Otak Mangkrak di Seputar Ibu Kota Negara Baru - HWMI.or.id

Sunday 23 January 2022

Otak Mangkrak di Seputar Ibu Kota Negara Baru


Otak Mangkrak di Seputar Ibu Kota Negara Baru

Oleh: Ayik Heriansyah

Apakah Bung Edy Mulyadi tidak sadar, kalau sedang "dikerjain" oleh para penggila khilafah? Saya tidak tahu pasti. Yang saya lihat, para penggila khilafah yang duduk sebarisan dengan Bung Edy, senyum senyam menyimak Bung Edy orasi sarat emosi.

Bung Edy diundang, diberi kesempatan meluahkan isi hatinya, direkam di studio yang sudah disetting oleh para penggila khilafah. Di akhir drama, Bung Edy terpeleset lidah. Dilaporkan ke polisi.

Lalu para penggila khilafah muncul bak pahlawan pejuang kebenaran dan keadilan,  menjadi pembela umat terdepan. Seolah-olah mereka membela Bung Edy, padahal bukan.

Para penggila khilafah sejatinya hanya mau menyerang musuh politik mereka yakni pemerintah. Siapapun bisa dijadikan peluru. Sebelum "ngerjain" Bung Edy, dulu para penggila khilafah juga pernah "ngerjain" HRS, Munarman, UAS, UBN, Gus Nur, dan almarhum Maher.

'Ala kulli hal, mengapa harus ribut soal pindah ibu kota negara. Pindah-pindah ibu kota masalah biasa saja. Tidak ada yang istimewa.

Dalam sejarah umat Islam, Khalifah Ali bin Abi Thalib, orang pertama yang memindahkan ibu kota negara, akibat krisis, konflik dan kerusuhan politik yang terjadi di Madinah. Dengan pertimbangan keamanan, stabilitas politik dan pemerintahan, serta ingin menjaga kesucian kota Madinah, Khalifah Ali memindahkan ibu kota negara dari Madinah ke Kufah.

Kufah dipandang relatif aman dibandingkan Basrah, dan bukan kota suci seperti Mekkah dan Madinah.

Pak Jokowi pun pasti punya pertimbangan matang, yang semuanya bermuara kepada kemaslahatan bangsa dan negara. Pemindahan ibu kota negara tetap dalam koridor ushul fiqih tasharruful imam 'alar ra'iyyah manuthun bil maslahah” (kebijakan pemerintah terhadap rakyat berdasarkan atas pertimbangan kemaslahatan).

Sebagai warga negara kita taat, mendukung dan husnuzhan, sambil tetap mengawasi agar tidak terjadi penyimpangan dalam pelaksanaannya. Memindahkan ibu kota negara bukan perbuatan maksiat, jadi, taat kepada ulil amri dalam hal ini tetap mengikat.

Pemindahan ibu kota negara sudah diputuskan oleh pemerintah dan DPR. Keputusan ini seharusnya menghentikan polemik, berdasarkan kaidah amrul imam yarfa'ul khilaf (perintah pemimpin  menghilangkan perbedaan pendapat). Secara aksiomatik, yang namanya keputusan  adalah untuk dilaksanakan, bukan untuk didiskusikan.

Terakhir, mari kita jaga kewarasan kita dalam menilai kebijakan pemerintah. Nilailah dengan pikiran jernih, hati yang bersih dan berdasarkan kerangka berpikir Islam yang paripurna.

Menilai kebijakan pemerintah secara parsial, dengan penuh nafsu dan grasa grusu, pasti menghasilkan kesimpulan yang  setengah matang dan serba tanggung. Penilaian seperti ini hanya layak bagi mereka yang berotak mangkrak.


Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda