Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda menyebut hasil seleksi POP banyak mendapatkan respons negatif dari publik, apalagi setelah lembaga pendidikan milik PBNU dan Muhammadiyah mundur.
Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda mempertanyakan kriteria-kriteria pemilihan mitra kerja Program Organisasi Penggerak (POP) yang ditetapkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), yang menuai kontroversi.
Sebab program itu tak pernah transparan terkait pemilihan lembaga atau yayasan pendidikan yang menjadi mitra. Belakangan diketahui kalau Sampoerna Foundation dan Tanoto Foundation, dua yayasan dari dua perusahaan raksasa besar, terpilih sebagai mitra POP. Dua lembaga tersebut masuk dalam kategori Gajah yang bisa mendapatkan hibah hingga Rp20 miliar per tahun.
Hal tersebut dikritik banyak pihak dan berujung pada Lembaga Pendidikan (LP) Ma’arif PBNU dan Majelis Pendidikan Dasar-Menengah PP Muhammadiyah menyatakan mundur dari kepesertaan POP sebagai bentuk protes. “Kami meminta Kemendikbud membuka kriteria-kriteria yang mendasari lolosnya entitas pendidikan sehingga bisa masuk POP.
Dengan demikian publik akan tahu alasan kenapa satu entitas pendidikan lolos dan entitas lain tidak,” ujar Huda lewat keterangan tertulisnya, Kamis (23/7/2020) siang. Huda menyebut hasil seleksi POP banyak mendapatkan respons negatif dari publik. Apalagi dengan melihat lembaga pendidikan milik PBNU dan PP Muhammadiyah mundur dari program tersebut.
Padahal, kata dia, LP Ma’arif PBNU dan Majelis Pendidikan PP Muhammadiyah merupakan dua entitas dengan rekam jejak panjang di dunia pendidikan Indonesia. "Pengunduran diri NU dan Muhammadiyah dari program ini menunjukkan jika ada ketidakberesan dalam proses rekrutmen POP,” kata Huda.
Huda menilai Menteri Nadiem tidak bisa memandang remeh fenomena pengunduran diri LP Ma’rif NU dan Majelis Pendidikan Muhammadiyah dari POP. Menurutnya dengan rekam jejak panjang di bidang pendidikan, pengunduran diri NU dan Muhammadiyah bisa mempengaruhi legitimasi dari POP itu sendiri.
“Bayangkan saja lembaga pendidikan NU dan Muhammadiyah itu mempunyai jaringan sekolah yang jelas, tenaga pendidik yang banyak, hingga jutaan peserta didik. Jika sampai mereka mundur lalu POP mau menyasar siapa,” katanya.
Huda menegaskan Nadiem tidak bisa beralasan jika proses seleksi diserahkan kepada pihak ketiga sehingga mereka tidak bisa ikut campur. Menurutnya, Kemendikbud tetap harus melakukan kontrol terhadap mekanisme seleksi, termasuk proses verifikasi di lapangan.
Program Organisasi Penggerak (POP) merupakan salah satu program unggulan Kemendikbud. Program ini bertujuan untuk memberikan pelatihan dan pendampingan bagi para guru penggerak untuk meningkatkan kualitas dan kemampuan peserta didik. Dalam program ini, Kemendikbud akan melibatkan organisasi-organisasi masyarakat maupun individu yang mempunyai kapasitas untuk meningkatkan kualitas para guru melalui berbagai pelatihan.
Kemendikbud mengalokasikan anggaran Rp567 miliar per tahun untuk membiayai pelatihan atau kegiatan yang diselenggarakan organisasi terpilih. Organisasi yang terpilih dibagi kategori III yakni Gajah, Macan, dan Kijang. Untuk Gajah dialokasikan anggaran sebesar maksimal Rp20 miliar/tahun, Macan Rp5 miliar per tahun, dan Kijang Rp1 miliar per tahun
Sumber: Tirto.id
www.hwmi.or.id