Waspadai Institusi Pendidikan Berkedok Pesantren - HWMI.or.id

Saturday 5 February 2022

Waspadai Institusi Pendidikan Berkedok Pesantren

Waspadai Institusi Pendidikan Berkedok Pesantren

Dikutip dari damailahindonesiaku.com, Temuan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) terkait 198 pesantren yang diduga oknum-oknum individunya terindikasi dan terafiliasi dengan jaringan terorisme, menuai polemik di masyarakat, bahkan dianggap sebagai praktik islamophobia dan fitnah pemerintah terhadap agama Islam yang sakral. Namun di sisi lain, adanya temuan ini justru menjadi penyadar bahwa diperlukan deteksi dini agar anak bangsa dapat mendapatkan hak pendidikannya tanpa terancam ideologi radikal dan terorisme.

Praktisi pesantren, Dr. M. Najih Arromadloni, mengungkapkan bahwa hasil riset terkait afiliasi pesantren dengan kelompok teroris bermanfaat untuk meningkatkan public awareness. Itu penting bersamaan dengan banyaknya pesantren yang membawa ideologi transnasional dibalik kemunculannya

“Mereka ini suka melakukan kamuflase dengan mengambil nama pesantren, tetapi sebenarnya tidak menerapkan atau mengambil substansinya,” ujar Dr. M. Najih Arromadloni di Bogor, Jumat (4/2/2022).

Pendiri Center for Research and Islamic Studies (CRIS) Foundation ini menyayangkan fenomena kemunculan pesantren-pesantren baru yang hanya secara formalitas mengambil nama pesantren, tetapi kurikulum, sistem pendidikan dan bahkan pembelajaran kitab kuning tidak disertakan didalamnya. Fakta inilah yang membuat semua pihak harus waspadai institusi pendidikan yang berkedok pesantren.

“Hal ini agar terbangun kewaspadaan dari semua pihak, baik itu stakeholder pemerintah maupun masyarakat. Intinya masyarakat agar lebih selektif dalam memilih pesantren,” jelas Gus Najih, panggilan karibnya.

Ia mengungkapkan, beberapa hal yang perlu menjadi perhatian masyarakat, orang tua dan calon santri dalam memilih pesantren di tengah makin banyaknya bermunculan pesantren di negeri ini.

“Harus dilihat dulu sanad atau tradisi keilmuannya kemana ,” ungkapnya.

Menurutnya, perlu diteliti juga terkait afiliasi pesantren tersebut dengan organisasi masyarakat (ormas). Juga keterbukaan pesantren dengan masyarakat sekitar menjadi poin yang harus diperhatikan guna menghindari kecurigaan pesantren tersebut bersifat eksklusif. Perlu juga dilihat track record atau rekam jejak dari pesantren tersebut.

Ia menilai, kesalahan dalam memilih pesantren justru akan menimbulkan dampak panjang yang akan mempengaruhi dan berbahaya bagi keberlangsungan bangsa ini. Terlebih saat ini marak masuknya ideologi transnasional sebagai akibat dari kemajuan teknologi informasi.

“Padahal, khittah pesantren sejak dahulu adalah doktrin hubhul wathon minal iman, yaitu cinta terhadap tanah air adalah bagian daripada iman. Dan itu yang selama ini menjadi realitas dunia pesantren sepanjang sejarah Nusantara ini,” ujarnya.

Gus Najih melanjutkan, sejatinya selama ini pesantren memiliki andil besar dalam sejarah Nusantara. Dimana pesantren telah mencetak banyak tokoh utama bangsa dari kalangan santri.

“Seperti KH Ma’ruf Amin yang sekarang jadi Wakil Presiden, serta almarhum KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang pernah menduduki posisi sebagai Presiden. Jadi memang pesantren adalah salah satu cagar pendidikan yang khas Nusantara,” tutur Sekretaris Badan Penanggulangan Ekstremisme dan Terorisme Majelis Ulama Indonesia (BPET MUI) ini.

Ia mengungkapkan, kekhasan pesantren yang seperti demikian tidak bisa ditemukan di negara lain. Terlebih, pesantren di Nusantara ini memiliki keunggulan corak dan kebudayaannya masing-masing.

“Masing-masing pesantren ini memiliki keunggulan, keunikan dan keragaman kurikulum, sehingga membuat lembaga tersebut semakin kaya warna. Sebagaimana Gus Dur mengatakan, pesantren itu adalah subkultur dari kultur Indonesia yang sangat beragam,” kata Alumni Universitas Ahmad Kuftaro Damaskus Suriah ini.

Ia mengutip data dari Kementerian Agama, pesantren yang telah melekat sebagai subkultur Nusantara, saat ini tercatat sudah ada hampir 28 ribu pesantren yang ada di Indonesia. Dengan jumlah yang sedemikian banyak, ia menilai perlu adanya regulasi yang ketat untuk mengawasi keberadaan pesantren.

“Mestinya juga dalam menerbitkan izin pesantren, Kementerian Agama perlu menerapkan sebuah regulasi yang ketat dan perlu juga melibatkan ormas ataupun masyarakat,” ucapnya.

Gus Najih melanjutkan, pesantren-pesantren yang dibawah organisasi seperti Nahdlatul Ulama (NU) atau Muhammadiyah sudah diketahui lisensi dari ormasnya dan dikenal masyarakat dengan baik sebagai ormas besar moderat. Karena itu penting bagi pemerintah melibatkan ormas atau pun masyarakat yang berinteraksi langsung dengan pesantren.

“Sebetulnya, pesantren yang moderat ini adalah kekuatan bagi negara untuk melakukan kontra terhadap pesantren yang radikal dengan menyebarkan agama yang moderat,” ujarnya.

Untuk itu, Gus Najih mengapresiasi peran pemerintah yang dinilai sudah tepat dalam menangani fenomena radikalisme yang tumbuh. Khusunya dalam melibatkan banyak ormas keagamanaan, ulama dan tokoh masyarakat.

“Saya melihat pemerintah, melalui BNPT, sudah membentuk Gugus Tugas Pemuka Lintas Agama, yang anggotanya terdiri dari berbagai tokoh-tokoh dari berbagai ormas keagamaan yang ada di Indonesia. Hal itu menunjukkan komitmen pemerintah untuk berjalan bersama pesantren dalam penanggulangan radikalisme dan terorisme di Indonesia ini,” pungkas Gus Najih.

(Hwmi Online)

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda