Ilustrasi pawang hujan.foto: fitra Andrianto/kumparan |
Memahami Pawang Hujan, antara Magi, Agama, Sains, Al-Quran dan Tradisi Islam
Ribut-ribut soal pawang hujan di Mandalika. Kocak dan menarik. Di tengah grading papers mahasiswa, nulis artikel, keluarga, dll, saya mau nimbrung sedikit, seperti di sebuah grup whatsapp.
Menurut teori evolusi, dari Magis lalu Agama lalu Sains. Tapi ada kesamaan, tumpang tindih, dan kelanjutan: magis-agamis, agamis-sains, sains-fiksion, dst. Magis (seperti takhayul, peramal, shaman, dsb) dan agama sama-sama memiliki tujuan efficacy: kemampuan mempengaruhi efek, tetap secara berbeda, magis lebih bersifat simbolik, agama (sprti Islam) juga simbolik, plus empiris. Sedangkan sains lebih berefikasi empiris. Kita menyebutnya keimanan, untuk mereka kita sebut kepercayaan.
Dalam tradisi Islam, ada banyak unsur magis yang tidak berdasarkan empiris juga: kisah penciptaan manusia dan alam, sholat minta hujan, do'a minta hujan dipindah ke tempat lain, do'a meminta apa aja yang ia tidak lakukan mencapainya, isra mi'raj, cium hajar aswad, surga neraka, dan lain-lain. Bedanya lebih canggih, ada dalil teks, banyak komunitas penganutnya, dst.
Cerita sedikit, waktu saya di pesantren masa kekeringan tidak hujan-hujan, saya diminta Kiyai menjadi imam sholat istisqa, dengan ribuan jamaah termasuk pak Kiyai. Hari berikutnya hujan turun. Sampai sekarang saya berpikir, apakah sholat istisqa kami yg menjadi sebab turun hujan atau fenomena alamiyah (hujan akan turun pada waktu itu dengan atau tanpa sholat). Nah, masalahnya adalah bagaimana kita memahami itu.
Dan banyak/sering sekali solat istisqa tidak membawa hujan. Artinya, efficacy sholat itu juga mengandung symbolic meaning.
Jadi gak perlu mengolok-olok pawang hujan karena kita juga bisa diolok-olok karena doa minta hujan gak lantas membuat hujan.
Al-An’am: 108 mengingatkan kita:
وَلَا تَسُبُّوا۟ ٱلَّذِينَ يَدْعُونَ مِن دُونِ ٱللَّهِ فَيَسُبُّوا۟ ٱللَّهَ عَدْوًۢا بِغَيْرِ عِلْمٍۢ ۗ كَذَٰلِكَ زَيَّنَّا لِكُلِّ أُمَّةٍ عَمَلَهُمْ ثُمَّ إِلَىٰ رَبِّهِم مَّرْجِعُهُمْ فَيُنَبِّئُهُم بِمَا كَانُوا۟ يَعْمَلُونَ ١٠٨
Dan Janganlah kamu memaki sesembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa dasar pengetahuan. Demikianlah, Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan, tempat kembali mereka, lalu Dia akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan.
Jika akar kata magi adalah magis, dari Latin magia atau magoi, merujuk pada suku Madian di Persia, maka al-Majus مجوس diartikan Zoroaster disebut Quran Al-Hajj:17. Orang-orang Majusi punya ilmu rahasia, berkomunikasi dengan tuhan-tuhan dan leluhur, batu-batu, api, garam, pohon, dsb. Punya mantra, dukun, peramal, dst. Menariknya hadis-hadis Nabi menyebut majus sebagai kaum “lawan”, “heretik”, dan negatif: “potong kumis, biarkan jenggot, supaya tidak seperti orang-orang Majusi.” Hadis lain, “Al-Qadariyah adalam Majusi umat ini, kalau sakit jangan kunjungi..” Dari asal kata itu, magic, digunakan Orientalis seperti Tylor, Frazer, dll, untuk menamai kepercayaan dan praktek apa saja sebelum munculnya religion, dan kemudian sains.
Definisi magi itu yang sekarang banyak dipakai, salah satunya: suatu pandangan dunia yang memahami fenomena alam dan sekitarnya dan upaya mengendalikan alam secara supra-alami, baik secara langsung atau dengan perantara (seperti Shaman yang berkomunikasi dengan dunia ruh dan manusia). Ada fungsi-fungsi magi yang lain, seperti meramal masa depan atau mendapatkan informasi tentang hal-hal yang tidak bisa dilihat (al-ghaibat).
Bahasa Arab yang serupa dengan magi: sihr (mufrat) atau ashar (jama’). Kata-kata lain yang terkait tidak langsung tapi menunjukkan fenomena yang sama: ulum al-ghayb, kahin dan kahanat. Makhluk yang terkait dengan magi: jinn, shaithan, ruhaniyyah, Juga kata masru’ dan majnun “possessed by /kerasukan jinn”. Di dalam tradisi Arab ada ilmu-ilmu magi, seperti ilmu al-nujum, al-firasa, al-tillasmat, ta’bir ar’ruya, dan bahkan al-kimiya. Semua itu dianggap negatif, tapi tidak selalu. Bisa netral, atau bahkan positif, seperti kata “karamah” dan “barakah”. Ada juga doa ruqyah: membaca ayat-ayat untuk mengusir jin, menyembuhkan penyakit, dll.
Dalam Al-Qur’an, Surat Al-Baqarah 102: وَٱتَّبَعُوا۟ مَا تَتْلُوا۟ ٱلشَّيَـٰطِينُ عَلَىٰ مُلْكِ سُلَيْمَـٰنَ ۖ وَمَا كَفَرَ سُلَيْمَـٰنُ وَلَـٰكِنَّ ٱلشَّيَـٰطِينَ كَفَرُوا۟ يُعَلِّمُونَ ٱلنَّاسَ ٱلسِّحْرَ وَمَآ أُنزِلَ عَلَى ٱلْمَلَكَيْنِ بِبَابِلَ هَـٰرُوتَ وَمَـٰرُوتَ ۚ وَمَا يُعَلِّمَانِ مِنْ أَحَدٍ حَتَّىٰ يَقُولَآ إِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌۭ فَلَا تَكْفُرْ ۖ
Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh setan-setan pada masa kerajaan Sulaiman. Sulaiman itu tidak kafir tetapi setan-setan itulah yang kafir, mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua malaikat di negeri Babilonia yaitu Harut dan Marut. Padahal keduanya tidak mengajarkan sesuatu kepada seseorang sebelum mengatakan, "Sesungguhnya kami hanyalah cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kafir!"
Dalam Yunus: 2
أَكَانَ لِلنَّاسِ عَجَبًا أَنْ أَوْحَيْنَآ إِلَىٰ رَجُلٍۢ مِّنْهُمْ أَنْ أَنذِرِ ٱلنَّاسَ وَبَشِّرِ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَنَّ لَهُمْ قَدَمَ صِدْقٍ عِندَ رَبِّهِمْ ۗ قَالَ ٱلْكَـٰفِرُونَ إِنَّ هَـٰذَا لَسَـٰحِرٌۭ مُّبِينٌ ٢
Pantaskah manusia menjadi heran bahwa Kami memberi wahyu kepada seorang laki-laki di antara mereka, "Berilah peringatan kepada manusia dan gembirakanlah orang-orang beriman bahwa mereka mempunyai kedudukan yang tinggi di sisi Tuhan mereka." Orang-orang kafir berkata, "Orang ini (Muhammad) benar-benar pesihir."
Surat Al-Naml: 27, Nabi Sulaiman disebut punya kekuatan bicara dengan hewan dan jin, burung, dan bahkan setan. Surat Al-Falaq digunakan sebagai do’a untuk mengusir magi, dan juga syaitan yang terkutuk. Juga Asmaul Husna.
Dalam kitab-kitab hadis, sirah, dan kitab-kitab lain, soal magi ini juga dibahas. Ibnu Sina, Ibnu Khaldun misalnya bicara soal “evil eye”, عين الحسودة Ibnu Khaldun juga bicara soal hubungan mujizat dan magi.
Zaman sekarang, dalam keyakinan dan tradisi Muslim juga banyak berkaitan dengan magi – selain apa yang kita sebut agama dan sains.
Kita sering mengolok orang lain melakukan magi, takhayul, khurafat, superstisi, tapi bisa jadi kita juga melakukannya.
Nah, kepercayaan apa saja yang kita yakini meskipun tanpa ada bukti atau sebab akibat kasat mata? Itu bisa disebut magi juga.
Oleh. Prof. Muhammad Ali, Ph.D
Associate Professor, Religious Studies Department and Chair, Middle East and Islamic Studies Program, University of California.