Tapi kalau ditanya mereka ngeles, “Bentuk Allah tidak seperti bentuk apapun.” Padahal dua pernyataan itu kontradiktif. Mengatakan “A seperti B, tapi A tidak seperti B” adalah kontradiksi.
Kalau kita sampaikan kepada mereka bahwa Allah tidak seperti apapun, maka Allah bukan jism, bukan jauhar, bukan aradh, tidak tersusun atas organ-organ, mereka malah mengatakan, “Ini bid’ah.” Jadinya, ahli bid’ah teriak bid’ah.
Begitulah akibat dari meninggalkan akal dalam memahami Al Quran dan As Sunnah. Padahal, Al Quran banyak memuat ayat-ayat tentang perintah menggunakan akal:
أَفَلَا تَعۡقِلُونَ
"Apakah kamu tidak berakal?”
صُمُّۢ بُكۡمٌ عُمۡیࣱ فَهُمۡ لَا یَعۡقِلُونَ﴿ ١٧١ ﴾
“Mereka itu tuli, bisu, buta dan tidak menggunakan akal mereka.” (QS. Al-Baqarah: 171)
۞ إِنَّ شَرَّ ٱلدَّوَاۤبِّ عِندَ ٱللَّهِ ٱلصُّمُّ ٱلۡبُكۡمُ ٱلَّذِینَ لَا یَعۡقِلُونَ﴿ ٢٢ ﴾
“Sesungguhnya, seburuk-buruk melata di sisi Allah adalah yang tuli, bisu dan tidak menggunakan akal mereka.” (Al-Anfal: 22)
Dan masih banyak lagi ayat-ayat yang memerintahkan kita untuk menggunakan akal dan mencela orang-orang yang tidak menggunakan akal mereka.
Semoga Allah jauhkan kita dari kesesatan akidah. Amin.
- Danang Kuncoro Wicaksono -