begitu terus)? Nah sampai sekarang jadi viral kan, ucapan rek kitu wae? Itu kesimpulan batin sebenarnya, sampai kapan mau begitu terus. Pas masuk penjara saya sudah punya anak dua.

Tapi di penjara itu Anda justru mendapat hidayah dan belajar agama?
Perenungan, saya mengaji sedikit-sedikit, sudah ada dasar. Lebih banyak melamun dan merenung. Makanya tolong bilangin ke mereka yang bengal, jangan sombong. Kalau besar kepala, bisa-bisa kepalanya enggak bisa masuk ke helm.

Anda mendalami Islam dengan belajar dari seseorang?
Otodidak. Saya membeli buku dan majalah bekas, sekarang lihat Youtube, membeli kaset ceramah, kemudian saya banding-bandingkan. Saya tidak belajar dari satu guru. Guru saya mah Rasulullah SAW dan para sahabat. Kalau berguru sekarang mah rariweuh, pada sombong dengan ilmunya.

Sekarang punya murid dong?
Enggak ada murid, sahabat saja. Ada tidak zaman Nabi sebutan murid. Kata murid itu seperti film Kung Fu ya. Saya mah sama teman-teman panggil sahabat saja. Guru saya siapa saja yang memberi ilmu. Kalau ikan itu memberi ilmu, ya dia guru saya.

Sampai saat ini masih terus mendalami Islam?
Masih atuh sampai liang lahat. Setiap hari saya diskusi. Alquran itu menjawab semua. Beda dengan Google yang menjawab semaunya. Karena itu mari mengaji Alquran biar tahu semua.
Tapi repotnya orang suka melihat cangkang, lihat casing, jadi ilmu enggak sampai gara-gara hambatan cara pandang.

Apa memangnya yang berubah setelah keluar dari penjara?
Konsep hidup. Dulu saya berani mati ketika sedang tidak benar. Sekarang harus berani mati untuk yang benar. Tentu untuk membela agama, kalau tidak membela agama mau bela apa lagi? Nanti kan agama yang membela kita, simpel. Prinsipnya harus diubah karena tenaganya itu-itu saja.

Awalnya ada yang percaya Anda sebagai ustaz, notabene adalah mantan napi?
Ada saja yang menilai jelek. Si anjing jadi ustaz, si goblok jadi ustaz lah. Saya abaikan saja, pakai kupluk supaya tidak dengar. Semua akan cie-cie pada waktunya, asyik-asyik saja.

Bagaimana meyakinkan mereka untuk kembali ke jalan yang benar, khususnya yang masih ada di dunia hitam?
Dirangkul jangan dipukul, diajak jangan diejek, disayangi jangan disaingi. Dihampiri, di dekati, diajak ngomong, diceritakan.

Pendapat Anda soal fenomena pemuda yang hijrah di Bandung?
Pemuda hijrah jangan merasa hijrah. Hijrah itu perintah Allah, jadi jangan diaku, akan jadi kesombongan. Banyak yang merasa hijrah lalu menghakimi orang, itu salah. Hati-hati ada tugas baru setelah hijrah. Kuatkan ilmunya supaya tidak menghakimi orang.
Harus terus cari ilmu supaya bijaksana. Hijrah mah bukan untuk menghukum orang lain. Bagaimana diri menjadi lebih baik dan berbuat baik ke orang lain.

Tapi ada juga hijrah yang mengarah ke radikalisme?
Agama mah tidak ada ajaran radikal. Kalau ada agama yang bersikap radikal, berarti dia tidak beragama, simpel.

Anda sepakat dengan kebijakan sertifikasi ustaz oleh MUI—untuk menangkal radikalisme itu?
Sertifikasi ustaz riweuh (ribet) ya. Nanti kalau ustaznya sakit semua, maka salat Jumat libur.

Apa sih misi utama Anda sebagai ustaz?
Masuk surga bertemu Rasulullah SAW, keren ya. Kalau untuk umat, ya semoga pada saleh saja. Suka gaul tapi ingat salat, menikmati perjalanan hidup tanpa harus repot.

Anda tampak sibuk belakangan, ada waktu untuk keluarga?
Saya ini bolak-balik Bandung-Jakarta. Keluarga jatahnya hanya dua jam, itu pun terpotong tidur. Mohon maaf keluargaku yang waktunya terkebiri dengan tugas-tugasku. Itu hampir setiap hari, selama tujuh tahun ini. Alhamdulillah enggak dikasih sakit tipes.
Kiat saya menjaga kesehatan adalah dengan menjaga wudu dan memakan makanan halal saja. Olahraganya ya salat, kalau stres baca Alquran, ngobrol dengan Allah langsung.

Bagaimana kalau ada yang mau konsultasi langsung dengan Anda?
Itu mah dibuka 24 jam. Mohon maaf kepada keluarga Instagram yang belum terjawab semua. Kalau ada yang terjawab itu mah pilihan Allah. Akunnya dipegang asisten. Tidak bisa lewat telepon, karena saya memang enggak pegang HP.
Istri saya saja susah hubungi saya. Saya orangnya enggak suka diganggu. Kalau lagi buang air besar diganggu, enak enggak? Enggak kan, apalagi ini dakwah.

Lho keluarga tidak keberatan dengan kegiatan Anda yang banyak itu?
Enggak masalah. Mereka paham, Evie mah dari dulu begitu. Saya rencana sampai malam takbiran ada di beberapa stasiun televisi. Sekitar 4-6 ceramah di luar radio dan televisi.

Boleh tahu tarifnya berapa he-he…
Oh jangan tanya tarif, saya bukan PL (pemandu lagu) ya.

Sumber: baldatuna.com

www.hwmi.or.id

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda