Aktivitas Politik Berbalut Dakwah Ex-HTI Wajib Dihentikan - HWMI.or.id

Saturday 13 June 2020

Aktivitas Politik Berbalut Dakwah Ex-HTI Wajib Dihentikan


Berikut ini saya unggah kembali catatan lama saya terkait sidang gugatan eks-HTI. Catatan ini penting untuk dibaca dan direnungkan agar kita sebagai rakyat Indonesia menyadari akan arti penting penjagaan kedaulatan NKRI, keamanannya, dan juga arti penting beragama dengan cerdas atas dasar nalar yang betul-betul waras. Lebih-lebih saat ini MA (Mahkamah Agung) Republik Indonesia telah menolak permohonan kasasi dari pihak eks-HTI dengan membenarkan putusan PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara) Jakarta. Yang oleh sebab itu, HTI telah resmi menjadi terlarang (haram) hidup dan tidak boleh lagi diikuti di seluruh bumi Indonesia. 

"Pada sidang gugatan eks-HTI hari Kamis, 15 Maret 2018 di PTUN Jakarta saya berbicara di hadapan majelis hakim PTUN, para pihak yang bersengketa dan para pengunjung sidang yang membludak. Saya ditunjuk dan diutus sebagai saksi ahli agama yang dengan surat resmi dari PBNU. Para kolega saya di PBNU  tentulah sudah bermusyawarah dan punya pertimbangan matang untuk mengutus saya. Dalam persidangan kemarin, saya sebagai saksi ahli berkewajiban memberikan keterangan yang sebenar-benarnya di bawah sumpah." 

Oleh karena itu, dalam menyampaikan berbagai sudut pandang saya tentang HTI tidak ada dusta apalagi fitnah kepada HTI.  Untuk itulah saya sebelumnya telah mempersiapkan diri sebaik mungkin. Saya lakukan riset kecil-kecilan dengan mengumpulkan data pustaka berupa referensi agama (kitab kuning) dan khususnya kitab-kitab asli Hizbut Tahrir yang berbahasa Arab untuk diklasifikasi, diolah, dianalisis dan lalu saya simpulkan. 

Semua itu telah saya susun dalam bentuk paper sekitar 13 halaman dengan ketikan satu spasi. Paper ilmiah tersebut sudah saya bacakan di dalam sidang dan kemudian telah saya pertanggungjawabkan yang juga secara ilmiah. Setelah itu yang terpenting adalah bahwa keterangan saya bisa masuk akal dan diterima oleh majelis hakim PTUN, sedangkan yang lebih penting lagi saya berharap eks-HTI kalah dipersidangan tersebut. Intinya HTI wajib bubar demi keutuhan NKRI yang kita cintai.

Perkara dalam persidangan sesekali diiringi perdebatan yang keras antara saya dengan penggugat adalah hal yang wajar. Tetapi yang kurang ajar biasanya di luar sidang. Sebab sebagaimana  telah saya duga sebelumnya, setelah sidang di media sosial ada aktifis atau mungkin simpatisan HTI yang mem-bully saya dengan stigma-stigma negatif untuk tujuan merendahkan seperti liberal, tidak kredibel, pemfitnah HTI, pembela penista agama, ahoker, pentolan kecebong dan sebagainya. 

Tetapi itu semua saya anggap biasa sajalah, saya maklumi, mungkin karena hanya sampai di situ tingkat pemahamannya. Barangkali semangat beragama mereka itu lebih tinggi dari kecerdasan akalnya untuk memahami substansi agama. Orang berilmu agama mendalam dan luas wawasan kebangsaannya itu pasti menjadi manusia yang realistis, pasti bijaksana dan tidak gampang menyalahkan orang lain karena dorongan hawa nafsunya. 

Saya (baca: PBNU) mendukung dan mengapresiasi sikap tegas dan berani dari pemerintah yang berani membubarkan HTI. Semua warga bangsa Indonesia yang cinta tanah air dan tidak rela bentuk final NKRI diganti dengan sistem khilafah islamiyah seperti yang diperjuangkan mati-matian oleh HTI pasti jauh lebih banyak yang mendukung sikap strategis pemerintah RI tersebut. Sudah saatnya yang waras jangan mengalah. Menurut hukum agama HTI wajib dibubarkan dan sikap pemerintah yang telah membubarkan dengan mencabut izinnya adalah sah dan langkah yang tepat.

"HTI adalah bagian dari Hizbut Tahrir yang didirikan oleh Taqiyuddin an-Nabhani pada 14 Maret 1953 di al-Quds, Palestina. HTI baru mulai mencemari dan didirikan di Indonesia pada tahun 1980-an. Ini jelas setelah Indonesia merdeka. Artinya, sesungguhnya HTI sama sekali tidak punya andil berjihad melawan para penjajah dari bumi Indonesia, tidak ikut memerdekakan dan tidak pula mempertahankannya. Namun aneh bin ajaib, HTI justru paling getol dan super lantang memekikkan suara demi mengganti NKRI dengan sistem dan bentuk negara khilafah islamiyyah yang bersifat internasional di bawah kendali satu orang khalifah saja."

Aktifitas politik HTI di Indonesia oleh para tokohnya ditutup-tutupi sebagai kegiatan dakwah islam yang sejalan dengan sila pertama Pancasila dan kebebasan beragama yang dijamin oleh UUD 1945, kata mereka. Oleh karena itu, saat dibubarkan hingga kini dimunculkan berita yang memfitnah pemerintah dan Banser NU anti Islam dan anti ulama. Ketahuilah, di NKRI ini umat Islam sudah bebas beramal, beribadah dan berdakwah. Dakwah yang sah dibubarkan hanyalah dakwah yang berisi aktifitas politik untuk mengganti NKRI dan untuk merebut kekuasaan dari tangan pemerintahan yang sah secara konstitusi dan sah pula dalam perspektif agama. Buktinya, dakwah-dakwah yang dilakukan oleh para juru dakwah dari NU, Muhammadiyah dan lain-lain tidak ada yang pernah dibubarkan atau dilarang oleh pemerintah kita.

HTI sebagai cabang Hizbut Tahrir jelas merupakan partai politik, bahkan satu-satunya partai politik islam internasional, yang aktivitasnya politiknya bertujuan untuk meraih kekuasaan dan mengganti negara-negara bangsa di seluruh penjuru dunia dengan sistem pemerintahan dan bentuk negara khilafah islamiyyah ‘alamiyyah (internasional). Padahal, menurut hukum Islam haram hukumnya mendirikan negara di dalam negara.
 
Dakwah HTI itu jauh berbeda dengan dakwahnya para ulama/kyai NU. Dakwah HTI untuk bersifat politik dan haus akan kekuasaan, sedangkan dakwah para kyai/ulama NU adalah untuk mempertahankan kemerdekaan dan mengisi kemerdekaan NKRI.

Dalam berbagai referensi pokok Hizbut Tahrir yang saya baca, jelas-jelas HTI itu megharamkan dan menganggap demokrasi secara mutlak sebagai nidzamu kufrin (sistem kekafiran) sedangkan negara kita menyepakati demokrasi Pancasila, melarang menaati perundang-undangan kita yang dibuat oleh manusia karena menurut HTI tidak bersumber dari akidah islamiyyah, dan juga mengharamkan nasionalisme dan cinta tanah air yang didakwahkan oleh para ulama NU untuk menjaga dan menyelamatkan bangsa dan negara kita ini.

HTI organisasinya para Pemimpi Khilaf

HTI adalah gerakan politik transnasional, bukan gerakan dakwah. Dakwah HTI hanyalah topeng penutup wajah politiknya untuk menipu dan memikat umat muslim awam agar mendukungnya. Oleh sebab itu, jika pemerintah RI membubarkan organisasi HTI bukan berarti pemerintah memberangus dakwah dan anti Islam. Pemerintah RI beserta rakyat Indonesia melawan HTI karena keberadaan dan dakwahnya yang berpotensi memecah belah keutuhan NKRI, menimbulkan  mafsadah yang sangat besar dan menimbulkan perpecahan. Sudah menjadi kewajiban semua elemen bangsa untuk mempertahankan dan memperkuat keutuhan NKRI.

Saya mengapresiasi dan mendukung pemerintah membubarkan HTI dan yang sejenisnya. HTI itu hakikatnya adalah bughat (pembangkang) yang wajib “diperangi” oleh pemerintah dan segenap warga bangsa yang cinta kepada Pancasila dan NKRI. Karena HTI berupaya untuk mengganti falsafah Pancasila dan perundang-undangan kita dengan syariat Islam dan merubah bentuk NKRI menjadi bersistem khilafah yang dipimpin oleh khalifah.
 
Percayalah! Para pegiat HTI itu hanyalah segelintir manusia yang merasa menjadi pemimpin umat ini. Padahal mereka tiada lain hanyalah para pemimpi, mimpi mengganti setiap kepala negara (presiden, perdana menteri, sultan, raja, dan sebagainya) dengan khalifah. Yakinlah, bahwa tidak akan ada seorang khalifah yang mereka pilih yang bisa disepakati oleh seluruh umat manusia di dunia ini. Mereka juga bermimpi bahwa negara-negara bangsa di seluruh dunia akan menyerahkan kekuasaan dan kedaulatannya kepada mereka. Sungguh sesuatu yang mustahil. Kecuali bagi para pemimpi HTI yang sedang khilaf.

Lawan Saja Orang-Orang Khilaf Yang Ingin Mengganti NKRI dengan Sistem Khilafah

Ada banyak muslim yang tergabung dalam kelompok radikal seperti Islamic State of Iraq and Syiria (ISIS)/Daulah Islamiyyah fi al-‘Iraq wa al Syam (DAISH), al-Qaedah, dan Hizbut Tahrir (HT) yang berilusi ingin mewujudkan Daulah Islamiyyah (Negara Islam). Kelompok tersebut sangat anti terhadap sistem demokrasi. Mereka punya hobi menggelar demonstrasi yang mendorong tegaknya kembali sistem khilafah dan penegakan syariat Islam (tathbiq al-syrari’ah al-Islamiyyah). Untuk mencapai tujuan tersebut ISIS dan al-Qaedah memakai jalur kekerasan dan teror, sedangkan HTI menempuh cara yang berbeda, yakni jalan damai. HTI kini berani terang-terangan menyuarakan ide-ide gilanya menentang keabsahan NKRI, sedangkan pemerintah atau pihak yang berwajib bungkam seribu basa, membiarkan NU sendirian terutama Banser berteriak lantang menentang gerakannya. 

"Islam sesungguhnya tidak menentukan khilafah sebagai sistem pemerintahan yang absah satu-satunya, meskipun sistem ini pernah ada dalam sejarah masa lalu umat Islam. Kita bebas memilih dan menentukan sistem pemerintahan mana pun sepanjang urusan duniawi rakyatnya dapat diatur dengan sebaik-baiknya dan urusan agama dapat selalu terjaga dan bebas dilaksanakan. Sebab yang penting adalah substansinya, bukan apa bentuknya."

Ketika semua negara di dunia ini telah berubah menjadi nation state atas dasar kehendak dan kesepakatan masing-masing rakyatnya, maka Khilafah Islamiyyah apalagi yang bersifat global tidaklah relevan lagi. Ide Khilafah tersebut sebagai hasil ijtihad politik  pada masa lalu umat Islam kini sudah diganti dengan model nation state (negara bangsa) di seluruh penjuru dunia.

Tidak ada kewajiban sedikit pun bagi individu umat Islam untuk ikut serta menegakkannya kembali. Bahkan kita tidak berdosa menentang sekeras-kerasnya. Karena dalam kitab suci al-Qur’an kata “khilafah” tidak pernah sekalipun disebutkan, selain karena upaya menegakkan kembali sistem khilafah akan menimbulkan perselisihan di kalangan rakyat banyak tentang siapa khalifah yang disepakati umat dan saya duga kuat tidak akan ada satu negara pun di dunia ini yang mau menyerahkan kedaulatannya secara damai kepada para “pejuang” berdirinya sistem khilafah. Memaksakan kehendak demi tegaknya sistem khilafah dan penerapan syariat Islam pasti membahayakan keutuhan NKRI, yakni mengakibatkan disintegrasi bangsa dan chaos.

Pemerintah RI tidak boleh tinggal diam, wajib bertindak cepat, tegas dan berani segera membubarkan semua kelompok yang anti terhadap Pancasila. Ide khilafah dari orang-orang Islam yang sedang khilaf, buta sejarah dan tidak menghargai para ulama pejuang NKRI itu harus dilawan dengan cara melarangnya agar rakyat tidak berselisih dan saling menumpahkan darah karenanya. Membiarkan mereka itu sama dengan membiarkan kanker ganas menggerogoti tubuh sehat kita. Penyakit apa pun wajib dicegah segera sebelum berjangkitnya, wajib diobati hingga sembuh setelahnya, dan wajib segera diamputasi bila menular ke organ-organ sehat lainnya.

(KH. Ahmad Ishomuddin, Rais Syuriah PBNU, dosen Fakultas Syariah UIN Raden intan Lampung, 13 Juni 2020)

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda