Fanatisme Menyebabkan Kebodohan dalam Beragama
Merasa diri bodoh itu terkadang penting. Yang bahaya merasa pintar dan paling benar sehingga menyalahkan orang lain. Mereka menutup kuping mereka dari pengetahuan orang lain dan hanya menerima satu sumber. Mereka menjadi sangat berlebihan dalam beragama yang baginya adalah bentuk militansi yang dianjurkan.
Fanatisme itulah bentuk dari gejala beragama yang merasa paling benar dan mudah menyalahkan orang lain. Tidak ada ruang baginya untuk menerima asupan pengetahuan dari pihak lain. cenderung dangkal berpikir dan hanya menerima doktrin apa adanya.
Tuhan sudah memperingatkan akan penyeselan mereka. “Mereka (para penghuni neraka itu) berkata, ‘Andai saja dulu kami mau mendengar dan mau berpikir, pastilah kami tidak tergolong penghuni neraka Sa’ir”. (al Mulk: 10).
Sejatinya, fanatisme adalah bentuk kebodohan yang sebenarnya. Al-Ghazali dalam al-Iqtishad fi al I’tiqad telah memperingatkan penyakit kebodohan yang disebabkan oleh fanatisme ini. Fanatisme merupakan gejala pemikiran dan sikap tentang kebenaran yang dipahami seseorang seolah menjadi kebenaran mutlak dan hanya dimonopoli oleh dirinya dan kelompoknya. Mereka mengklaim diri sebagai pemegang kebenaran. Bahkan dalam kadar tertentu pemegang kunci surga yang mudah memvonis neraka dan surga.
Terhadap yang berbeda mereka memiliki kecenderungan untuk menyalahkan, membantah dan menentang. Tidak ada yang benar dalam pikirannya. Fanatisme dimulai dengan taklid buta terhadap tokoh yang disukai. Taklid buta terhadap tokoh mereka sendiri tanpa membandingkan dengan tokoh agama yang lain meskipun di luar kelompoknya.
Fanatisme Melahirkan Indoktrinasi
Taklid atau mengikuti sebenarnya bukan perbuatan tercela. Bagaimanapun sebagai orang awam mengikuti orang yang berilmu menjadi keharusan. Persoalannya jika seseorang terjatuh pada fanatisme akan menyebabkan taklid buta. Apapun yang dikatakan oleh guru, mentor dan yang dikagumi menjadi sangat benar dan menyalahkan yang berbeda di luar kelompoknya.
Ketika taklid buta atau fanatisme sudah merasuki seseorang ia mudah jatuh dalam pengajaran doktriner dan menutup wawasan berpikir yang alternative. Pilihan pengetahuan keagamaan menjadi sangat sempit. Agama yang mudah menjadi susah. Ajaran yang memberikan keringanan terasa memberatkan.
Indoktrinasi hanya melahirkan sikap falatistik yang segalanya terserah mentor dan gurunya. Bahkan jika mentor menyuruhnya untuk melakukan bunuh diri pun atas alasan yang dibuat-buat akan dilakukan. Indoktrinasi membutakan akal sebagai anugerah terbesar Tuhan kepada manusia. Akal menjadi tumpul yang ada sumber kebenaran dari para mentornya.
Bagaimana menghilangkan fanatisme yang berujung pada indoktrinasi tersebut? Kembalilah kepada fitrah manusia. Manusia diciptakan untuk beribadah kepada Allah. Tugas inilah yang menyebabkan manusia dibekali akal pikiran yang sangat istimewa berbeda dengan makhluk lainnya. Karena bekal inilah Tuhan membanggakan manusia di hadapan malaikat dan iblis. Tentu saja kesombongan iblis yang mendorongnya enggan menghormati Adam.
Akal adalah salah satu sumber pengetahuan dalam Islam. Tuhan mengirimkan wahyu melalui para Nabi agar manusia mendayagunakan akal pikirannya. Banyak sekali ayat-ayat suci yang mendorong manusia untuk mengunakan akal sebaik-baiknya dalam rangka beribadah. Banyak pujian Tuhan di dalam firmanNya untuk menggunakan akal dan menyuruh manusia untuk selalu berpikir.
Fanatisme adalah corak manusia yang malas berpikir. Kemalasan berpikir melahirkan kebodohan. Sementara kebodohan sejatinya adalah sumber bencana dalam diri manusia. Jika tidak ingin menjadi sengsara dan bahkan membinasakan diri, lepaskan dari fanatisme dan pergunakan akal pikiran sebagai anugerah Tuhan. Perluaslah jangkauan wawasan dan pikiran semata untuk mencari petunjuk dan kebenaran. Kebenaran tidak hanya berada di satu tokoh dan sumber.