Melayat Ke Non Muslim, Antara Ranah Sosial Dan Ibadah
![]() |
Dokumen : Pak Jokowi saat Memberikan Doa pada Paus Fransiskus di Vatikan |
Dari gambar ini saya tidak bisa langsung memvonis haram secara keseluruhan atau boleh kesemuanya. Perlu perincian. Sama halnya ketika seorang dokter memutuskan jenis penyakit maka perlu diagnosis.
Kalau dihukumi langsung haram saya tidak tahu siapa yang beliau doakan, boleh jadi mendoakan agar pengganti Paus adalah sosok yang melanjutkan perdamaian, atau mendoakan hal-hal yang tidak terlarang dalam Islam, yang akan diulas di akhir.
Masalah ini tidak lepas antara ranah ibadah dan sosial. Maka saya perlu menjelaskan mana sisi sosial yang diperselisihkan di antara ulama dan ranah ibadah yang disepakati keharamannya. Sebab saya 20 tahun lebih tinggal di kota.
Saya menyaksikan sendiri bagaimana dalam satu keluarga ada yang Muslim dan Non-muslim. Di tempat kerja juga tidak ada halangan atasan dan bawahan yang tersekat karena agama. Demikian pula bertetangga di perumahan, persahabatan dan sebagainya. Maka dalam hal sosial saya cenderung mengikuti ulama yang membolehkan.
Jika sekedar takziah saya ikut pendapat ulama yang menghukumi sebagai ranah sosial. Berikut penjelasan ulama Hanafiyah:
ﻗﺎﻝ ﻣﺤﻤﺪ ﺃﺧﺒﺮﻧﺎ ﺃﺑﻮ ﺣﻨﻴﻔﺔ، ﻋﻦ ﺣﻤﺎﺩ، ﻋﻦ ﺇﺑﺮاﻫﻴﻢ، ﺃﻥ اﻟﺤﺎﺭﺙ ﺑﻦ ﺃﺑﻲ ﺭﺑﻴﻌﺔ ﻣﺎﺗﺖ ﺃﻣﻪ اﻟﻨﺼﺮاﻧﻴﺔ، ﻓﺘﺒﻊ ﺟﻨﺎﺯﺗﻬﺎ ﻓﻲ ﺭﻫﻂ ﻣﻦ ﺃﺻﺤﺎﺏ اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻗﺎﻝ ﻣﺤﻤﺪ: ﻻ ﻧﺮﻯ ﺑﺎﺗﺒﺎﻋﻬﺎ ﺑﺄﺳﺎ، ﺇﻻ ﺃﻧﻪ ﻳﺘﻨﺤﻰ ﻧﺎﺣﻴﺔ ﻋﻦ اﻟﺠﻨﺎﺯﺓ، ﻭﻫﻮ ﻗﻮﻝ ﺃﺑﻲ ﺣﻨﻴﻔﺔ ﺭﺿﻲ اﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ
Ibu dari Haris bin Rabiah meninggal, ia wanita Nasrani. Ia mengikuti jenazah ibunya besama rombongan para Sahabat Nabi shalallahu alaihi wasallam. Muhammad Syaibani (murid Imam Hanafi) berkata: Kami tidak mempermasalahkan untuk ikut bersama jenazah Nasrani. Hanya saja ia berada di pinggir. Ini adalah pendapat Abu Hanifah (Al-Atsar, 179)
Sudah diketahui bersama bahwa hal yang terlarang adalah berkaitan menyalatkan dan mendoakan ampunan bagi Non Muslim. Hal ini berdasarkan Nash Qur'an:
وَلَا تُصَلِّ عَلَىٰ أَحَدٍ مِّنْهُم مَّاتَ أَبَدًا وَلَا تَقُمْ عَلَىٰ قَبْرِهِ ۖ
"Dan janganlah kamu sekali-kali menyalatkan (jenazah) seorang yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri (mendoakan) di kuburnya." [Tawbah: 84]
Selama tidak mendoakan ampunan, seperti mendoakan sabar untuk keluarga, yang tidak ada kaitan dengan Rahmat dan akhirat maka boleh-boleh saja. Sementara persoalan mendoakan di alam akhirat atas keyakinan mereka tentu cukup didoakan oleh tokoh agama masing-masing. Prinsip di bagian doa ampunan dan ibadah adalah "Lakum dinukum wa liya Din".
Untuk non muslim yang sudah meninggal saya menyebut dengan kata "Mendiang", bukan almarhum atau almarhumah, sebab memiliki arti yang mendapat Rahmat, yang menurut saya sudah ranah doa ibadah.
Untuk Rest in peace saya belum sepenuhnya mengamalkan ungkapan ini. Ketika ada teman saya yang non muslim atau keluarganya yang meninggal saya cukup mengucapkan turut berbelasungkawa atau berduka untuk keluarga yang masih hidup.
Andaikan beliau sekedar maju berdiri di dekat peti dan tidak mengangkat tangan maka tidak akan ada perdebatan di medsos. Tapi bukan tipikal Pak Jokowi bila tidak meninggalkan jejak pro-kontra.
Penulis : KH.Ma'ruf Khozin