Hukum Membuat Kubah dan Kain di Batu Nisan - HWMI.or.id

Sunday 21 June 2020

Hukum Membuat Kubah dan Kain di Batu Nisan


Ketika kita ziarah ke makam para wali, ulama dan makam-makam orang sholeh, biasanya kita lihat di atas makam tersebut di bangun sebuah kubah/cungkup. Serta batu nisannya juga dselimuti sebuah kain. Bagaimana hukumnya hal tersebut?

Menganai hal ini, terdapat beberapa pendapat yang berbeda. Semuanya bertujuan untuk mengagungkan dan mensucikan Allah SWT, walaupun dalam penerapannya berbeda. Yang satu melarang dan yang lain memperbolehkannya:

يكره كراهة تحريم تسنيم القبور والبناء عليها على نحو الذي يفعله كثيرمن الناس اليوم. (الفقه المنهجي ج 1 ص 262)

“Makruh tahrim hukumnya membentuk kuburan seperti punuk dan membangun cungkup di atasnya seperti yang sering dilakukan banyak orang akhir-akhir ini". (al-Fiqh al-Manhaji, Juz I, hal 262)

Hal ini berdasarkan pada sebuah hadits:

عن جا بر رضي الله عنه قال نهى رسول الله عليه وسلّم أ ن يجصّص القبر. (سحيح مسلم, رقم, 161)

“Diriwayatkan dari Jabir RA. Dia berkata bahwa Rasulullah SAW melarang mengecat kuburan dengan kapur.” (Shahih Muslim, 1610)

Yang mengatakan boleh-boleh saja, jika bertujuan supaya masyarakat bisa menghormati para ulama’ dan auliya’ tersebut. Al-Qadhi Habib al-Haq al-Furmuluwi mengutip kitab Tahrir Syami, Juz I, hal 123, mengatakan bahwa:

ان البدعة الحسنة الموافقة لمقصود الشّرع تسمى سنّة  فبناء القباب على القبور العلماء والاولياء والصّالحاء ووضع السّتور والعمائم والثّياب على قبورهم  أمر جائز اذا كان القصد بذالك التّعظيم في أعين العامّة حتّي لايحقّروا صاحب القبر وكذا ايقاد القناديل والشّمع عند قبور الاولياء والصّلحاء من باب التّعظيم ولاءجلال أيضا للاولياء فالمقصد فيها مقصد حسن. (المسائل المنتخبة في الرسالة والوسيلة, ص 19)

“Sesungguhnya bid’ah hasanah yang sesuai dengan tujuan syara’ dinamakan sunnah. Oleh sebab itu, membangun cungkup diatas kuburan para ulama’, auliya’ dan orang-orang sholeh, juga memasang tabir, surban, dan pakaian di atas kuburan mereka adalah diperbolehkan, jika bermaksud untuk penghormatan di mata orang-orang awam. Demikian juga boleh menyalakan lampu dan lilin (atau listrik di zaman ini) di dekat kuburan auliya’ dan orang-orang sholeh. Sebab hal ini merupakan penghormatan dan pengagungan terhadap para wal Allah SWT. Maka tujuan tersebut adalah baik. (al-Masa’il al-Muntakhabah fi al-Risalah wa al-Wasilah, 19).

Kedua pendapat di atas sebetulnya bermuara pada tujuan kita dalam pembuatan cungkup tersebut. Jika hanya untuk bermegah-megahan, maka perbuatan tersebut jelas dilarang. Tetapi apabila dibuat dengan tujuan yang baik, misalnya menghormati orang yang ada di dalam kubur tersebut tentu hukumnya juga baik dan tidak dilarang. Al-Qadhi Habib al-Haq al-Furmuluwi mengatakan:

اقول في بعض الامور المذكورة فوائد للزائرين بظلّ البناء واستضوائهم بضوءالسّراج والشّمع حرزا واجتنابا عن أذى المؤ ذيات والوقوع في الحفرات, الّا انّ هذا الكلّ في المرتبة الجواز. (المسائل المنتخبة في الرسالة والوسيلة, ص 19)

“Saya berpendapat pada sebagian perkara yang tersebut di atas itu (membuat cungkup dan menyalakan lampu) ada gunanya bagi para peziarah kubur yaitu mereka bisa bernaung di bawah bangunan tersebut dan mereka bisa mendapatkan penerangan dari sinar lampu dan lilin guna menjaga diri para pengganggu juga untuk menghindar dari terperosok ke lubang. Hanya saja semua itu adalah boleh. (al-Masa’il al-Muntakhabah fi al-Risalah wa al-Wasilah, 19)

Di samping itu, makam ulama adala salah satu syi’ar Allah SWT di bumi yang harus dihormati dan di agungkan. Firman Allah SWT:

وَمَنْ يُّعَظِّمْ شَعَا ئِرَ اللهِ فَاِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوْبِ. (الحج: 32)

“Maka barang siapa yang memuliakan syi’ar Allah, maa itu termasuk dalam ketaqwaan hati.” (QS. Al-Hajj: 32)

Menafsirkan ayat ini, Sayyid Abdul Ghani al-Afandi al-Nabulusi, mengatakan:

وشعا ئرالله هي الاشياء الّتي تعشر أن تعلم به تعالى كالعلماء والصّالحين احياء وامواتا ونحوهم. (كشف النّور عن اصحاب القبور, 13)

“Yang dimaksud dengan syi’ar Allah SWT adalah segala sesuatu yang dapat dijadikan sebagai tanda atau penunjuk kebsaran Allah SWT. Seperti ulama’, orang sholeh, di waktu hidupnya ataupun ketika telah meninggal dunia, dan semisal mereka.” (Kasyf an-Nur ‘an Ashhab al-Qubur, 13)

Berdasarkan keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa memasang kain di batu nisan atau membuat kubah di kuburan, khususnya pada makam para wali, tidak dilarang. Apalagi cungkup tersebut dapat dimanfaatkan sebagai tempat untuk membaca al-Qur’an, berdzikir, dan berdo’a kepada Allah SWT. Tentu semua itu sangat dianjurkan. 
 (aswajanucenterjatim.com)

www.hwmi.or.id

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda