Tanah Arafah - HWMI.or.id

Monday 27 July 2020

Tanah Arafah



TANAH ARAFAH

Para tamu Allah tidak perlu sedih apalagi marah dimusim haji tahun ini tidak berangkat ke Tanah Suci. Bukan hanya kita, calon haji  se dunia sama tidak ada yang bisa melaksanakan ibadah haji  kecuali mukimin setempat.  Namun demikian,   insya Allah,  tetap mendapat pahala;   Allah menggantinya dengan sesuatu yang terbaik dan tahun berikut  di mudahkan-Nya beribadah haji.  Tulisan di bawah  meskipun hanya selintas bicara masalah Arafah,  hendaknya bermanfat baik bagi calon jamaah yang belum pernah ke sana maupun bagi mereka yang sudah melaksanakan ibadah haji. 

Tanggal  9 Dzulhijjah,  “dhuyufurrahman,” para tamu Allah berada di Arafah. Tempat mulia dan   penting bagi yang melaksanakan ibadah haji. “Al-Hajju arafah,” haji itu arafah, kata Nabi saw. Tidak sah hajinya jika tidak wukuf di Arafah. Tanah mulia ini merupakan  “tanah tempat berhenti,” istilah populernya disebut “wuquf,”  dari kata “waqofa,”  artinya “diam” atau “berhenti.” Berhenti sejak tergelincir hingga tenggelam mata hari. 

Sebelum ke Arafah, jamaah disunatkan mandi, wudlu, menaburkan parfum ke badan, sholat sunat  dan niat/berihrom untuk haji.  Imam Ghozali, memberikan makna yang dalam bahwa proses bersih-bersih dan berharum haruman bukan hanya membersihkan diri secara fisik saja, lebih dari itu  menurutnya, hakikatnya kita sedang membersihkan diri dari  dosa dan maksiyat lalu ditaburi harum-haruman kebaikan dan amal saleh. Baju  yang berwarna warni, diganti dengan dua lembar kain untuk pria dan pakaian yang menutup seluruh aurat bagi perempuan  dan   niat/ berihrom. Kata Imam Ali Zainal Abidin Bin Husein Bin Ali bin Abi Tholib, sesungguhnya di saat itu jamaah sedang  melepas  warna warni dosa dan maksiat, diganti dengan pakaian iman dan taqwa. Niat/berihrom,  makna sesungguhnya  adalah membulatkan tekad mengharamkan segala sesuatu  yang diharamkan Allah. Kemudian jamaah mengumandangkan kalimat 
“Labbaik Allahuma Labbaik,”  ku penuhi panggilan-Mu ya Allah, kupenuhi panggilan-Mu. 

Di Arafah  tamu Allah  ber-“wukuf.”  Berhenti dari segala aktivitas duniawi. Kata ahli Sufi, di Tanah ini, para tamu Allah “mutu qobla maut,” mati sebelum kematian yang sebenarnya. Kata ‘arafa merupakan bentuk  fi’il madhy (past tense)  yang artinya “mengenal”, atau “mengetahui”.  Dari kata ini terbentuk banyak kata lainnya, seperti kata 'arrafa (mengenalkan) ‘aarif, (yang bijaksana); ma’ruf, (kebajikan) dan ma’rifatan, (pengetahuan yang dalam tentang Tuhan): “man ‘arafa nafsahu faqod arofa robahu. “ Barangsiapa mengenal dirinya akan  mengenal Tuhannya.

Kenapa Tanah Arafah yang kelihatannya sederhana  ini menjadi istimewa? Kenapa Allah tidak mengambil tempat yang lebih gemerlap seperti hotel berbintang, taman yang rindang dengan pohon dan bunga-bunga, atau pinggir pantai yang indah dengan gelombang air lautnya? Kenapa justru tanah yang panas, gersang dan berdebu ini yang dijadikan patokan kehajian seseorang? Disinilah letak perbedaannya. Mulia atau hina menurut  manusia belum tentu sama di hadapan  Allah. Di mata manusia, martabat dan kemuliaan itu ada kalanya identik dengan jabatan bergengsi, pangkat tinggi, gelar depan dan belakang, kedudukan terhormat, kemewahan dan limpahan kekayaan,  dan terkadang,  kemuliaan Identik dengan popularitas diri di hadapan publik.

Keistimewaan Arafah  bukan karena diistimewakan manusia, tapi istimewa dan mulia menurut Allah dan Rasul-Nya. Rasul SAW bersabda: “Tak ada satu pun hari yang lebih istimewa dari pada sepuluh hari di bulan Dzulhijjah, dan tak ada satu haripun yang lebih istimewa di sisi Allah selain hari Arafah, karena pada hari itu Allah yang Maha Mulia turun ke bumi dengan membanggakan ahli bumi kepada makhluk yang ada di langit, firman Allah, “lihatlah oleh kalian akan hamba-Ku mereka mendatangi-Ku dari berbagai pelosok bumi.” (HR. Ibnu Hiban). Dalam hadits lain disebutkan bahwa ketika Rasul SAW wukuf, beliau menyampaikan kabar bahwa Allah baru saja turun dan menyampaikan salam kepada ahli Arafah dan Allah telah mengampuni dosa ahli Arafah. (Mutafaq Alaih). Semoga. Wallahu A’lam!

Penulis: Ketua DKM Masjid Raya Bandung Jabar
               Ketua Yayasan al-hijaz Aswaja Bandung

#HubbulWathonMinalIman

www.hwmi.or.id

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda