Ustadz Milenial Dan ASN Dalam Kultusisasi Lambang Agama - HWMI.or.id

Wednesday 15 July 2020

Ustadz Milenial Dan ASN Dalam Kultusisasi Lambang Agama


Diaspora penuhanan lambang Agama semakin semarak setelah munculnya fenomena penamaan hijrah yang kebablasan. Fenomena itu terjadi setelah sebagian ustadz melenial memproklamirkan dan mentahbiskan diri sebagai pendakwah sunnah. Sehingga menarik perhatian khalayak yang haus agama untuk menikmatinyasecara instan tanpa memahami pentingnya proses pencarian ilmu dan kebenaran. 

Teatrikal para ustadz melenial itu dengan pedenya membuat aksi seakan akan memberi petunjuk dan pencerahan walaupun kadang dengan kemampuan minimal. Bahkan tanpa sanad dan riwayat memberikan kajian kajian yang tidak irasional menafsirkan Quran hadis berdasarkan rakyinya. Benci madzhab menjauhi taklid merasa benar tanpa menyadarkan literasi kepada para Ulama salafus shalihin dan menafikan madzhab bahkan memusuhi pengikut para imam madzhab tersebut.

Bahkan dalam bidang hukum mereka mengeluarkan dan memfatwakan sendiri sesuai dengan jawabannya sendiri saat ditanya jamaahnya di mimbar. Entah salah atau tidak yang penting terjawab dan jamaah merasa puas dan senang apakah jawaban itu benturan dengan hukum ijma atau tidak, berdampak atau tidak, menimbulkan kebencian kepada sesama atau tidak cuek dan sangat tidak dihiraukan. Inilah bukti hadist Rasulullah shallallahu 

حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ أَبِي أُوَيْسٍ قَالَ حَدَّثَنِي مَالِكٌ عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ اللَّهَ لَا يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنْ الْعِبَادِ وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ عَالِمًا اتَّخَذَ النَّاسُ رُءُوسًا جُهَّالًا فَسُئِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا قَالَ الْفِرَبْرِيُّ حَدَّثَنَا عَبَّاسٌ قَالَ حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا جَرِيرٌ عَنْ هِشَامٍ نَحْوَهُ

"Telah menceritakan kepada kami [Isma'il bin Abu Uwais] berkata, telah menceritakan kepadaku [Malik] dari [Hisyam bin 'Urwah] dari [bapaknya] dari [Abdullah bin 'Amru bin Al 'Ash] berkata; aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya Allah tidaklah mencabut ilmu sekaligus mencabutnya dari hamba, akan tetapi Allah mencabut ilmu dengan cara mewafatkan para ulama hingga bila sudah tidak tersisa ulama maka manusia akan mengangkat pemimpin dari kalangan orang-orang bodoh, ketika mereka ditanya mereka berfatwa tanpa ilmu, mereka sesat dan menyesatkan". Berkata Al Firabri Telah menceritakan kepada kami 'Abbas berkata, Telah menceritakan kepada kami Qutaibah Telah menceritakan kepada kami Jarir dari Hisyam seperti ini juga.

Para ustadz itu juga sangat tendensius ambisius memformulasikan agama dalam bentuk lambang pakaian harus ala  ala sunnah ala Nabi. Bukan hanya itu herbal dan semua bentuk komuditas bisnis ala Sunnah semua hotel Sunnah toko Sunnah dan prodauk lain Sunnah. Walaupun dalam sederetan hukum ada sebagian benar namun perlambangan Sunnah itu menjadi overloud artinya lebay dan kadang tidak masuk akal semua hal yang tidak disunnah disunnahkan.

Doktrinasi yang ditampilkan menghasilkan kekakuan dan keras paham serta intoleran. Karena mereka menggap orang yang tidak melakukan Sunnah seperti mereka sesat semua salah. Padahal para Ulama mendefinisikan sunnah adalah sebuah anjuran dengan kemampuan yang tidak dipaksakan itu saja kalau memang menjadi sunnah yang masuk dalam kesepakatan Ulama dan referensi ijmanya bukan sunnahnya salafi yang kadang dibuat sendiri. Yang perlu dipahami adalah entitas dari sebuah lambang itu yakni ketakwaan ketaatan berbuat baik saling menghargai kepada sesama.

Implikasi lain hasil dari ustadz melenial yang paling bahaya dalam soal berpakaian adalah bahwa semua harus benafas dan berbau Arab serta melogikan bahwa Arab adalah Islam dan Islam adalah arab. Sehingga tidak memahami keadaan tempat dan keberadaan semua harus pakai gamis bahkan para guru ASN dan non ASN yang terindikasi khilafah di tempat tempat formal dikantor dan sekalipun dibuat melampiaskan nafsu birahi keagamaannya mengabaikannya kepantasan  dalam memahami dan mengimplementasikan nilai-nilai nilai agama dalam relasi sosianya.

Agama butuh keindahan kebersihan kerapian yang menguatkan kesuciannya agama juga kadang tidak butuh di umbar di sembarang tempat mana saja. Karena ada tempat dan keadaan tertentu yang tepat dan sesuai. Walaupun syiar itu boleh dimana saja namun tidak mengharuskan perlambangan yang ditampakkan, apalagi ditempat kerja yang notabene mempunyai aturan sendiri yang tidak benturan Agama. Tapi nilai dan perilaku baik agama itu sendiri. Saran saya belajarlah Agama kepada Ahlinya yakni para Ulama masayih dan kiyai pesantren yang jelas sanad dan riwayatnya mengikuti dakwah Nabi dan sahabatnya sehingga tidak secara instan memahami dan melaksanakan nilai Agama.

Abdulloh Faizin
Lamongan Juli 20, 20

www.hwmi.or.id

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda