Potensi Pertumpahan Darah Dalam Propaganda Hizbut Tahrir - HWMI.or.id

Saturday 29 August 2020

Potensi Pertumpahan Darah Dalam Propaganda Hizbut Tahrir

 POTENSI PERTUMPAHAN DARAH DALAM PROPAGANDA HIZBUT TAHRIR


Oleh: ustadz Muafa (Mantan Aktivis HTI)

Saya akan mencoba menganalisis potensi pertumpahan darah dalam propaganda Hizbut Tahrir berdasarkan pengetahuan fikih dan sejarah Islam  yang saya ketahui. Analisis ini mudah-mudahan nanti bisa dilengkapi para intelektual dengan sudut pandang geopolitik, sosial, militer, ideologi, sejarah umum dan berbagai sudut pandang lain yang relevan. 

Agar umat tahu (termasuk awam-awam Hizbut Tahrir) betapa berbahaya dan beresikonya propaganda kelompok ini. Juga agar tahu bahwa membesarkan isu khilafah itu salah, tidak bijaksana dan menunjukkan kedangkalan ilmu dalam topik ini. Juga agar tahu bahwa cita-cita membawa Islam dalam pemerintahan dan kekuasaan itu tidak sesederhana ucapan “terapkan syariah tegakkan khilafah” tanpa mengkaji dampak-dampak dahsyat yang ditimbulkannya.

PINTU PERTAMA 

Pintu pertama yang membuka potensi penumpahan darah sesama muslim adalah konsepsi bugāt (البغاة).

Makna bugāt adalah sekelompok orang yang punya kekuatan militer, yang tidak taat kepada imam yang sah lalu memutuskan memberontak kepada pemerintahan yang sah. Konsep bugāt dalam fikih adalah diperangi sampai kalah dan taat kepada imam.

Konsepsi bugāt memang ada dalam fikih. Ia juga dinyatakan dalam ayat Al-Qur’an. Dalam tata negara modern, aplikasi konsepsi ini adalah PR besar bagi para fukaha politik Islam dalam konteks merumuskan ketentuannya agar sejalan dengan prinsip-prinsip utama ajaran Islam yang sangat menjaga manusia baik hartanya, kehormatannya maupun darahnya.

Pemikiran Hizbut Tahrir sangat lemah mengurai dampak ini. Bahkan saya menyimpulkan mereka sangat abai dan terkesan tidak peduli. Tidak ada kitab khusus di tubuh Hizbut Tahrir (bahkan bab khusus saja juga tidak ada) yang serius menjaga agar darah umat Islam tidak tertumpah atas nama memerangi bugāt.

Ulama-ulama di masa lalu meskipun tahu hukum memerangi bugāt, tetapi setelah peristiwa Harrah di tahun 63 H, dan melihat sendiri dampak mengerikannya, akhirnya setelah itu muncul ijmak terkait haramnya memberontak kepada penguasa, sezalim apapun selama belum murtad. Ini adalah contoh jasa ulama terdahulu yang sangat serius mencegah pembunuhan atas nama ijtihad politik. Di zaman sekarang, tentu konsepsi semacam ini harus di-landing-kan dengan kesadaran penuh, ketajaman pemahaman terhadap realitas, penguasaan tinggi terhadap dalil, dan penguasaan sempurna terhadap gagasan-gagasan baru terkait penyelenggaraan pemerintahan, sehingga hasil ijtihad yang muncul adalah  ijtihad yang sangat profetik, penuh kasih sayang dan mencegah sekuat tenaga pembunuhan manusia atas nama penegakan syariat.

Sekarang kita akan mencoba membayangkan bagaimana orang-orang Hizbut Tahrir akan menerapkan konsepsi bugāt ini.

Orang-orang Hizbut Tahrir itu mengharapkan khilafah mula-mula akan tegak di satu titik di negeri Arab. Setelah khilafah tegak dengan dipimpin oleh Amir Hizbut Tahrir, maka mereka akan berusaha memperluas kekuasaannya sampai seluruh dunia Islam tunduk kepadanya dan menaati pemerintahannya.

Bagaimana cara memperluas kekuasaan itu?

Di kitab-kitab resmi Hizbut Tahrir seringkali disebut bahwa kekuasaan itu akan meluas secara alami. Hanya saja, jangan terlalu lugu membayangkan bahwa perluasan wilayah secara alami itu terjadi dengan cara damai, peleburan negara dengan cara perundingan di atas meja, atau sejumlah negara di dunia Islam dengan mudahnya datang kepada pemerintahan Hizbut Tahrir lalu  secara sukarela menyatakan taat.

Tidak bisa dibayangkan demikian, karena Taqiyyuddin An-Nabhani menegaskan bahwa tindakan pertama untuk memaksakan taat itu adalah perang! Taqiyyuddin An-Nabhani berkata,

ومتى قامت الخلافة في ذلك القطر وانعقدت لخليفة، يصبح فرضاً على المسلمين جميعاً الانضواء تحت لواء الخلافة ومبايعة الخليفة، وإلا كانوا آثمين عند الله.ويجب على هذا الخليفة أن يدعوهم لبيعته، فإن امتنعوا كان حكمهم حكم البغاة، ووجب على الخليفة محاربتهم، حتى يدخلوا تحت طاعته (نظام الحكم في الإسلام (ص: 51)

Artinya,

“Jika khilafah tegak di daerah tersebut dan sah terangkat khalifah, maka menjadi wajib bagi seluruh kaum muslimin untuk bergabung di bawah bendera kekhilafahan itu dan membaiat khalifah tersebut. Jika tidak, mereka berdosa di sisi Allah dan wajib bagi khalifah ini untuk menyeru mereka supaya membaiatnya. Jika mereka menolak, maka status mereka adalah status bugāt dan wajib bagi khalifah untuk MEMERANGI mereka hingga mereka masuk dalam ketaatan kepadanya” (Niżamu Al-Ḥukmi fī Al-Islām, hlm 51)

Dengan konsep ini sudah bisa dibayangkan bahwa makna kekhilafahan Hizbut Tahrir meluas secara alami itu terutama sekali diwujudkan dengan cara  memerangi kaum muslimin di dunia Islam yang tidak mau tunduk pada kekuasaan Hizbut Tahrir atas nama memerangi bugāt.

Anda sekarang sudah mulai bisa membayangkan potensi pertumpahan darah di antara sesama kaum muslimin dari konsepsi khilafah versi Hizbut Tahrir ini.

PINTU KEDUA

Pintu kedua  yang membuka potensi penumpahan darah sesama muslim adalah konsepsi membebaskan negeri-negeri muslim dari penjajahan.

Selain pintu memerangi bugāt, orang-orang Hizbut Tahrir jika punya kekuasaan juga bisa memerangi kaum muslimin yang tidak sepakat dengannya atas nama pembebasan negeri-negeri Islam dari penjajahan.

Hizbut Tahrir mengklaim seluruh negeri di dunia Islam hari ini berada dalam penjajahan di semua bidang. Hizbut Tahrir bertekad untuk mencerabut semua bentuk penjajahan itu seakar-akarnya dengan cara membasmi tuntas semua pengaruh penjajah di negeri-negeri kaum muslimin. Hizbut Tahrir tidak puas jika ada negeri muslim yang dianggapnya hanya berhasil mengusir penjajah atau merdeka dengan kemerdekaan palsu. Hizbut Tahrir ingin benar-benar menumpas dan memerangi semua bentuk penjajahan baik berupa penjajahan militer, pemikiran, budaya, ekonomi maupun lainnya.

Anda sekarang juga bisa membayangkan rencana Hizbut Tahrir jika punya kekuasaan. Melalui pintu atas nama membebaskan kaum muslimin dari penjajahan, mereka bisa melakukan aksi militer untuk membunuhi kaum muslimin yang tidak sepakat dengannya. Dalam kitab Mafāhīm Hizbit Tahrir, Taqiyyuddin An-Nabhani berkata,

ولهذا فإن حزب التحرير يعمل لتحرير الأقاليم الإسلامية من الاستعمار كله . فهو يحارب الاستعمار حرباً لا هوادة فيها ، ولكن لا يطلب الجلاء فقط ، ولا يطلب الاستقلال المزيف ، بل يعمل لاقتلاع الأوضاع التي أقامها الكافر المستعمر من جذورها ، بتحرير البلاد ، والمعاهد والأفكار ، من الاحتلال ، سواء أكان هذا الاحتلال عسكرياً ، أو فكرياً ، أو ثقافياً ، أو إقتصاديا ، أو غير ذلك . ويحارب كل من يدافع عن أي ناحية من نواحي الاستعمار حتى تستأنف الحياة الإسلامية بإقامة الدولة الإسلامية التي تحمل رسالة الإسلام للعالم كافة (مفاهيم حزب التحرير (ص: 70)

Artinya,

“Oleh karena itu Hizbut Tahrir beraktivitas untuk membebaskan negeri-negeri Islam dari seluruh penjajahan. Ia (Hizbut Tahrir) akan terus memerangi penjajahan tanpa ampun. Hanya saja ia tidak hanya menuntut pengusiran penjajah atau kemerdekaan palsu, tetapi ia beraktivitas untuk mencerabut kondisi-kondisi yang diciptakan oleh kafir penjajah dari akarnya dengan cara membebaskan negeri-negeri, lembaga-lembaga dan pemikiran-pemikiran dari penjajahan, tanpa membedakan apakah penjajahan ini bersifat militer, pemikiran, budaya atau ekonomi atau selain itu. Ia (Hizbut tahrir) juga memerangi siapapun yang membela penjajahan ini dari sisi manapun sehingga kehidupan Islam bisa dimulai dengan menegakkan negara Islam yang akan mengemban risalah Islam untuk seluruh dunia” (Mafāhīm Hizbit Tahrir, hlm 70)

PINTU KETIGA

Pintu ketiga  yang membuka potensi penumpahan darah sesama muslim adalah isu rebutan keabsahan status khilafah.

Kita tahu dalam sejarah, para Sahabat sudah sepakat syarat sah khalifah bahwa ia harus Quraisy. Hanya saja, meski mereka sudah sepakat dalam poin ini,  tetap saja kita masih menyaksikan ada perselisihan dan pertumpahan darah di antara mereka. Padahal mereka adalah generasi terbaik umat Islam! Saya yakin 100% bahwa kualitas ilmu, iman  dan amal orang-orang Hizbut Tahrir tidak akan sampai seujung kuku dari kualitas para Sahabat ini. Walau demikian, ujian politik di tengah-tengah mereka tetap tidak bisa menghindarkan fitnah perselisihan dan fitnah pertumpahan darah yang jejak-jejaknya masih terasa sampai hari ini.

Kita tidak mungkin menutup mata peristiwa peperangan antar Ali dengan Muawiyah dalam perang Ṣiffīn, peperangan Ali dengan Aisyah dalam perang Jamāl, Al-Husain dengan Yazid dalam peristiwa Karbala, Abdul Malik bin Marwan dengan Abdullah bin Az-Zubair yang membuat kepala Sahabat Nabi ﷺ  ini terpenggal dan lain-lain. Belum lagi cerita ngeri perebutan kekuasaan dari Umayyah ke Abbasiyyah.

Yang sudah sepakat syarat khalifah saja seperti ini potensi pertumpahan darahnya. Lalu bagaimana dengan orang yang sudah beda syarat khalifahnya?

Sudah diketa

hui bahwa Hizbut Tahrir tidak mensyaratkan quraisy sebagai syarat sah khalifah (dan ini disebut Al-Nawawī sebagai pendapat ahlul bid’ah). Bahkan Hizbut Tahrir ngotot khalifah harus dari amirnya. Ini jelas akan menciptakan blok baru terkait konflik perebutan kekhilafahan. Jika masing-masing kubu punya militer, Anda bisa membayangkan betapa dahsyatnya pertumpahan darah yang terjadi di dunia Islam.

Okey. Tiga ini saja dulu untuk membuka mata. Pintu lain jelas masih ada. Tapi biar catatan ini tidak terlalu panjang, saya cukupkan dulu sampai poin ini.

Sekarang, sudahkan Anda bisa membayangkan seperti apa potensi pertumpahan darah yang diakibatkan oleh propaganda Hizbut Tahrir?

اللهم ارحم أمة سيدنا محمد

اللهم أصلح أمة سيدنا أمة

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda