Tegas! Nahdlatul Ulama Bukan Rental Maesan - HWMI.or.id

Sunday 16 January 2022

Tegas! Nahdlatul Ulama Bukan Rental Maesan

 

NU Bukan Rental Maesan

Oleh: Muhammad Khusen Yusuf

“Monggo kito lereni yah ono yah ene kulino nyewa’-nyewa’no maesan mbah-mbah ingkang minulyo.”

[“Mari kita hentikan kebiasan menyewakan nisan para leluhur yang mulia (derajatnya).”]

Meski diselingi guyonan-guyonan khas pesantren, kritik Gus Yahya Cholil Staquf masih nampak keras sekali. Pesan bernada peringatan tersebut disampaikan Ketua Umum PBNU yang baru terpilih pada Muktamar ke-34 di Lampung itu disampaikan pada momen Haul ke-83 al-Maghfurlah KH Muhammad Munawwir bin Abdulllah Rosyad di Pesantren al-Munawwir, Krapyak, Jogjakarta, 13 Januari 2021 tadi malam.

Kepada siapa peringatan itu tertuju? Tentu kepada semua aktivis NU yang mendapatkan mandat sosial dan politik untuk ngurusi jam’iyyah Nahdlatul Ulama, terkhusus jari telunjuk peringatan itu terarah kepada para “pemain NU” yang biasa jualan NU dan menjajakan hasil perjuangan para pendiri NU. “Ini peringatan untuk kita semua, khususnya teman-teman pemain NU. Kudu dilereni olehe mengeksploitasi kuburane mbah-mbahe (harus dihentikan kebiasaan mengeksploitasi kuburan kakek moyangnya). Rodok (agak) kasar. Tapi perlu disampaikan terang-terangan supaya diingat,” ujar Gus Yahya.

Istilah penyewaan maesan (batu nisan) leluhur adalah sebentuk sindiran yang relatif nyelekit kepada para pihak yang kerap “jualan NU” dalam setiap momen politik, entah itu Pilkada maupun Pilpres; Sebuah perilaku politik yang tentu saja berpotensi menyakiti warga Nahdliyyin dan mbelok dari cita-cita luhur para pendiri NU. “Kadang disewakno kanggo pilkada, kanggo pilpres. Usaha kok penyewaan maesan. (kadang disewakan untuk pilkada, untuk pilpres. Bikin usaha kok penyewaan batu nisan),” sindir Gus Yahya.

Gus Yahya menyampaikan bahwa Nahdlatul Ulama adalah organisasi besar yang dalam perjalanannya semakin membesar. Catatan sejarah menegaskan kian besarnya NU. Pada Pemilu 1955, Ketika menjadi partai politik, NU tercatat memiliki konstituen sebesar 18 persen. Membesarnya NU tak mampu dibendung oleh Rezim Orde Baru yang selama 32 tahun kekuasaannya berupaya mengkerdikan dan membatasi ruang gerak organisasi para kyai dan santri ini.

Terbukti paska Orde Baru tumbang, NU tetap berdiri dengan jumlah warga yang kian membesar. “Hasil survey (sebuah lembaga) pada tahun 2019, yang mengaku ikut NU itu berjumlah 50,7 % dari seluruh penduduk Muslim di Indonesia. Itu artinya ada lebih dari 120 juta orang NU di negeri ini.”

Kian membesarnya NU itu menurut Gus Yahya berasal dari jasa para Kyai yang istiqomah menunggui pondok pesantren serta mengajar para santri dan masyarakat. Dan keberadaan para kyai saat ini, yang mendapatkan kepercayaan publik untuk mendidik santri dan masyarakat umum bukan karena perjuangannya sendiri, tetapi merupakan lungsuran kramate sing duwur—warisan keramat para kyai pendahulu. “Jadi, NU itu besar seperti ini karena mendapatkan warisan kramat kyai pendahulu kita, seperi Kyai Hasyim Asy’ari, Mbah Wahab Hasbullah, Mbah Bisri, Mbah Munawwir, Mbah Ali Maksum, dan Kyai-Kyai lainnya.”

Jasa para Muassis dan Kyai pendahulu itulah yang harus selalu diingat oleh semua aktivis NU, terutama mereka yang saat ini mendapatkan mandat sosial dan politik dari nahdliyyin. Dengan menyadari jasa, perjuangan, dan kramat para Kyai tersebut, kita diharapkan tidak terjerembab ke dunia usaha penyewaan kuburan alias tukang rental maesan (batu nisan) para leluhur. 

Wallahu a’lam.

(Hwmi Online)

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda