Hagia Sophia, Politik Erdogan, dan Spirit Ikhwanisme - HWMI.or.id

Sunday 19 July 2020

Hagia Sophia, Politik Erdogan, dan Spirit Ikhwanisme


Kabar dari dunia Islam pekan ini adalah tentang Hagia Sophia. Sebuah bangunan megah di Turki yang mulanya adalah gereja pada era kekuasaan Romawi Timur, hingga kemudian setelah kekuasaan berganti di tampuk Sultan Mehmet II dialih fungsikan menjadi masjid dan pada zaman Mustafa Kemal Attaturk –bapak republik Turki penjunjung tinggi sekulerisme- dijadikan menjadi museum.

Kebijakan memuseumkan Hagia Sophia yang sudah hampir seabad itu diubah Recep Tayyib Erdogan menjadi masjid lagi. Keputusan itu dalam konteks hubungan antar agama di ruang publik adalah kebijakan yang buruk. Bangunan megah yang punya sejarah antara dua agama besar ini paling netral adalah keputusan Attatruk dengan menjadikannya museum.

Tapi mau bagaimana lagi, Erdogan bukanlah Kemal Attaturk. Dia politisi dari Adalet ve Kalkinma Partisi (AKP), sebuah partai politik dengan spirit Islam. Pilihan Erdogan untuk menjadikan Hagia Sophia menjadi masjid kembali adalah pilihan politik yang populer dan disukai oleh basis pendukungnya dari kalangan muslim konservatif.

Erdogan membutuhkan penguatan dukungan dari basis pendukungnya, mengingat dia masih punya ambisi untuk maju lagi dalam Pilpres 2023 mendatang. Terlebih lagi, elektabilitas Erdogan belakangan ini semakin menurun karena banyak masyarakat merasa tidak puas dengan buruknya pertumbuhan ekonomi dan menurunnya indeks demokrasi dan kebebasan.

Maka dari itulah, kebijakan menjadikan Hagia Sophia menjadi masjid kembali merupakan usaha untuk mengembalikan popularitasnya agar memenangkan kompetisi politik beberapa tahun kedepan. Selain itu, Erdogan berangkat dari partai yang meski tidak memakai nama yang islami, tapi spiritnya sangat islami sekali.

AKP merupakan partai yang secara ideologis dekat dengan kaum Ikhwanul Muslimin yang embrio awalnya muncul di Mesir. AKP berangkat dari gerakan tarbiyah seperti Partai Keadilan Sosial (PKS) di Indonesia.

Gerakan Ikhwanisme ini ia memperjuangkan Islam melalui jalur politik yang resmi. Ia memang berbeda dengan gerakan jihad seperti Islamic State of Iraq and Syiria (ISIS) yang berjuang melalui kekerasan dan di luar jalur politik resmi.

Gerakan Ikhwanisme seperti AKP ini masuk kedalam mekanisme politik resmi dan ikut bekontestasi mencari dukungan politik sebesar-besarnya. Gerakan Ikhwanisme ini menjadi besar sejak di tangan Recep Tayyip Erdogan yang mulanya sebagai walikota Istambul.

Konteks awal keterpilihan Erdogan menjadi penguasa politik Turki karena kejenuhan masyarakat Turki dengan sekulerisme yang terlampau ekstrem yang diwariskan oleh Mustafa Kemal Attatruk. Kebijakan Attaturk yang melarang segala simbol agama di ruang publik, akhirnya menindas hak-hak privat warga negara untuk mengamalkan agamanya.

Misalnya terjadi pada fenomena pelarangan jilbab di ruang publik. Kebijakan itu terlampau berlebihan, seharusnya praktik sekulerisme di ruang publik tidak boleh merenggut hak seseorang untuk memakai pakaian sesuai pilihan pribadinya.

Di tengah situasi yang demikian itu, Erdogan muncul dengan menawarkan spirit Islam. Erdogan juga dalam kampanye politiknya juga menggunakan wacana yang sifatnya populer hingga akhirnya terpilih penjadi Presiden Turki.

Kebijakan ekstrem Attaturk yang kurang tepat dalam mempraktikkan sekulerisme, kemudian dilawan Erdogan juga dengan sikap yang ekstrim dengan memasukkan unsur-unsur Islam dalam kebijakannya. Dengan kata lain, diskriminasi yang dilakukan oleh Attaturk, kini dilawan Erdogan dengan melakukan diskriminasi juga.

Melihat dari tendensi politik Erdogan yang dari awal mewakili ideologi Ikhwanisme, tidaklah kaget jika dia menjadikan Hagia Sophia menjadi masjid kembali. Terlebih lagi dia punya kebutuhan untuk menaikkan kembali elektabilitas politiknya yang kian menurun.

Demikianlah latar belakang alasan pada Erdogan membuat kebijakan untuk menjadikan Hagia Sophia menjadi masjid kembali. Pilihan itu dalam konteks relasi antar agama adalah kebijakan yang tidak bagus. Namun, kalau urusannya adalah untuk kepentingan politik maka sulit untuk tidak dilakukan. Wallahua’lam.

Pecihitam.org
www.hwmi.or.id

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda