Dilema Polisi Cinta Sunnah Di Internal Kepolisian - HWMI.or.id

Tuesday 27 April 2021

Dilema Polisi Cinta Sunnah Di Internal Kepolisian




Oleh: Makmun Rasyid, penulis Buku

Dilema Polisi Cinta Sunnah di Internal Kepolisian

Sumber Artikel Sangkhalifah, Salah satu materi yang disebarkan terus menerus oleh tokoh polisi Cinta Sunnah di pelbagai platform media sosial mereka adalah kemunduran umat Islam disebabkan karena terus menerus menyuarakan toleransi dan kearifan lokal.

Gambar SS IG PCS

Jadi jangan bayangin sekarang mereka se-iya se-kata dengan atasan atau circle di internal kepolisian mereka. Mereka tak ubah seperti HTI yang melihat situasi dan kondisi hingga maunah berupa “tholabun nusroh” itu tiba secara nyata.


Karena basis pemikiran semua guru Polisi Cinta Sunnah itu Wahabi—atau ada yang mengatasnamakan dirinya Salafi—maka jelas identitas mereka: anti adat istiadat, budaya atau kearifan lokal menjadi musuh yang nyata bagi mereka. Dan terbenam dalam benak mereka bahwa non-Muslim sebagai musuh utama dan dibenci oleh Allah.




Pemikiran ini jelas jika kita menelusuri semua pemikiran para guru polisi Cinta Sunnah di Indonesia. Mau dia masuk kategori Salafi-Hijazi, Salafi-Haraki apalagi Salafi-Jihadi.


Makanya kalau Anda tanya kaum Polisi Cinta Sunnah, “Anda itu Wahabi atau Salafi?”. Mereka akan jawab, “kami Salafi”. Tapi kalau diterusin, “Salafi haluannya siapa?”. Mulai bengong satu persatu. Karena mereka sendiri tidak mengerti genealogi pergerakan dan ustadh yang diikutinya itu masuk kelompok dan haluan mana. Sebut saja misalnya Firanda Andirja atau Dzulqornain Sunusi (Makassar).


Disini masalahnya bukan sekedar bicara apakah mereka anti-terorisme atau anti-radikalisme. Tapi masalahnya mereka menutup mata melihat pendapat ulama non-Wahabi atau non-Salafi.


Adapun Polisi tergabung di Polisi Cinta Sunnah (PCS) kan masih banyak yang polos dengan gerakan transnasional. Taunya guru-guru PCS itu hanya ngajak ibadah, perbanyak baca Qur’an. Tapi misi gerakan mereka apa, dipastikan polisi yang terlibat angkat tangan.


Makanya, polisi yang terpengaruh ke gerakan ISIS itu pasti berlatar belakang Salafi-Wahabi. Sebut saja seperti Sofyan Tsauri yang 13 tahun sudah menjadi polisi dkk-nya. Dia merasakan bagaimana sikap beragama yang eksklusif seperti anti-tahlil, anti-maulid, anti-sufi dan lain sebagainya itu terasa bagi Sofyan Tsauri dkk.


Dan seseorang yang terkontaminasi dengan pemikiran Wahabi, khususnya pemikiran Muhammad bin Abdul Wahab akan mudah menjadi teroris. Salah satu pintu masuknya adalah keabsahan membunuh pelaku bid’ah yang dikategorikan sebagai takfir mu’ayyan. Mereka yang melakukan bid’ah oleh Muhammad bin Abdul Wahab dikategorikan sebagai murtad dan jika enggan bertaubat maka bisa dibunuh. Salah satu pembela Wahabi di Indonesia adalah Abu Sulaiman Aman Abdurrahman sebagaimana di dalam Al-Urwah al-Wutsqa membela mati-matian takfri mu’ayyan dan klaim pembenaran atas pembunuhan bagi Muslim yang dianggap pelaku bid’ah. []

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda