Benarkah Ayat Suci di Atas Ayat Konstitusi? - HWMI.or.id

Tuesday 30 June 2020

Benarkah Ayat Suci di Atas Ayat Konstitusi?



Khilafer pada hari Ahad, 10 Mei 2020 pukul 09.00 Wib menggelar kajian online bertajuk “Ayat Suci Di Atas Ayat Konstitusi”. Kajian ini sengaja diagendakan pada momen nuzulul qur’an, yang disiarkan live streaming melalui akun youtube KhilafahChannel milik pecinta ideologi khilafah dan radikalisme.

Untuk meramaikan kajian ini, mereka pasti mencari para narasumber yang seirama dan seide dengan visi-misi penegakan khilafah Islam di Indonesia, siapa saja mereka? Slamet Ma’arif (Ketua PA 212), Rokhmat S. Labib (Petinggi Eks HTI), dan Suteki (Pakar Filsafat Hukum Undip).

Diskusi term “Ayat Konstitusi” dan “Ayat Suci” merupakan tema yang sangat kolot. Bahkan, hal itu berdampak buruk terhadap persatuan dan persaudaraan bangsa Indonesia. Potensial, menimbulkan sudut pandang diskrimantif bagi umat beragama selain muslim, dan distorsi ayat-ayat konstitusi.

Setiap pemaparannya, selalu berupaya mengelimenasi Pancasila dan UUD 1945 dengan ideologi khilafah dan kaidah “La hukma illa lillah”. Artinya, tidak ada hukum kecuali hukum Allah. Sehingga ayat konstitusi sebagai produk hukum manusia dianggap thaghut dan mengkafirkan siapa yang taat pada aturan tersebut.

Inilah petanda bahwa radikalisme subur dari kelompok yang mendukung ideologi khilafah. Radikalisme adalah kelompok yang anti pemerintah, dan ingin mewujudkan aspirasinya dengan cara membubarkan Pancasila dan UUD 1945. Sampai-sampai segala macam modus mereka halalkan.

Maka, suatu statement dungu ketika membandingkan ayat suci dan ayat konstitusi. Ayat suci tentu acuannya al-Qur’an yang menjadi pedoman dalam kehidupan umat Islam, sedangkan konstitusi adalah tempat kita berhukum dalam sendi-sendi kehidupan beragama, berbangsa, dan bernegara.

Dalam konteks ini, memang sepadan dengan apa yang difirmankan Tuhan dalam ayat sucinya. Terletak di [QS. an-Nisa: 59] “athi’ullaha wa athi’ur rasul wa ulil amri mingkum” taatilah Allah dan taatilah rasulnya dan pemimpin/pemerintah di antara kamu. Taat pada pemerintah bukan berarti kita dicap kafir. Melainkan menunjukkan setia pada negara.

Dengan demikian, ketika mereka mencoba membanding-bandingkan ayat suci dan ayat konstitusi, sebenarnya. Adalah pembodohan terhadap sendirinya. Sebab itu, mereka tampak terindikasi orang yang hanya terkesan taat pada agama. Tetapi, tidak setia pada negara. Besar kemungkinan memicu aksi radikal, dan terorisme. Yang tergolong makar atau pemberontakan (bughat).

Radikalisme Vs Ayat Konstitusi
Bersifat muhal kelompok Hizbut Tahrir mendatangkan narasumber yang lebih kompeten dan memiliki pengalaman luas seperti Mahfud MD, sosoknya yang negarawan dan berpikir moderat banyak kalangan mengenalnya sebagai ahli hukum andal dibanding Suteki yang hanya berargumen teoritis.

Suteki mungkin salah satu ahli hukum yang terjebak paham radikalisme dan terpapar khilafah. Jejak digital ini membuat diskusinya tidak berjalan hangat, dan subjektif. Seharusnya ada narasumber dari kalangan moderat supaya kajian tersebut tidak ekstrem, dan konstitusi tidak dipandang sebelah mata (intoleransi).

Argumen hukum Suteki sangat-sangat tidak profesional diakibatkan ketiadaan perspektif historis tentang pembentukan konstitusi atau UUD 1945. Dari sepanjang diskusi, mereka hanya berkutat di lingkaran teoritis. Tanpa memerhatikan bahwa sejarah itu penting guna peradaban hukum dan literatur sejarah.

Perbedaan pandangan terkadang membuat sesama umat Islam bermusuh-musuhan, hal itu sangat berbahaya dan mampu menghancurkan konstitusi negara. Kitab suci itu mulya dan dimiliki satu aspirasi umat Islam, sisi lain. Konstitusi adalah kitab hukum yang menampung seluruh aspirasi umat beragama.

Ayat-ayat konstitusi memang kitab yang toleran terhadap semua golongan. Jadi, jika mereka cenderung berkesimpulan bahwa ayat suci di atas ayat konstitusi. Itulah pemikiran yang limitatif, dan menimbulkan tindakan intoleransi dan radikal. Paham demikian perlu menjadi kewaspadaan kita.

Pantas saja, perangkat eks HTI menang memainkan propaganda khilafahnya di dunia maya. Sebab setiap narasi-narasi yang dibangun adalah pergantian sistem. Namun, bukan perbaikan terhadap sistem itu sendiri. Akhirnya, masyarakat mudah terprovokasi oleh sajian mereka yang beranggapan bahwa sistem sosial budaya, politik, hukum, dan ekonomi kita liberal.

Rentetan fenomena tersebut sangat memudahkan mereka menghancurkan negara bangsa dan Pancasila, apalagi melalui agenda pengrusakan hukum. Hal ini sungguh-sungguh ancaman serirus dan nyata, sebagaimana terbukti gerakan mereka dalam kajian “Ayat Suci Di Atas Ayat Konstitusi.”

Meluruskan Pernyataan

Jangan sekali-kali memanipulasi sejarah tentang konstitusi negara bangsa dengan cara menagungkan kitab suci. Karena itu, UUD 1945 yang acuannya adalah Pancasila, dan menjunjung tinggi hak asasi manusia serta demokrasi. Khilafer, seharusnya, patut bersyukur hidup di negara yang penuh keberagaman.

Jurus ampuh untuk mencegah pemekaran radikalisme, ayat suci di atas ayat konstitusi.

 Adalah generasi milenial perlu menghindar literatur-literatur ekstrem yang memutus mata rantai sejarah, meskipun narasumber tersebut terbilang kompeten. Tetapi, krisis nasionalisme ini yang harus kita tangkal.

Pun pernyataan mereka sengaja diciptakan supaya generasi milenial dan masyarakat kita membelot dari ideologi Pancasila, dan UUD 1945. Oleh demikian itu, tugas kita hari ini mencari sumber yang valid dan literatur konstitusi yang selaras dengan cita-cita negara kesatuan republik Indonesia (NKRI).

Munculnya kesimpulan mereka di youtube menjadi batu pijakan kita dalam sendi-sendi beragama, berbangsa, dan bernegara. Agar kedepannya kita selalu memandang wacana-wacana keagamaan dan kenegaraan secara bijaksana dan objektif. Didukung literatur-literatur yang mengarah pada moderasi konstitusi.

Maka dari itu, pada kesimpulan ini, konstitusi adalah dasar negara yang harus kita jaga bersama dari segala bentuk ancaman. Karena hidup dalam negara tanpa konstitusi ibarat rumah yang tanpa ada fondasi yang kokoh dan menguatkan seluruh bangunan. Sama halnya konstitusi mempersatuan semua golongan tanpa melihat agama dan etnisnya apa.

Oleh karena itu, tafsir ayat suci di atas ayat konstitusi hanyalah milik segilintir orang-orang radikal yang gagal menegakkan khilafah. Disebabkan ideologinya yang bermasalah dan mendorong negeri ini terpecah belah, tentu persoalan tersebut siapapun tidak ingin terjadi. #SalamKonstitusiKitabSuci

Hasin abdulloh
(Harakatuna)

www.hwmi.or.id

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda