Mengapa Orang-orang Awam Lebih Menggandrungi Dakwah Salafi-Wahaby ? (Sebuah Otokritik) - HWMI.or.id

Monday 27 July 2020

Mengapa Orang-orang Awam Lebih Menggandrungi Dakwah Salafi-Wahaby ? (Sebuah Otokritik)


Alhamdulillah kaum Nahdhiyyain bersyukur dengan maraknya dakwah para Kyai dan santri NU di media sosial yang mengkaji berbagai kitab kuning, menulis berbagai artikel keislaman berhaluan Aswaja, termasuk video bantahan terhadap pendapat-pendapat ngawur yang tidak sesuai dengan tafsir ayat dan syarah hadits. 

Kendati demikian, kita masih melihat fenomena dakwah zaman now, di mana masih dijumpai sebuah realitas masih banyaknya kalangan menengah ke atas yang lebih tertarik dengan dakwah Salafy-Wahaby ketimbang dakwah para kyai dan santri NU. Ini tentu ada faktor-faktor yang mempengaruhinya. Maka tulisan ini mencoba menelaah variabel-variabel yang membuat dakwah Salafy-Wahaby dianggap lebih menarik bagi kalangan menengah ke atas disertai langkah antisipatif agar dakwah Aswaja bisa semakin menarik dan mencerahkan bagi segmen dakwah tersebut, sehingga yang sudah terpengaruh ajaran Salafy-Wahaby bisa kembali lagi ke pangkuan Aswaja. 

Adapun faktor-faktor yang menyebabkan dakwah Salafy-Wahaby dianggap lebih menarik bagi orang awam sebagai berikut.

1. Dakwah Salafy-Wahaby dipandang lebih hemat ibadah, yang pokok-pokok saja, tidak macam-macam, yang simple dan praktis. Tidak direpotkan oleh berbagai ritual tambahan yang dianggap oleh mereka sebagai bid’ah.
Para pegiat dakwah NU harus meluruskan kesalahpahaman orang awam seputar bid’ah seraya menjelaskan dalil-dalil kuat yang menegaskan bahwa tradisi Aswaja itu sudah sesuai dengan tuntunan al-Qur’an, hadits dan para ulama salaf.

2. Dakwah Salafy-Wahaby menjanjikan angin surga sebagai pengikut Rasulullah saw sejati, sehingga apa yang tidak dikerjakan oleh beliau, maka tertolak alias dibid’ahkan. Sedangkan orang awam itu psikologisnya ingin sekali diakui sebagai umat Nabi Muhammad saw, dan mendapat syafa’atnya.
Para pegiat dakwah NU perlu menjelaskan pengertian dan pembagian bid’ah yang sesungguhnya. Lalu apa saja yang tidak dikerjakan oleh Nabi Muhammad saw itu tidak otomatis terlarang. Sebab banyak keterangan hadits shahih yang menjelaskan bahwa para sahabat ada yang mengerjakan sesuatu yang tidak pernah dikerjakan oleh Nabi saw, tapi oleh Nabi sendiri justeru diapresiasi dan dibenarkan karena tidak menyimpang dari tuntunan al-Qur’an dan Sunnah.

3. Dakwah Salafy-Wahaby mengklaim ingin memurnikan ketauhidan. Beriman kepada ALLAH dengan murni, sehingga mereka membagi tauhid kepada tiga macam (trilogi tauhid) yaitu tauhid rububiyah, tauhid uluhiyah, dan tauhid asma’ dan sifat dengan tujuan menolak adanya tawassul, tabarruk, ziarah kubur, dan semacamnya yang dinilai oleh mereka sebagai tindakan syirik bahkan kufur. Sedangkan orang awam yang baru melek Islam, ingin sekali tauhid mereka tergolong tauhid murni, sehingga dakwah salafi mereka anggap logis dan cocok dengan pencarian mereka selama ini.
Para pegiat dakwah NU harus meluruskan kesalahpahaman ini. Orang awam harus diberi tahu ngawurnya pembagian trilogi tauhid tersebut dan termasuk bid’ah, belum pernah Nabi, para sahabat, ulama-ulama salaf dan khalaf membagi tauhid seperti itu. lalu memberikan pemahaman yang benar tentang tawassul, tabarruk dan ziarah kubur. Juga menjelaskan hadits shohih yang menyatakan bahwa barangsiapa mengkafirkan sesama Muslim itu sama saja mengkafirkan dirinya sendiri.

4. Dakwah Salafy-Wahaby dianggap selalu memakai hadits yang shohih dan hasan, menolak yang bersumber dari hadits dho’if (lemah). Bagi orang awam ini dianggap lebih baik daripada ritual Aswaja yang selain menggunakan hadits shohih dan hasan, juga banyak bersumber dari hadits dho’if.
Padahal menurut ilmu hadits, hadits dho’if juga masih berasal dari Rasulullah saw (lebih baik daripada memakai logika). Di samping itu, hadits dhoif yang bisa dipakai itu pun ada syaratnya yaitu bisa memotivasi ibadah dan tidak keterlaluan dhoifnya.

5. Dakwah Salafy-Wahaby mempengaruhi alias mendoktrin kaum awam dengan semboyan “kembali kepada al-Qur’an dan Sunnah semurni-murninya” berdasarkan hadits shohih bahwa Nabi Muhammad saw meninggalkan dua warisan yang jika berpegang pada keduanya, tidak akan sesat selama-lamanya yaitu al-Qur’an dan Sunnqah Rasul. Efeknya, orang awam sangat takut jika keluar dari petunjuk al-Qur’an dan Sunnah, serta menjauhkan segala sumber lain seperti ijma’(kesepakatan ulama dari kalangan sahabat, tabi’in, tabi’it tabi’in), qiyas (menyamakan hukum masalah baru dengan hukum yang sudah ada dalam al-Qur’an dan hadits), dan pemikiran-pemikiran ulama lain dalam kitab kuning. 
Para pegiat dakwah NU, harus menjelaskan bahwa doktrin ini sangat keliru, sesat dan menyesatkan. karena ijma’, qiyas, dan ajaran-ajaran Islam pada kitab kuning itu berpedoman juga pada al-Qur’an dan hadits, serta tidak keluar dari petunjuk kedua sumber utama itu. Bahkan Ijma’, qiyas, dan kitab kuning  itu menjabarkan isi al-Qur’an dan hadits. Banyak sekali problematika hukum baru yang muncul setelah wafatnya Nabi saw. Sedangkan al-Qur’an dan hadits sudah terhenti seiring wafatnya Nabi. Maka untuk menjawab problematika hukum baru itu para ulama berijtihad dengan menggali hukum yang terdapat dalam al-Qur’an dan hadits dengan metode qiyas, istihsan, istishhab, maslahah mursalah, dan metode lainnya. Maka hasil ijtihad yang disepakati itu menjadi ijma’, dan yang tidak disepakati menjadi hasil ijtihad versi masing-masing imam madzhab (Hanafy, Maliky, Syafi’i, dan Hambali).  Jadi mengikuti pendapat ulama sama juga dengan mengikuti petunjuk Al-Qur’an dan Hadits. Lagi pula ulama adalah pewaris Nabi, yang melanjutkan dakwah Nabi. Kita memeluk Islam karena dakwah para ulama ke Nusantara. Bisa mengaji dan tahu cara beribadah juga dari ulama. Maka jika kita tidak boleh mengikuti ulama, harus mengikuti siapa lagi?

6. Dakwah Salafy-Wahaby ini sangat ampuh mempengaruhi orang awam yang masih lugu, kosong atau dangkal pemahaman agamanya. Kebanyakan orang awam ini adalah mereka yang dulu terlalu sibuk dengan duniawi (sibuk cari duit, bisnis) ilmu-ilmu umum, maka tidak heran jika mereka banyak diikuti oleh kalangan akademisi, pengusaha, pejabat, pensiunan, dan kaum generasi milenial yang haus agama, dan bangga terhadap segala sesuatu yang berbau Islam formalitas.
Maka para praktisi dakwah (Kyai, ustadz, muballigh, aktifis) NU harus mampu merebut sasaran dakwah ini agar jangan dilahap semua oleh ustadz Salafi-Wahaby.

7. Dakwah Salafi-Wahaby itu dianggap banyak memperhatikan hal-hal esensial seperti kebersihan, kerapihan, ketertiban, ketepatan waktu, manajemen, dan semacamnya. Maka tidak aneh jika mesjid, musholla, atau majlis taklim mereka itu bersih, toiletnya wangi, barisan shalatnya rapat dan lurus,  sholatnya awal waktu, ruangan mesjidnya ber-AC, manajemen organisasinya rapih. Nah inilah yang menarik perhatian para golongan menengah ke atas untuk mengikuti dakwah Salafy-Wahaby.
Mereka melihat orang-orang Aswaja (khususnya Nahdhiyyin) kurang peduli terhadap hal-hal penting tadi, di mana mereka melihat orang-orang Aswaja itu suka menunda-nunda waktu shalat, jarang yang on time (sholat awal waktu), barisan shalatnya renggang-renggang, pesantren, mesjid, atau mushollanya kotor(apalagi toiletnya). Juga manajemen organisasinya tidak teratur alias amburadul.
Sisi inilah yang terpenting dibenahi oleh kaum Nahdhiyyin, sehingga ketika wong NU sudah mulai membenahinya, maka sedikit demi sedikit kaum intelektual, pebisnis, artis dan generasi milenial mulai bergabung menjadi nahdhiyyin. 

8. Dakwah Salafi-Wahaby dengan dukungan dana besar dari Timur Tengah dan para jema’ahnya, getol membidik orang awam Aswaja yang kesusahan. Para aktifis dakwah Salafy-Wahaby suka menawarkan bantuan kepada mereka agar terlepas dari kesulitan yang membelit, seperti memberikan bantuan sembako, pekerjaan, beasiswa, sekolah dan pesantren gratis, melunasi hutang-hutang mereka, hingga menyediakan kompleks perumahan tanpa dp plus cicilan yang ringan dan strategi lainnya, di mana mereka disyaratkan harus masuk ke dalam golongan Salafy-Wahaby serta mengajak kerabat lain agar bergabung. Di tengah kubangan kesulitan, maka orang awam Aswaja tidak punya pilihan lain kecuali menyanggupi syarat tersebut, sehingga mereka mengikuti pengajian Salafy-Wahaby lalu mengajak kerabat yang lain untuk bergabung. 
Dalam sisi ini, para praktisi dakwah NU harus bekerja dan berpikir keras agar bisa menggali sumber dana guna melakukan dakwah bil mal (santunan) sesering mungkin untuk menolong kaum dhu’afa Aswaja agar tidak tergiur oleh dakwah Salafy-Wahaby.

9. Dakwah Salafy-Wahaby menyadari betul efektifnya dakwah lewat medsos di era globalisasi informasi, di mana sudah banyak orang yang memiliki hp. Kemana-mana tidak lepas dengan hp, bahkan tidur pun ditemani hp. Karena itu aktivis dakwah Salafy-Wahaby membidik orang-orang yang sibuk bekerja dan tidak sempat mengaji agar mencari pemahaman agama lewat konten-konten dakwah Salafy-Wahaby di medsos. Selain itu lebih serius lagi membidik generasi milenial yang tidak lepas dari hp, di mana hp sudah menjadi sarana hiburan, eksis diri, juga petunjuk beragama. Kaum remaja inilah yang akan melahirkan generasi-generasi berikutnya. maka aktivis dakwah Salafy-Wahaby meracik dakwah yang sesuai dengan gaya remaja, dengan tampilan konten-konten dakwah yang menarik, keren tapi sederhana, tidak terlalu panjang sehingga tidak membosankan. Yang penting pesan dakwahnya tersampaikan.
Semula sedikit sekali kyai dan santri NU yang melirik dakwah medsos ini, sehingga dakwah Salafy-Wahaby merajalela meracuni pemikiran banyak orang awam selama bertahun-tahun. Untunglah Para generasi muda NU cepat sadar dan bangkit mengisi ruang-ruang dakwah di medsos, khususnya bulan puasa ini banyak pengajian on line yang diasuh oleh para Kyai dan santri NU. Diharapkan dengan dakwah tersebut kaum awam Aswaja semakin mantap dengan faham keagamaannya dan yang sudah terpengaruh dakwah Salafy-Wahaby perlahan-lahan kembali ke pangkuan Aswaja.

10. Dakwah Salafy-Wahaby juga banyak memanfaatkan sumber dana dari zakat, Infaq dan sedekah (ZIS) umat Islam di Nusantara. Karena itu mereka lebih dulu melangkah membentuk lembaga-lembaga ZIS. Tidak sedikit ZIS kaum Nahdhiyyin tersedot oleh lembaga-lembaga ZIS tersebut. Itu sama saja dakwah mereka didanai oleh kaum Nahdhiyyin. Maka PBNU segera bertindak mendirikan LazisNU (Lembaga Zakat, Infaq dan Sedekah NU). Dengan begitu semua orang yang mengaku NU harus menyalurkan ZISnya ke LazisNU yang sudah terbentuk di setiap Kabupaten yang berbasis Nahdhiyyin. Lewat LazisNU, maka dakwah sosial bisa dilakukan oleh pegiat dakwah NU. Dengan begitu, banyak orang-orang tak mampu (dhu’afa) merasakan manfaat keberadaan NU, sehingga mereka pun akan simpati dengan NU yang pada akhirnya dakwah NU akan mudah masuk dan diterima oleh mereka.

#AyoMondok


www.hwmi.or.id

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda