Suara NU dan Muhammadiyah di Tengah Polemik RUU HIP - HWMI.or.id

Friday 19 June 2020

Suara NU dan Muhammadiyah di Tengah Polemik RUU HIP



“Indonesia akan tetap kuat selama kita tetap setia pada Pancasila” (Ir. Soekarno)

Baru-baru ini berbagai kalangan tengah ramai membincangkan tentang Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP). Banyak pihak yang menuding bahwa adanya RUU Pancasila ini dianggap akan bisa melemahkan Ideologi Negara kita yang sudah final.

Indonesia menjadi sebuah Negara berkembang yang bisa dibilang cukup mapan. Dibilang cukup mapan tentu saja karena Indonesia merupakan Negara kepulauan yang besar dan majemuk masyarakatnya, akan tetapi tetap mampu menjaga stabilitas perdamaian Negara. Hal tersebut bisa terjadi karena Indonesia memiliki dasar Negara yang dianggap mampu menaungi semua, yakni Pancasila.

Latar belakang sejarah lahirnya pancasila tidak bisa lepas dari para founding fathers kita, kendati diproklamirkan oleh presiden soekarno akan tetapi perumusannya dilakukan secara bersama-sama. Hal serupa juga dilakukan oleh para founding fathers dalam menetapkannya sebagai dasar negara.

Hal ini menandakan bahwa asas gotong royong yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia menjadi bukti bahwa semakin kuatnya persatuan kita apabila dilakukan secara bersama-sama.

Maka wajar apabila pancasila sebagai dasar negara memiliki kedudukan yang sakral. Sebab selain sebagai dasar negara Pancasila juga bisa menjadi falsafah hidup bangsa Indonesia. Sehingga wajar apabila muncul kritik pedas apabila ada yang mencoba untuk mengusik pancasila.

Salah satu yang mengkritik keras datang dari dua sayap Islam terbesar di Indonesia yakni dari NU dan Muhammadiyah. Seperti yang kita ketahui bersama bahwa dua ormas besar ini tidak akan tinggal diam tentang segala sesuatu yang bisa membahayakan kedaulatan Negara.

Pandangan Nahdlatul Ulama.

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Prof. Dr. KH. Said Aqil Siradj melalui Ketua Bidang Hukum dan Perundang-undangan H. Robikin Emhas menolak dengan keras disahkannya RUU HIP ini. Menurut H. Robikin ada beberapa poin yang multitafsir dan dapat menggoyahkan Pancasila itu sendiri.

Terdapat pada pasal 3 ayat 2 Pasal 6, dan Pasal 7.

Selanjutnya ada pada Pasal 13, 14, 15, 16,  dan 17.

Pasal 22 .

Pasal 23.

Pasal 34, 35, 37, 38, 41, dan 43.

Pasal 48 ayat 6 dan Pasal 49.

Sedangkan menurut Kiai Said bahwa sebetulnya pancasila sendiri sudah tidak bisa diganggu-gugat lagi sebab maknanya juga sudah diterangkan dalam pembukaan Undang-undang 1945. Kiai said juga mengatakan jikalau pembahasan RUU HIP ini tidak perlu dilakukan apalagi ditengah suasana wabah Covid-19 ini.

Seharusnya setiap elemen bisa bahu-membahu untuk fokus menangani wabah Covid-19 ini, sebab itulah yang benar-benar dibutuhkan oleh masyatakat saat ini. Jika pemerintah ingin wabah ini cepat berlalu maka harus ada tindakan serius dan tidak mengalihkan kepada hal lain terlebih dahulu.

Pandangan Muhammadiyah

Melalui Sekretaris umumnya Abdul Mu’ti Pengurus Pusat Muhammadiyah meminta untuk menghentikan pembahasan RUU HIP sebab dinilai banyak pasal yang kontroversial dan mengarah terhadap pemecah belah persatuan.

enada dengan Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah juga meminta kepada pemerintah untuk tidak sampai menerbitkan RUU HIP ini sebab akan menjadi polemik baru dalam ranah Ideologi bangsa ini.

Salah satu yang menjadi kontroversi dalam draf RUU HIP ini adalah dengan mempersempit pancasila menjadi trisila, kemudian dipersempit lagi menjadi ekasila yakni yang bernilai Gotong royong. Padahal tidak perlu adanya penyederhanaan seperti itu secara legal formal perundang-undangan. Sebab nantinya pancasila akan bisa dirongrong dari dalam.

Jika melihat pandangan dari dua sayap Islam Indonesia ini, maka dapat disimpulkan bahwa adanya RUU HIP ini akan bisa mengancam persatuan dan perpecahan bangsa ini. Terutama dalam hal ideologi maka akan mudah dirongrong dan dimanfaatkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.

Melihat penolakan yang keras dari berbagai kalangan maka jelas jika RUU HIP ini bukan merupakan suatu urgensi kebangsaan yang harus segera diperbaiki. Sebab pada dasarnya Ideologi Pancasila sudah tidak bisa diutak-atik lagi kedudukannya.

Maka puncaknya adalah kita sebagai Silent Majority harus bisa berperan aktif untuk mengingatian pemerintah dalam membuat kebijakan-kebijakan, terutama kebijakan-kebijakan yang bersifat fundamental. Seperti RUU HIP ini misalnya. Demikian semoga bermanfaat. Tabik.!.

Penulis: Fathur IM
(Peci Hitam)

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda