Mengapa Harus Takut Dengan Sertifikasi Dai? - HWMI.or.id

Wednesday, 9 September 2020

Mengapa Harus Takut Dengan Sertifikasi Dai?

 Mengapa Harus Takut dengan Sertifikasi Dai?

Dalam beberapa penelitian yang pernah disampaikan oleh Prof. Mahfud MD pada sebuah kesempatan, disebutkan bahwa isu radikalisme yang mengguncang Negara Indonesia sesungguhnya tidak seberapa dibandingkan beberapa isu yang lain. Kendati begitu, disadari atau tidak radikalisme adalah paham yang berbahaya terhadap keberlangsungan persatuan di negara merah putih ini. Membiarkan radikalisme tak ubahnya membiarkan penyakit sepele sehingga makin membesar dan menyerang kesehatan. Karena itu, dalam rangka mengurangi potensi penyebaran radikalisme ini, Kementerian Agama akan melakukan sertifikasi dai.

Radikalisme telah menyerang segala lapisan, baik ideologi maupun tatanan bumi yang teratur. Islam disampaikan oleh Nabi Muhammad Saw. dengan spirit keterbukaan berpikir, sehingga agama semitik ini tidak mempersoalkan perbedaan yang terbentang luas di jagat raya, termasuk perbedaan keyakinan atau agama. Islam sangat luwes dihadapkan dengan segala situasi dan kondisi. Islam tidak harus dikemas dengan dengan gaya hidup yang kearab-araban. Islam bahkan tidak pernah disampaikan dengan cara-cara kekerasan. Islam disampaikan dengan sikap yang lemah-lembut, sehingga pesan Islam benar-benar sampai di hati banyak orang.

Keterbukaan Islam sekarang malah dipelesetkan oleh sebagian kelompok radikal yang mengatasnamakan “ustadz”. Bentuk pemelesetan ini berupa pengkotak-kotakan manusia berdasarkan perbedaan agama. Manusia yang dapat dibilang mulia atau benar adalah mereka yang beragama Islam. Sikap yang dilakukan oleh ustadz ini sedikit banyak menyinggung hati orang yang beragama di luar Islam. Secara sederhana, sikap ini berlawanan dengan spirit keterbukaan yang ditegakkan dalam Islam itu sendiri, bahkan bertentangan dengan spirit kebhinekaan yang ditegakkan di Negara Indonesia.

Ustadz yang gemar menyampaikan pesan Islam dengan cara-cara kekerasan jelas membahayakan banyak orang, terlebih masyarakat awam yang tidak memiliki basic pengetahuan yang memadai. Karena, itu tidak keliru Menteri Agama Fachrur Razi bersikeras untuk meluncurkan sertifikasi dai (penceramah) terhadap para ustadz di Indonesia. Sertifikasi dai tidak bermaksud mengkotak-kotakkan antar dai yang satu dan dai yang lain. Tujuan utama peluncuran sertifikasi dai ini adalah untuk menandai bahwa dai atau ustadz yang teruji dan terpercaya pemikirannya adalah mereka yang mendapat sertifikat. Sehingga, masyarakat tidak bingung memilih ustadz untuk memberikan nasehat dan belajar Islam dengan baik.

Namun, peluncuran sertifikasi dai ini memicu kontroversi di tengah-tengah kelompok alumni 212 yang merupakan metamorfosis dari pengikut Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dan Front Pembela Islam (FPI). Dua organisasi ini sesungguhnya termasuk organisasi yang memahami Islam secara tertutup. Pengikut-pengikutnya sering berbuat ulah di negeri tercinta ini. Salah satu ulah yang mereka lakukan adalah demo 212 untuk menuntut Ahok sebagai terdakwah penista agama. Penuntutan ini diperkuat dengan ayat Al-Qur’an, sekalipun untuk kepentingan politik. Agama bukan disikapi dengan arif, tapi dijadikan jembatan untuk menggapai kepentingan yang bersifat politis. Naudzu billah!

Hanya Ustadz Radikal yang Takut Sertifikasi Dai

Tokoh alumni 212 yang getol menolak sertifikasi dai adalah Novel Bamukmin yang menyebutkan bahwa sertifikasi ini dapat menyebabkan kegaduhan di tengah-tengah masyarakat. Alasan yang disampaikan oleh Novel termasuk alasan yang lucu dan tidak masuk akal. Lucu, karena yang berbuat ulah untuk menolak sertifikasi dai itu biasanya adalah pengikut FPI dan HTI atau biasa dibilang Novel sendiri dan pengikut-pengikutnya. Tidak masuk akal, karena gagasan yang disampaikan oleh Novel bertentangan dengan tujuan sertifikasi dai yang ditegaskan oleh Menteri Agama Fachrur Razi, yaitu untuk memudahkan masyarakat memilih ustadz dan terhindar dari paham radikal yang berbahaya.

Novel Bamukmin dan para ustadz yang sepemikiran seharusnya tidak perlu takut dengan peluncuran sertifikasi dai jika memang mereka adalah ustadz yang benar, bukan ustadz yang su’, bejat yang menjilat kekuasaan dengan cara-cara yang tidak sehat, yaitu menjadikan Islam bukan sebagai media beribadah kepada Tuhan, tetapi sebagai media untuk meraih kekuasaan. Ketakutan dengan adanya sertifikasi dai ini menunjukkan bahwa kualitas sang ustadz tidak dapat dipertanggungjawabkan. Ustadz yang diutus untuk berceramah di depan publik hanyalah ustadz yang belum menguasai ilmu agama yang cukup. Ustadz semacam ini hanya bermodalkan follower yang banyak dan dengan pe-denya sudah ngaku ustadz. Salah satunya, Ustadz Good Looking Felix Siauw.

Lebih dari itu, kekhawatiran Novel Bamukmin dipicu oleh terbukanya kedok yang selamanya ini disembunyikan, yaitu penyebaran paham khilafah Islamiyyah. Novel, Felix Siauw, dan beberapa alumni 212 pura-pura mengakui Pancasila sebagai ideologi Negara Indonesia. Mereka bahkan menegaskan cinta NKRI berkali-kali di depan media, baik di televisi maupun YouTube. Namun, penegasan itu hanyalah tinggal penegasan. Pada kenyataannya, mereka masih getol menyampaikan pesan penting pendirian sistem khilafah di Negara Indonesia. Buktinya, peluncuran film Jejak Khilafah di Nusantara yang sempat viral beberapa hari yang lalu. Pengaruh film ini banyak mengubah mindset masyarakat mulai meragukan Pancasila.

Sebagai penutup, sertifikasi dai itu merupakan ikhtiar yang positif yang mestinya direspons dengan positif pula. Sertifikasi dai ini, selain mempermudah masyarakat memilih ustadz yang terpercaya, membantu mereka membentengi diri dari serangan paham radikal. Siapapun, termasuk alumni 212, yang menentang peluncuran sertifikasi dai menjadi bukti bahwa dakwah yang mereka lakukan tidak dapat dipertanggungjawabkan. Secara tidak langsung, dakwah mereka hanyalah amatiran dan sangat berbahaya terhadap kesehatan ideologi bangsa Indonesia. Save sertifikasi dai![] Shallallah ala Muhammad.

Khalilullah, S.Ag., M.Ag.

Lulusan Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Sumber: Harakatuna.com

www.hwmi.or.id

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda