Shalat Tahajud Setelah Shalat Witir, Bolehkah?
Shalat tahajud merupakan salah satu shalat sunnah yang istiqamah dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, sehingga melaksanakan shalat tahajud sangatlah dianjurkan, bahkan mengenai keutamaan melaksanakan shalat tahajud ini, Allah berfirman dalam Al-Qur’an:
وَمِنَ اللَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نَافِلَةً لَكَ عَسَى أَنْ يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَاماً مَحْمُوداً
“Dan pada sebagian malam, lakukanlah shalat tahajud (sebagai suatu ibadah) tambahan bagimu, mudah-mudahan Tuhanmu mengangkatmu ke tempat yang terpuji,” (QS. Al-Isra’t: 79).
Selain itu, shalat tahajud merupakan shalat yang memiliki ketentuan khusus, yakni harus dilakukan pada malam hari (setelah melaksanakan shalat Isya’) dan dilaksanakan setelah tidur, meskipun tidur dalam rentang waktu yang sebentar.
Namun demikian, patut dipahami bahwa shalat tahajud meskipun dilaksanakan pada malam hari tapi bukan sebagai penutup shalat malam. Sebab shalat yang dianjurkan untuk menjadi penutup malam hari adalah shalat witir, hal ini seperti yang dijelaskan dalam hadits:
اجْعَلُوا آخِرَ صَلَاتِكُمْ بِاللَّيْلِ وِتْرًا
“Jadikan shalatmu yang paling akhir di waktu malam berupa shalat witir,” (HR Bukhari Muslim).
Sedangkan tradisi yang berkembang di Indonesia pada saat bulan Ramadhan, seringkali shalat witir dilaksanakan langsung setelah melaksanakan shalat tarawih, sehingga hal demikian memunculkan problem tersendiri, yakni ketika seseorang ingin melaksanakan shalat tahajud sesudah itu. Bolehkah shalat tahajud setelah shalat witir itu dilakukan? Jika diperbolehkan, apakah setelah shalat tahajud ia disunnahkan untuk mengulang shalat witirnya lagi, agar shalat witir tetap menjadi penutup shalat malamnya? Para ulama mazhab Syafi’i menjelaskan bahwa shalat tahajud setelah shalat witir adalah hal yang boleh-boleh saja dilakukan, sebab perintah untuk menjadikan shalat witir sebagai penutup malam hanya sebatas perintah yang bersifat anjuran, bukan kewajiban.
Namun, hal yang baik bagi orang yang memiliki niat untuk shalat tahajud di malam hari adalah mengakhirkan shalat witir agar dilaksanakan setelah shalat tahajudnya dan menjadi penutup shalat malamnya. Jika ternyata ia telah melaksanakan shalat witir terlebih dahulu (seperti yang biasa dilakukan di bulan Ramadhan) maka tidak perlu baginya untuk mengulang kembali shalat witir, bahkan menurut sebagian pendapat, mengulang shalat witir dihukumi tidak sah.
Hal ini seperti yang disampaikan oleh Syekh Ibrahim al-Baijuri: ويسن جعله آخر صلاة الليل لخبر الصحيحين: اجعلوا آخر صلاتكم من الليل وترا. فإن كان له تهجد أخر الوتر إلى أن يتهجد، فإن أوتر ثم تهجد لم يندب له إعادته، بل لا يصح، لخبر : لا وتران في ليلة اهـ “Disunnahkan menjadikan shalat witir padasebagai akhir shalat malam, berdasarkan Hadits riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim: “Jadikan shalatmu yang paling akhir di waktu malam berupa shalat witir” Apabila ia ingin melaksanakan shalat tahajud, maka sahalat witirnya diakhirkan setelah tahajud. Namun jika ia melakukan ssalat witir lebih dulu kemudian baru melakukan sholat tahajud, maka dia tidak disunnahkan mengulang shalat witir, bahkan (Menurut sebagian pendapat) tidak sah jika diulang, berdasarkan hadits: "tidak ada pelaksanaan shalat witir dua kali pada satu malam” (Syekh Ibrahim al-Bejuri, Hasyiyah al-Baijuri, juz 1, hal. 132)
Hal yang senada juga disampaikan dalam kitab Rahmah al-Ummah: وإذا أوتر ثمّ تهجّد لم يعده على الأصح من مذهب الشافعى ومذهب أبي حنيفة
“Apabila seseorang telah melaksanakan shalat witir kemudian ia hendak bertahajud, maka shalat witir tidak perlu diulang menurut qaul ashah dari mazhab Syafi’i dan Mazhab Abi Hanifah” (Syekh Muhammad bin Abdurrahman, Rahmah al-Ummah, hal. 55)
Dapat disimpulkan bahwa melaksanakan shalat tahajud setelah shalat witir adalah hal yang tidak perlu dipermasalahkan dan tidak perlu untuk mengulang shalat witir lagi menurut qaul ashah (pendapat terkuat) dalam mazhab Syafi’i.
Bila seseorang menyimpan niat kuat untuk melaksanakan shalat tahajud atau shalat sunnah lain di pertengahan malam, seyogianya tak buru-buru menunaikan shalat witir tepat selepas pelaksanaan Isya’ atau tarawih; ditunda hingga selesai melaksanakan shalat tahajud atau shalat sunnah lainnya. Dengan demikian ia akan meraih kesunnahan menjadikan shalat witir sebagai penutup shalat. Wallahu a’lam.
Ustadz M. Ali Zainal Abidin, pengajar di Pondok Pesantren Annuriyah Kaliwining Rambipuji Jember