Kepala BNPT Komjen Pol Boy Rafli Amar (Foto: Rakean R Natawigena/20detik) |
Dikutip dari suaraislam.co, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol. Boy Rafli Amar menyebutkan tiga ciri-ciri ideologi berbasis kekerasan yang ditemukan di Indonesia.
Hal tersebut dia ungkapkan ketika dialog kebangsaan di Pondok Pesantren Nurul Falah, Pasirmalang, Lebak, Senin (7/2/2022).
“Ciri-ciri ideologi berbasis kekerasan pertama intoleran. Kedua, tidak mengakui negara, ketiga menghalalkan kekerasan untuk mencapai tujuan. Serta sangat mungkin mereka juga melakukan tindakan anti kemanusiaan dan melanggar ajaran agama. Jadi ini ideologi kekerasan yang berkembang di dunia sejak 20 tahun terakhir,” tambahnya.
Kata Boy, penyebaran paham radikal paling cepat melalui media sosial. Mulanya, informasi baik mengenai keagamaan. Tapi lama-lama, paham radikal kekerasan mulai ditanamkan. Kemudian paham ini akan dianggap wajar.
Menurut Boy, ideologi kekerasan atau ideologi terorisme motifnya pemaksaan. Mereka memiliki tujuan politik dan sengaja ingin menganggu ketentraman masyarakat. Paham terorisme dan segala motif yang melatarbelakangi tidak boleh berkembang di Indonesia.
Meskipun, Indonesia pernah kebobolan mengawasi hal ini. Tercatat ada 2.157 warga Indonesia pernah berangkat ke Irak dan Mesir.
“Mereka kalau tidak ditahan bisa-bisa yang berangkat 10 ribu orang atau 20 ribu orang,” katanya.
Atas kejadian itu, Indonesia kini mempunyai dasar hukum dalam pemberantasan tindak pindana terorisme. Dasar hukum itu yaitu, Perpu No. 1 tahun 2002, kemudian UU No. 15 tahun 2003 yang diubah menjadi UU No. 5 tahun 2018.
“Indonesia mengharamkan cara-cara kekerasan atau ancaman kekerasan dengan maksud memiliki tujuan penyebar-luasan ideologi, dan motif keinginan politik. Dengan sengaja ingin mengakibatkan timbulnya korban kekerasan,” ujarnya.
Lebih lanjut, Boy mengatakan harus ada keterlibatan publik dalam menggalakkan pencegahan paham radikal terorisme ini. Baik pemerintah, akademisi, tokoh agama, pelaku usaha, media dan sebagainya.
BNPT sendiri dalam mencegah paham radikal terorisme membentuk Warung NKRI atau Wadah Akur Rukun Usaha Nurani Gelorakan (Warung) Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Warung NKRI turut melibatkan para penyintas maupun korban terorisme, sehingga bisa menjadi sarana untuk mengkampanyekan narasi deradikalisasi.
“Gagasan Warung NKRI, menjadi upaya kami dalam memberikan pelayanan publik kepada masyarakat untuk mendiskusikan narasi-narasi kebangsaan. Sehingga mampu meng-counter propaganda kalangan radikal,” paparnya.
“Warung NKRI ini, kami menggandeng berbagai pihak. Mulai BUMN, pengusaha sampai elemen sosial lainnya. Dengan keterlibatan semua pihak tentu akan semakin luas kontra-narasi radikalisasi yang kita lakukan,” pungkasnya.