Sekarang lagi ramai saling mengunggulkan nasab dan mencela nasab orang lain. Anehnya, oknum kedua belah pihak mengaku memiliki garis keturunan Nabi shalallahu alaihi wasallam.
Padahal Sang Junjungan Nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam bersabda:
ﻭﻋﻦ ﺳﻠﻤﺎﻥ، ﻋﻦ ﻧﺒﻲ اﻟﻠﻪ - ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ - ﻗﺎﻝ: " «ﺛﻼﺛﺔ ﻣﻦ اﻟﺠﺎﻫﻠﻴﺔ: اﻟﻔﺨﺮ ﻓﻲ اﻷﺣﺴﺎﺏ، ﻭاﻟﻄﻌﻦ ﻓﻲ اﻷﻧﺴﺎﺏ، ﻭاﻟﻨﻴﺎﺣﺔ» ". ﺭﻭاﻩ اﻟﻄﺒﺮاﻧﻲ ﻓﻲ اﻟﻜﺒﻴﺮ
"Ada tiga dari bagian Jahiliyah, membanggakan keturunan, mencela nasab dan meratapi kematian" (HR Thabrani dari Salman)
ﻭﻋﻦ ﺃﺑﻲ ﻫﺮﻳﺮﺓ، ﻋﻦ اﻟﻨﺒﻲ - ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ - ﻗﺎﻝ: " «ﺃﺭﺑﻊ ﻓﻲ ﺃﻣﺘﻲ ﻟﻴﺲ ﻫﻢ ﺑﺘﺎﺭﻛﻴﻬﺎ: اﻟﻔﺨﺮ ﻓﻲ اﻷﺣﺴﺎﺏ، ﻭاﻟﻄﻌﻦ ﻓﻲ اﻷﻧﺴﺎﺏ، ﻭاﻟﻨﻴﺎﺣﺔ» " ﻗﻠﺖ: ﻫﻮ ﻓﻲ اﻟﺼﺤﻴﺢ ﺑﺎﺧﺘﺼﺎﺭ. ﺭﻭاﻩ اﻟﺒﺰاﺭ، ﻭﺇﺳﻨﺎﺩﻩ ﺣﺴﻦ.
Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda: "Empat hal yang tidak akan ditinggalkan oleh umatku, bangga dengan keturunan, mencela nasab orang lain dan meratapi kematian" (HR Al Bazzar, sanadnya Hasan).
Saya lebih senang dengan orang yang tidak memiliki nasab keturunan orang besar tapi ilmu dan amalnya berguna bagi banyak orang. Di sini berlaku hadis;
ﻭﻣﻦ ﺑﻄﺄ ﺑﻪ ﻋﻤﻠﻪ ﻟﻢ ﻳﺴﺮﻉ ﺑﻪ ﻧﺴﺒﻪ
"Barang siapa yang amalnya telat maka tidak dapat mempercepat kedudukan nasabnya" (HR Muslim).
Beberapa ulama menjelaskan makna hadis ini:
1. Imam An-Nawawi:
ﻣﻌﻨﺎﻩ ﻣﻦ ﻛﺎﻥ ﻋﻤﻠﻪ ﻧﺎﻗﺼﺎ ﻟﻢ ﻳﻠﺤﻘﻪ ﺑﻤﺮﺗﺒﺔ ﺃﺻﺤﺎﺏ اﻷﻋﻤﺎﻝ ﻓﻴﻨﺒﻐﻰ ﺃﻥ ﻻﻳﺘﻜﻞ ﻋﻠﻰ ﺷﺮﻑ اﻟﻨﺴﺐ ﻭﻓﻀﻴﻠﺔ اﻵﺑﺎء ﻭﻳﻘﺼﺮ ﻓﻲ اﻟﻌﻤﻞ
Maknanya, seseorang yang amalnya kurang tidak dapat menyusul kedudukan orang-orang yang banyak amalnya. Dianjurkan agar tidak bersandar pada kemuliaan nasab dan keagungan leluhur, tapi lalai dalam beramal (Syarah Muslim).
2. Al-Mubarakfuri
ﻭﺷﺎﻫﺪ ﺫﻟﻚ ﺃﻥ ﺃﻛﺜﺮ علماء اﻟﺴﻠﻒ ﻭاﻟﺨﻠﻒ ﻻ ﺃﻧﺴﺎﺏ ﻟﻬﻢ ﻳﺘﻔﺎﺧﺮ ﺑﻬﺎ ﺑﻞ ﻛﺜﻴﺮ ﻣﻦ ﻋﻠﻤﺎء اﻟﺴﻠﻒ ﻣﻮاﻝ ﻭﻣﻊ ﺫﻟﻚ ﻫﻢ ﺳﺎﺩاﺕ اﻷﻣﺔ ﻭﻳﻨﺎﺑﻴﻊ اﻟﺮﺣﻤﺔ ﻭﺫﻭﻭ اﻷﻧﺴﺎﺏ اﻟﻌﻠﻴﺔ اﻟﺬﻳﻦ ﻟﻴﺴﻮا ﻛﺬﻟﻚ ﻓﻲ ﻣﻮاﻃﻦ ﺟﻬﻠﻬﻢ ﻧﺴﻴﺎ ﻣﻨﺴﻴﺎ
Saksinya, bahwa kebanyakan ulama Salaf dan Khalaf tidak memiliki nasab yang mereka banggakan. Bahkan banyak dari ulama Salaf yang berasal dari budak yang dimerdekakan. Tapi mereka menjadi pemimpin umat dan sumber kasih sayang. Sementara mereka yang memiliki nasab mulia, yang tidak seperti di atas karena kebodohannya, mereka terlupakan dan dilupakan (Tuhfah Al-Ahwadzi Syarah Sunan Tirmidzi)
• Teruntuk siapapun yang merasa nasabnya mulia tapi tidak mendalami ilmu agama, saya mengikuti dawuhnya KH Maimun Zubair, bahwa mereka seperti sobekan Al-Quran. Mau dibaca tidak bisa, tapi juga tidak boleh diinjak-injak.
Penulis : KH. Ma'ruf Khozin