Bersama Habib Jindan, Abi Agus Salim HS Sampaikan Dakwah NU Secara Kaffah - HWMI.or.id

Thursday 31 December 2020

Bersama Habib Jindan, Abi Agus Salim HS Sampaikan Dakwah NU Secara Kaffah

 Bersama Habib Jindan, Abi Agus Salim HS Sampaikan Dakwah NU Secara Kaffah

Ketua Lembaga Dakwah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LD PBNU) KH. Agus Salim HS menegaskan bahwa LD PBNU merupakan penerus risalah kenabian. Sebab dakwah merupakan kewajiban umat Islam yang tersambung dari Nabi Saw, para sahabat, ulama hingga saat ini ada di pundak Nahdlatul Ulama.


“Dakwah itu adalah kewajiban kita sebagai umat Islam disamping dakwah itu merupakan tugas suci yang diemban oleh para nabi dan Rosul kemudian diikuti oleh para sahabat dan kemudian dilanjutkan oleh para ulama sebagai penerus risalah kenabian,” Kata Abi Agus Salim pada saat membuka Acara Refleksi Dakwah Tahun 2020 Untuk Indonesia Aman dan Damai di Gedung PBNU lt 8, Rabu (30/12/20).


Menurutnya saat ini tugas dakwah Nahdlatul Ulama diemban oleh LD PBNU. “Sebagai pengemban amanat dakwah tentunya kita harus betul betul memahami dan mengerti Islam secara Kaffah (lengkap),”. Sebagaimana firman Allah QS Al Jumu’ah ayat 2 yang Abi sampaikan “Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan Hikmah (As Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata”.


Abi menjelaskan, Ayat ini menunjukan sebuah paragidma bahwa dalam memahami Islam sebagai agama yang kaffah. Sebab pada Islam terdapat tiga komponen yang harus benar benar dipahami dan diamalkan muslim, yaitu komponen aqidah, syariah, dan tasawuf.


Perspektif aqidah mengajarkan konsep teologi keesaan Allah. Di tengah tengah Quraisy Jahiliyah yang masih menganut kepercayaan paganisme( penghambaan pada benda mati) hal ini sangat menyangkut kultur Quraisy pada saat itu. Rasul berhasil memasukan konsep teologi Lailahaillah kepada kaum Quraisy kala itu dengan Dakwah bil hikmah (bijaksana).


“Nabi Muhammad Saw kemudian mengajarkan konsep teologi Laillahaillah di tengah tengah mereka, singkatnya selama dua puluh tiga tahun agar teologi Laillahaillah masuk ke dalam jiwa mereka sehingga mereka benar benar paham bahwa apa yang mereka lakukan adalah salah,” ujar Abi menjelaskan.


Yang kedua, Komponen syariat adalah tuntunan hidup manusia dalam segala aspek mulai dari penegakan hukum, keadilan, kesejahteraan dan menciptakan kemakmuran,”Dan akhirnya syariat akan bermakna ketika mereka punya usaha untuk saling tolong menolong dan pada akhirnya akan menciptakan sumber daya manusia yang berakhlak,” terang Abi yang juga Imam Khususiyah Thoriqoh Syadziliyah wal Qodariyah ini.


“Intinya syariat adalah dzikrullah. Kitab syariat sangat banyak dari kitab alat nahwu shorof fiqih, tafsir, balagoh dan banyak sekali. Syariat ini dalam rangka mengenal Allah SWT,” sambungnya.


Sedangkan Komponen Tasawuf. Abi bercerita, maraknya kekerasan dan intimidasi yang membawa nama Islam. Apalagi ada sekelompok orang Islam yang senang mengangkat simbol agama untuk kepentingan mereka sendiri. Dan ini sudah menunjukkan bahwa etika moral sudah jauh dari agama sehingga menurut Abi penerapan tasawuf sangat penting dalam mengamalkan nilai Islam.


“Karena tasawuf bukan hanya sekedar ritual yang bersifat personal, jadi orang memahami tasawuf hanya sebatas dzikir, riyadoh, zuhud, itu bukan hanya sekedar itu. Jadi tasawuf di sini adalah lebih kepada misi kemanusiaan sebagai misi Islam yang bersifat holistik (menyeluruh). Praktiknya dalam kehidupan sehari hari diwujudkan dalam pola agama yang tawasuth, tasamuh, tawazun, al adl (wasathiyah). Ketiga hal tersebut dijadikan sebagai landasan etika sosial. Menghadapi persoalan agama maupun politik tentunya dilandasi dengan tawasuth dan moderat,” jelas Abi mengenai tasawuf.


Dakwah NU dari fase ke fase, Dakwah Aswaja an Nahdliyah mulai dari pra-kemerdekaan, kemerdekaan, era orde lama, era orde baru, dan era reformasi sampai sekarang. Terdapat konsistensi dalam Dakwah Aswaja An Nahdliyah tersebut. Maka dalam dakwah harus selalu memperhatikan aspek maslahat yang akan dicapai dan tidak bersifat kepentingan golongan.


“Dan jangan sampai hanya mengutamakan kepentingan golongan karena tidak sesuai dengan kriteria Nahdlatul Ulama. Mengakomodasi nilai nilai seni budaya lokal yang sejalan dengan agama, yang tidak sejalan dengan agama pasti kita tolak seperti LGBT dan segala macamnya ini kita tolak. Kemudian Dakwah NU juga mengedepankan uswatun khasanah, yaitu mulai dari diri sendiri terlebih dahulu,” jelas Abi.


“Karena kita sebagai pemikul amanah risalah kenabian sangat luar biasa, malah kalau kita hanya bisa bicara dan tidak bisa mengambalkan maka Allah akan murka kepada orang yang hanya bisa bicara dan tidak mengamalkan,” sambungnya menjelaskan.


Beberapa orang menganggap NU sebagai kompromis dan pragmatis karena mereka belum paham. Padahal sejatinya hal hal yang jelas dilarang juga tidak ditoleransi oleh NU. Menurut Abi, Media dakwah harus beradaptasi dengan perkembangan zaman.


“Dakwah medsos di era milenial ini sangat penting sebagai kebutuhan, tuntutan, sekaligus tantangan. Dakwah di medsos itu ada dua ada positif dan negatif. Positifnya adalah kemudahan yang diperoleh sedangkan negatifnya adalah tersebarkanya berita hoaks dan ujaran kebencian. Maka perlu adanya upaya yang nyata untuk mengatasinya. dan Hal inilah yang perlu disikapi Dakwah NU,” tutur Abi mengingatkan.


Saat ini, Islam kehilangan sifat Nabi Muhammad yang sangat santun dalam berbicara. Menjunjung tinggi kepentingan sosial yang terbangun dari konsensus kolektif dari anak bangsa (wathoniyah) Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, NKRI, UUD 1945. Maka jika ada yang berbicara atas nama bangsa dan ummat jangan sampai mengubah dan merusak konsensus yang telah disepakati oleh founding father kita.


Menjadi warga negara Indonesia perlu disyukuri, sebab Indonesia dihuni beragam suku bangsa dan agama. Tetapi keberagaman ini dicoreng oleh adanya polarisasi, kekerasan, terorisme dan inilah tantangan Dakwah NU melalui para Dainya. Terakhir Kiai Agus menyemangati para ulama untuk berdakwah dan menjawab tantangan yang ada.


“Kita harus memandang kepada hal hal yang baik dan khususnya para dai kita harus tetap semangat untuk dakwah Aswaja an Nahdliyah. Mudah mudahan Allah memberi kekuatan kepada kita semuanya dan kesabaran,” tandas Abi mengakhiri. (fqh/dakwahnu)

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda