Ritual Pantai Selatan Renggut Korban Jiwa, Ini Tanggapan Aswaja NU Center Jember
Oleh: Aryudi A Razaq
Dikutip dari NU Online, Kata-kata ritual saat ini menjadi kata seksi setelah pimpinan padepokan Tunggal Jati Nusantara Jember Jawa Timur, Nur Hasan mengajak anggotanya melakukan ritual di pantai Payangan, Dusun Watu Ulo, Desa Sumberejo, Kecamatan Ambulu Kabupaten Jember, Ahad (13/2/2022). Namun nahas, ritual tersebut berujung duka: 11 anggota padepokan tewas digulung ganasnya ombak pantai selatan.
Bagaimana sebenarnya hukum ritual? Menurut Direktur Aswaja NU Center Jember, KH Badrut Tamam, sebenarnya secara umum ritual boleh-boleh saja dilakukan asalkan bacaan yang dibaca berhubungan dengan Al-Qur’an, shalawat, dzikir-dzikir yang memang diajurkan oleh agama.
“Dari segi bacaan, jika bacaan-bacaan seperti itu yang dibaca, maka ritual dibenarkan, hukumnya boleh,” ujarnya di kompleks Pondok Pesantren Nurul Qarnain, Desa Baletbaru, Kecamatan Sukowono, Kabupaten Jember, Senin (14/2/2022).
Ia melanjutkan, jika dilihat dari tujuan ritual, maka seandainya niat ritual adalah ingin keluar dari masalah yang menerpanya, itu tidak apa-apa asalkan peserta ritual meyakini bahwa yang mengabulkan keinginannya (keluar dari masalah) adalah Allah, bukan yang lain.
“Jika meyakini bahwa yang mengabulkan itu adalah mantranya, bacaan-bacaanya, atau gurunya maupun tempatnya, bukan karena Allah, maka hukumnya syirik, tidak boleh,” tambahnya.
Berikutnya adalah terkait dengan teknis pelaksanaan ritualnya. Jika tempat pelaksanaan ritual itu tidak bertentangan dengan syariat, misalnya di masjid, mushalla, lapangan, atau tempat-tempat yang tidak salah menurut syariat, itu (ritual) juga dibenarkan.
“Misalnya, ritual di WC, atau tempat-tempat kotor yang mana nama ismul a’dhom tidak layak dibaca di tempat itu, maka ritual seperti itu misalnya, dilarang,” jelasnya.
Selain itu, lanjut Ustadz Badrut, sapaan akrabnya, adalah terkait dengan sisi keamanan ritual. Katanya, ritual boleh asalkan dilakukan di tempat yang tidak berbahaya menurut pandangan umum. Jadi walaupun bacaannya sudah benar, tujuannya benar, caranya juga benar, tapi ternyata tempatnya membahayakan, maka hukum ritual itu haram.
“Misalnya seperti ritual di Payangan, itu ternyata tidak aman. Kenapa, karena ritual itu dilaksanakan di pantai yang berbahaya, masyarakat juga sudah mengingatkan bahwa pantai itu berbahaya, tidak boleh ke sana, tapi mereka nekat, ini jelas haram hukumnya. Kalau di pantai yang aman menurut pandangan umum, ya tidak masalah asalkan bacaan, tujuan, dan caranya juga benar,” pungkasnya.
Ritual maut di Payangan Jember
Seperti diketahui, sebanyak 24 orang yang tergabung dalam perguruan Tunggal Jati Nusantara berangkat ke pantai Payangan di Dusun Watu Ulo, Desa Sumberejo, Kecamatan Ambulu Kabupaten Jember, Sabtu (12/2/2022) malam. Mereka berangkat dari Desa Dukuhmencek Kecamatan Sukorambi, Jember dengan mengendarai bus mini. Mereka sampai di Payangan Ahad (13/2/2022) sekitar pukul 00.00 WIB.
Begitu turun dari bus, mereka langsung menuju sebuah pantai di selatan bukit Samboja. Pantai tersebut cukup datar dan panjang, namun rawan, karena ombaknya cukup besar. Meski oleh petugas di situ, mereka sempat dilarang untuk masuk pantai, namun mereka tak peduli. Dan ritualpun dilakukan di tengah kegelapan malam. Tapi baru sejam ritual dilaksanakan, ombak besar datang menghantam. Merekapun lari kalang kabut untuk menyelamatkan diri, namun sebagian tidak sempat lari karena jilatan ombak keburu menyeret mereka.
Di tempat terpisah, Kepala Pelaksana (Kalaksana) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jember, Sigit Akbari, menuturkan, pihaknya sempat berdialog dengan keluarga korban ritual, katanya, ritual itu untuk ketenangan jiwa. Tapi yang aneh, lanjut Sigit, pesertanya ada yang berusia 13 tahun.
“Tadi Kapolres juga sepakat untuk mendalami motifnya apa, apa mengarah ke hal-hal lain, saya juga menunggu pendalaman dari Polres,” ungkapnya.
Kesebelas korban meninggal tersebut adalah Ida, Tawangalun Kecamatan Rambipuji Jember, Pinkan (13 tahun), Tawangalun Kecamatan Rambipuji Jember, Bu Bintang, Jalan Kacapiring Gebang Kecamatan Patrang Jember, Sofi (22 tahun), Dusun Botosari Desa Dukuhmencek Kecamatan Sukorambi Jember, Arisko, (21 tahun), Dusun. Botosari Desa Dukuhmencek Kecamatan Sukorambi Jember, Febri, (28 tahun), Pujer, Bondowoso, Musni (55 tahun), Sempusari Wetan Kecamatan Kaliwates, Jember, Syaiful (40 tahun), Desa Krasak Kecamatan Ajung Jember, Yuli (30 tahun), Panti Jember, Kholifah, Desa Gugut, Kecamatan Rambipuji, dan Bu Syaiful, Desa Krasak,Kecamatan Ajung, Jember